Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

RUU Perampasan Aset

Erniyati Khalida Erniyati Khalida
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara - Supres terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana telah diterima oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani. Supres tersebut diserahkan oleh pemerintah kepada DPR RI pada tanggal 4 Mei 2023.

Pemerintah juga mengirim surat tugas kepada empat perwakilannya, termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, untuk membahas RUU tersebut bersama DPR.

Meskipun Supres tersebut sudah diterima, pembacaannya tidak dilakukan saat rapat paripurna pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022/2023.

Hal ini disebabkan oleh mekanisme di DPR yang masih belum selesai. Puan menyatakan bahwa DPR akan menindaklanjuti Supres tersebut sesuai mekanisme yang berlaku dengan segera.

RUU Perampasan Aset telah melalui proses yang panjang sejak diusulkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2008.

Pada tahun 2022, RUU tersebut disetujui untuk masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2023. (Sumber: Detik.com, Kompas.com)

5 Poin yang Diharapkan Masuk dalam Pembahasan RUU
Berikut adalah lima hal penting yang diharapkan dapat termuat dalam pembahasan draf RUU Perampasan Aset, menurut Alvin Nicola, peneliti dari Transparency International Indonesia (sumber: Kompas.tv):

  1. Perluasan jalan hukum: RUU ini diharapkan tidak hanya terbatas pada pembuktian dalam tindak pidana asal, tetapi juga memungkinkan penelusuran aset yang tidak sesuai dengan profil jika tidak ada tindak pidana awal.
  2. Kewenangan untuk melakukan perampasan: Undang-undang yang ada saat ini memiliki keterbatasan terkait kewenangan negara dalam perampasan aset terkait tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
  3. Perluasan subjek hukum: Alvin berharap RUU ini dapat mencakup pihak swasta, bukan hanya tatanan pejabat publik, dalam penelusuran aset dalam kasus-kasus TPPU.
  4. Relasi antar penegak hukum: Dalam proses pembahasan di DPR, perlu dilakukan klarifikasi terkait hubungan antar penegak hukum, mengingat kewenangan yang besar diberikan kepada Kejaksaan Agung dalam draf RUU Perampasan Aset.
  5. Pengelolaan aset: Alvin menyoroti pentingnya menjaga stabilitas nilai aset dalam pengelolaan aset. RUU ini diharapkan mendukung pendirian badan perampasan aset yang bertugas tidak hanya melakukan perampasan, tetapi juga menjaga nilai aset agar tetap stabil.

KPK Dorong Pengesahan RUU Perampasan Aset
KPK mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset dan menyambut baik pembahasannya. Dilansir oleh CNN Indonesia, KPK ingin RUU tersebut segera disahkan oleh DPR RI.

Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, mengungkapkan bahwa draf RUU tersebut telah diterima oleh KPK dan saat ini sedang diteliti oleh tim biro hukum KPK.

Dalam draf RUU Perampasan Aset tertanggal 18 April 2023, terdapat beberapa poin penting yang perlu dicatat. Salah satunya adalah adanya kemampuan untuk menyita aset dari pelaku tindak pidana tanpa harus melalui putusan pengadilan.

Selain itu, perampasan aset tindak pidana juga dapat dilakukan terhadap terdakwa yang telah dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Terdapat juga ketentuan bahwa nilai minimal aset tindak pidana yang dapat disita adalah Rp100 juta.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW), sebuah lembaga non-pemerintah, meminta agar DPR melakukan publikasi setiap kali pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan.

Dilansir dari Kompas.com, Laola Easter, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, menganggap hal ini penting dilakukan agar publik yang terdampak dapat ikut serta dalam pembahasan RUU tersebut.