Pewarta Nusantara Menu

Kejaksaan Agung

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Nasional – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menambah dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pertambangan nikel ilegal di Sulawesi Tenggara pada hari ini, Senin (24/7/2023).

Dalam perkembangan terbaru ini, Kejagung menetapkan status tersangka atas SM, yang merupakan Kepala Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sekaligus Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral, serta EPT, seorang Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM.

Dalam konferensi pers pada Senin malam, Ketut Sumedana selaku Kapuspenkum Kejagung mengungkapkan, “Ada 2 tahanan baru dari proses penyidikan perkara di Sultra.” Dengan ditetapkannya dua tersangka baru ini, jumlah total tersangka dalam kasus ini mencapai 7 orang, dan dari jumlah tersebut, 2 di antaranya berasal dari Kementerian ESDM.

Kasus dugaan Korupsi Tambang Nikel ilegal ini telah menjadi perhatian Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sejak Februari 2023.

Baca Juga; KPK Mendalami Pungli di Rutan KPK: 70 Orang Saksi Diperiksa

Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT LAM dan PT Antam seharusnya memastikan bahwa ore nikel dijual ke PT Antam.

Namun, investigasi mengungkap fakta bahwa sebagian besar ore nikel hasil tambang di wilayah konsesi tersebut justru disalurkan ke smelter Morowali dan Morosi, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah penjualan ini dilakukan dengan menggunakan dokumen terbang milik PT KKP.

Keputusan Kejagung untuk menambah dua tersangka baru ini menunjukkan komitmen mereka untuk mengusut tuntas kasus ini dan menegakkan hukum secara adil.

Kasus korupsi pertambangan nikel ilegal ini telah menimbulkan dampak serius bagi industri pertambangan dan mengancam keberlanjutan lingkungan di Sulawesi Tenggara.

Semoga proses penyidikan dan pengadilan berjalan transparan serta membawa keadilan bagi masyarakat yang merasakan dampak negatif dari praktik korupsi tersebut. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Nasional – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menetapkan target untuk menyelesaikan proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G pada tahun ini.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menjelaskan bahwa target ini sesuai dengan tugas utama yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika dirinya dilantik.

Budi berkomitmen untuk memastikan proyek BTS ini selesai dalam waktu yang ditetapkan, paling lambat pada akhir tahun ini.

Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah mengidentifikasi permasalahan yang menyebabkan proyek ini mandek.

Selain itu, Budi Arie Setiadi juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk melakukan pengawalan proyek tersebut.

Meskipun ada proses hukum yang sedang berjalan, Budi Arie menegaskan bahwa Proyek BTS harus terus berjalan untuk memenuhi hak masyarakat dalam memperoleh sinyal dan bandwidth yang memadai.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa penyelesaian proyek pembangunan BTS menjadi tugas utama Menteri Komunikasi dan Informatika.

Baca Juga; Pemerintah Menegaskan Pentingnya Investasi Pendidikan melalui Beasiswa LPDP

Meskipun ada kasus hukum yang sedang berjalan, Presiden menekankan bahwa proyek BTS harus tetap berjalan dan tidak boleh terbengkalai.

Pembangunan BTS ini memiliki dampak yang signifikan bagi pelayanan di daerah terdepan dan tertinggal, sehingga penting untuk tetap memprioritaskan proyek ini.

Selain itu, Presiden Jokowi juga menyoroti pentingnya memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) serta perlindungan dan kedaulatan data.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie, ditugaskan untuk lebih banyak memperhatikan masalah ini dan memperkuat upaya dalam menghadapi perubahan dunia yang ditentukan oleh teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam menghadapi tantangan ini, penguatan kerjasama dan pengembangan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) dan satelit menjadi hal yang perlu diselesaikan dengan segera. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Nasional – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penggeledahan pada tujuh lokasi terkait dengan kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.

Hal ini diungkapkan oleh Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam sebuah jumpa pers. Penggeledahan ini merupakan tindakan tambahan dari penggeledahan sebelumnya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Tujuh lokasi yang digeledah oleh Kejagung antara lain adalah kantor PT WNI & PT MNA di Gedung B & G Tower, kantor PHG di Jalan Iskandar Muda, kantor PT MM di Jalan K.L. Yos Sudarso, kantor PT PAS di Jalan Platina IIIA, kantor PT ABP di Jalan Veteran, kantor PHG di Jalan Iskandar Muda, dan kantor Bank BCA Cabang Utama Medan.

Melalui penggeledahan ini, Kejagung berharap dapat mengumpulkan bukti terkait dengan kasus ekspor CPO yang sedang ditangani.

Selain penggeledahan, Kejagung juga telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah kapal dan helikopter yang terkait dengan kasus tersebut. Sebanyak 56 unit kapal dan pesawat dari berbagai perusahaan telah disita oleh Kejagung.

Kapal-kapal tersebut merupakan milik PT PPK, PT PSLS, dan PT BBI, sedangkan helikopter yang disita adalah satu unit Bell 429 dan satu unit EC 130 T2 yang dimiliki oleh PT MAN. Selain itu, Kejagung juga melakukan pemblokiran pelayanan penerbangan terhadap dua helikopter tersebut.

Dalam kasus ini, Kejagung juga telah memeriksa 17 saksi dan menetapkan tiga tersangka korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Baca Juga; Kejagung Sita Kapal dan Helikopter Terkait Kasus Ekspor CPO

Ketut Sumedana menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 6,47 triliun, dan kerugian tersebut sudah inkrah berdasarkan vonis terhadap para pelaku sebelumnya.

Tindakan penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan saksi yang dilakukan oleh Kejagung merupakan upaya yang serius dalam mengungkap dan menindak tindak pidana terkait ekspor CPO.

Kejagung bertekad untuk menegakkan keadilan dan melindungi kepentingan negara serta masyarakat dalam kasus ini. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Nasional – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah kapal dan helikopter yang terkait dengan kasus ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.

Menurut Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, sebanyak 56 unit kapal dan pesawat dari berbagai perusahaan telah disita oleh Kejagung.

Kapal-kapal yang disita tersebut termasuk milik PT PPK, PT PSLS, dan PT BBI, sedangkan helikopter yang disita adalah satu unit helikopter jenis Bell 429 dan satu unit helikopter jenis EC 130 T2 yang dimiliki oleh PT MAN.

Selain itu, Kejagung juga melakukan pemblokiran terhadap pelayanan penerbangan dua helikopter tersebut. Selain penyitaan kapal dan helikopter, Kejagung juga telah melakukan pemblokiran terhadap beberapa tempat terkait dengan kasus minyak goreng tersebut.

Tujuh tempat, termasuk kantor-kantor perusahaan dan bank, telah digeledah oleh Kejagung dalam upaya mengumpulkan bukti terkait dengan kasus ini.

Baca Juga; Serangan Rusia Terhadap Infrastruktur Bahan Bakar di Ukraina Memicu Ketegangan

Dalam kasus ini, Kejagung juga telah memeriksa 17 saksi dan menetapkan tiga tersangka korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 6,47 triliun, yang sudah dinyatakan inkrah berdasarkan vonis terhadap para pelaku sebelumnya.

Tindakan penyitaan kapal, helikopter, dan penggeledahan tempat merupakan bagian dari upaya Kejagung dalam mengungkap dan menindak tindak pidana terkait ekspor CPO.

Hal ini menunjukkan komitmen Kejagung untuk memberantas praktik ilegal yang merugikan negara dan masyarakat. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Jakarta – Mahfud MD, Pelaksana Tugas Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), mengungkapkan bahwa pengajuan justice collaborator (JC) untuk tersangka kasus korupsi proyek BTS Kominfo, Johnny G Plate, akan ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Demi proses hukum yang adil, itu akan diurus oleh kejaksaan. Jadi, jika ada niat untuk menjadi justice collaborator atau sejenisnya, akan diproses dengan persyaratan yang berlaku,” ujar Mahfud di kantor Kominfo, Jakarta Pusat, pada Selasa (13/6).

Mahfud MD menjelaskan bahwa Kejagung akan mempertimbangkan pengajuan JC Johnny. Ia menegaskan bahwa persetujuan pemerintah tidak diperlukan karena hal tersebut masuk dalam ranah hukum.

“Kejagung akan mempertimbangkan sendiri pengajuan tersebut tanpa perlu persetujuan dari kami, karena itu adalah urusan hukum,” ungkap Menko Polhukam tersebut.

Johnny G Plate, yang merupakan tersangka kasus korupsi proyek BTS Kominfo, menyatakan kesiapannya untuk menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS).

Johnny berencana mengajukan permohonan sebagai JC kepada Kejagung. “Pada dasarnya, saya bersedia menjadi JC,” ujar Johnny G Plate melalui kuasa hukumnya, Achmad Cholidin, dalam keterangan tertulis pada Senin (12/6).

Achmad menjelaskan bahwa Johnny Plate memiliki hak untuk mengajukan permohonan JC. Dia menjamin bahwa Johnny Plate akan memberikan pengungkapan yang jujur terkait kasus ini.

Baca juga: Kebangkitan Negara-Negara Besar di Dunia: Semakin Anti-Barat dan Anti-Amerika, Tantangan Diplomasi AS

“Tidak ada yang akan menolak menjadi JC karena hadiahnya besar. Jadi, jika dikatakan bersedia, pasti bersedia,” tegasnya.

Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan respons terhadap rencana pengajuan JC Johnny. Kejagung mengizinkan Johnny untuk mengajukan JC kepada jaksa penuntut umum (JPU).

“Kasus tersebut telah berada di meja jaksa penuntut umum, sudah pada tahap 2, jadi silakan ajukan ke jaksa penuntut umum. Nanti jaksa penuntut umum akan mempertimbangkan keterangan-keterangan yang diberikan di pengadilan,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, saat dihubungi pada Senin (12/6).

Ketut menjelaskan bahwa jaksa akan mempertimbangkan apakah keterangan Johnny Plate dapat mengungkap pelaku utama dalam kasus tersebut atau tidak.

Jika pernyataannya dapat membongkar pelaku utama, jaksa akan mempertimbangkan rekomendasi JC untuk Plate agar dapat meringankan hukumannya.

“Apakah keterangannya dapat direkomendasikan oleh majelis hakim yang menangani kasus tersebut untuk mendapatkan keringanan hukuman atau tidak,” ujarnya.

“Jika tidak dapat mengungkap pelaku utama lainnya, berarti dia tidak akan mendapatkan JC. JC hanya diberikan untuk mengungkap pelaku utama yang memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan tindakan yang dilakukan,” tambahnya. (*IBs)