Pada suatu malam Minggu……,
Tepat pukul 11:00, saya masih terjaga, melamun di atas tempat tidur, memikirkan putri binti kasturi.
Saya merasa telah mengecewakan jutaan bintang karena tidak bisa mengajak putri malam mingguan, duduk di alun-alun, melihat bintang di atas danau, atau bercanda unfaedah yang umumnya dilakukan sepasang kekasih kelas teri.
Sebagai filsuf musiman (baca: setiap malam Minggu), saya biarkan imajinasi tentang putri mencumbu pikiranku, mencari kebenaran di atas khayalan. Saya anggap putri menemani setiap detik malam Minggu ini, berbincang dan saling mencurahkan kerinduan, meski hanya sebatas di alam pikiran.
Sesekali obrolanku dengan putri dalam hati, tidak sengaja keluar dari mulut, terdengar lantang di setiap sudut kamar. Tentu saja saya keceplosan karena terlalu bersemangat menjawab berondongan pertanyaan dari putri, karena kerinduan-nya yang tidak bisa tercurahkan.
“Jelas saya merindukan mu jelitaku, jika saya menuruti rasa rindu untuk bertemu dan mengajak kamu pergi malam ini, saya takut bapak kasturi menilai saya bukan cowok baik baik, ” jawaban saya kepada putri yang menanyakan “apakah kamu rindu kepadaku?”
Saya mengatakannya dengan keras dan ekspresi wajah tersenyum serius ala drama Korea. Tanpa disadari, kata-kata itu terdengar di setiap sudut kamar yang di desain seperti barak pengungsian ini. Tentu saja jawaban itu juga didengar oleh setiap binatang di kamar.
Kamar saya memang cukup ramah lingkungan. Ekosistem bagi binatang borjuis yang mampu bertahan hidup di berbagai situasi dan kondisi alam. Setidaknya tidak seperti dihutan, yang setiap detiknya selalu bising dengan deru mesin-mesin pembangunan dan lama kelamaan menggusur tempat tinggal mereka. Di kamar saya, Meskipun terkadang mereka tersiksa oleh suara tangis saya waktu nonton drama Korea, tapi mereka benar-benar merdeka secara defacto.
Salah satu binatang yang mendengar percakapan saya dengan putri adalah Jangkrik. Dengan lantang jangkrik memaki dan berkata “woi edan! Sekarang jam berapa? Tidur!!”
Sontak saya kaget dan mencari sumber suara melengking mirip suara pak Johan.. “hah, siapa?”
“Edan!! ini saya Jaliteng jangkrik hitam!! Didepan foto cewek yang kamu gunting dari foto bersama ekskul musik!!” Kata jangkrik sambil metenteng.
S: bardiman!! Darimana kamu tau, kalau saya mendapatkan foto putri dari menggunting?
J: saya Jaliteng bukan bardiman!! Jelas saya tau, spesies saya penghuni disini sejak nenek moyang angkatan ke 12, apapun yang kamu lakukan saya tau. Bahkan saat saya belum lahir, ayah hingga nenek saya menceritakan detail apa saja yang kamu lakukan disini. Ini tradisi keluarga, saya juga akan menceritakannya ke anak cucu saya!!
S: bardiman itu plesetan dari bajingan!! Negara ini sedang trend plesetan. Makanya ikutin trend, jangan hanya dikamar saja!!!. Oo.., jadi selain binatang berisik, kamu juga penggunjing, dan suka mengintip? Memang bardiman betul kamu!
J: kalau penggunjing dan berisik iya, lalu kenapa?
S: Ternyata betul pepatah “jangan jadi seperti jangkrik, binatang berisik yang jika berkumpul hanya menghasilkan permusuhan. Jadilah lebah, binatang yang jika berkumpul bisa menghasilkan madu yang bermanfaat”..
J: Kalian manusia ini memang tidak ada syukurnya! Kalian adalah makhluk sempurna, bisa berjalan dengan dua kaki, makan dengan tangan, menulis di Pewarta Nusantara, sampai menggunting foto bersama untuk disimpan sendiri dan diletakan di atas meja.. -_- loser.. Seperti itu masih ingin jadi lebah? Jika kamu jangkrik atau lebah, Lalu kamu menggunting foto anak kasturi dengan cara apa prett?
S: bardimannnn!!! Ternyata memang benar pepatah itu, bertemu jangkrik hanya menghasilkan permusuhan..
J: Ok, kamu benar, setidaknya saya berani mengakui kesalahan. Sedangkan kamu pret? edan, tidak bersyukur, tidak tau diri, kata-kata yang keluar unfaedah, bahkan suara saya yang kamu bilang berisik lebih bermakna dari apa yang keluar dari mulutmu, bardiman.. bardijan.. atau siapapun itu, jelas itu adalah umpatan. Seberapa halus pun kamu memelesetkannya, mereka tetap tidak pantas mendapatkan posisi sebagai ungkapan kebusukan hatimu prett!!
S: oke.. oke.., fine.., saya akui, saya adalah semua itu, saya berhati busuk! Apa ruginya tuduhan yang sangat perspektif, apalagi hanya dari jangkrik. Karena orang yang ada di foto itu tidak mungkin pernah berfikir seperti kamu. Dan itu yang terpenting krik!
J: -_- looooooooser.
S: apa maksudmu? Hmm.. kamu iri sama saya? Ya, memang manusia punya cinta untuk menciptakan kebahagiaan. Tentu saja kamu tidak memilikinya bukan??? 😛
J: saya heran, sifat pengecut saja kamu banggakan??? Lalu kamu pikir jangkrik tidak memiliki cinta prett? Terus didasari dari jalinan apa saya dilahirkan pret!! Apa orang tua dan nenek saya bertengkar untuk memadu kasih mereka? Apa mereka memukul satu sama lain untuk saling kenal dan saling menjaga? Lalu bagaimana cara mereka melestarikan spesiesnya jika yang mereka lakukan adalah permusuhan dan kehancuran? Seharusnya mereka punah prett!! Tapi tidak kan? Itu bukti bahwa kami juga memiliki cinta dan kasih sayang. Dan yang terpenting spesiesku tidak pengecut untuk sekedar mengungkapkan cinta.., 😛
S: proses jangkriiiik!!!
J: ya sudah terserah saja!!! tapi tolong, sekarang sudah hampir lewat tengah malam, sudahi monolog bodohmu!! Banyak kehidupan lain disini, hargai mereka prett!! Saya juga mau malam mingguan, tolong jangan diganggu!!.
Yang jadi pertanyaan kamar ini milik saya atau mereka?
“jiiaangkrik!!”
Singkat cerita..
Jangkrik itu melompat dan entah pergi kemana. Dan saya melanjutkan ngobrol sama putri di alam pikiran.