BKPM
Pewarta Nusantara – Menteri Investasi/BKPM Desak IMF Tidak Ikut Campur dalam Kebijakan Hilirisasi dan Larangan Ekspor.
Dalam suatu konferensi pers di Jakarta, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Dana Moneter Internasional (IMF) tidak seharusnya ikut campur dalam kebijakan pemerintah Indonesia terkait dengan larangan ekspor komoditas dan upaya hilirisasi.
Meskipun mengapresiasi pandangan dan rekomendasi IMF mengenai pertumbuhan makro ekonomi di Indonesia, Bahlil menilai sikap IMF sebagai standar ganda, yang sekaligus mendukung hilirisasi namun menentang kebijakan larangan ekspor.
Bahlil menjelaskan bahwa pandangan IMF mengenai kerugian yang akan dialami oleh Indonesia akibat kebijakan larangan ekspor tidaklah tepat.
Baginya, hilirisasi telah membawa penciptaan nilai tambah yang tinggi bagi Indonesia. Sebagai contoh, ekspor nikel pada 2017-2018 hanya mencapai 3,3 juta dolar AS, tetapi dengan menghentikan ekspor nikel dan fokus pada hilirisasi, nilai ekspor Indonesia pada 2022 mencapai hampir 30 miliar dolar AS.
Selain itu, kebijakan hilirisasi juga membawa surplus dalam neraca perdagangan selama 25 bulan berturut-turut dan pertumbuhan signifikan dalam sektor tenaga kerja hingga mencapai 26,9 persen dalam empat tahun terakhir.
Menteri Bahlil menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor tetap akan dilakukan oleh Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan kedaulatan negara. Bagi pemerintah Republik Indonesia, hilirisasi bukan hanya tentang menambah nilai ekonomi semata, tetapi juga berhubungan erat dengan kedaulatan dan kemandirian negara.
Bahlil menolak adanya campur tangan negara atau institusi lain dalam menentukan kebijakan dalam negeri Indonesia dan menegaskan pentingnya menjaga integritas dan kesuveranitas negara dalam proses pembangunan dan transformasi ekonomi.
Pandangan IMF mengenai kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi tertuang dalam laporan yang berjudul ‘IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia,’ yang diterbitkan pada Senin (26/6).
Laporan tersebut mencakup tiga poin utama yang menjadi sorotan Kementerian Investasi/BKPM, yaitu pengakuan IMF atas pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5 persen, pengakuan bahwa investasi langsung asing (FDI) di Indonesia akan terus meningkat sekitar 19 persen.
Dan dukungan terhadap tujuan hilirisasi Indonesia untuk mencapai transformasi struktural dan penciptaan nilai tambah, sambil tetap menentang kebijakan larangan ekspor. (*Ibs)
Baca Juga: Balai Litbang Agama Jakarta dan LD PBNU Gelar Festival Film Pendek Moderasi Beragama 2023