Pewarta Nusantara Menu

News

Erniyati Khalida Erniyati Khalida
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara – Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Laksamana TNI Yudo Margono, telah melakukan perombakan dalam struktur kepengurusan di internal angkatan bersenjata Republik Indonesia. Sejumlah 18 perwira tinggi (Pati) telah dipromosikan ke jabatan baru dalam mutasi ini.

Tujuan dari mutasi ini adalah untuk memenuhi kebutuhan organisasi, memberikan kesempatan pengembangan karier, serta meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas TNI yang semakin kompleks dan dinamis di masa depan.

Keputusan mutasi tersebut diresmikan melalui Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/487/V/2023 yang dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2023, yang mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

Surat keputusan tersebut juga merinci informasi mengenai mutasi dan promosi jabatan dari 18 Perwira Tinggi (Pati) TNI.

Dari jumlah tersebut, terdapat 7 perwira tinggi dari TNI Angkatan Darat (AD), 3 perwira tinggi dari TNI Angkatan Laut (AL), dan 8 perwira tinggi dari TNI Angkatan Udara (AU).

Langkah ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam struktur kepemimpinan TNI dan meningkatkan kinerja organisasi guna menghadapi tantangan yang ada.

Dalam daftar 7 perwira tinggi dari TNI Angkatan Darat (AD), terdapat beberapa perwira yang telah dipromosikan ke jabatan baru. Mayjen TNI Muhammad Nur Rahmad yang sebelumnya menjabat sebagai Pa Sahli Tk. III KSAD Bid. Jahpers, kini menjadi Asops Panglima TNI.

Sementara itu, Mayjen TNI Lismer Lumban Siantar yang sebelumnya menjabat sebagai Kas Kogabwilhan I, kini menduduki posisi sebagai Pa Sahli Tk. III Kasad Bid. Jahpers. Selain itu, terdapat beberapa perwira lainnya yang mengalami mutasi dan promosi jabatan di lingkungan TNI AD.

Baca juga: Pekerja BTS yang Disandera oleh KKB di Papua Pegunungan Berhasil Dibebaskan oleh Pendekatan Tokoh Masyarakat

TNI Angkatan Darat (AD)
  1. Mayjen TNI Muhammad Nur Rahmad: Dari Pa Sahli Tk. III KSAD Bid. Jahpers menjadi Asops Panglima TNI.
  2. Mayjen TNI Lismer Lumban Siantar: Dari Kas Kogabwilhan I menjadi Pa Sahli Tk. III Kasad Bid. Jahpers.
  3. Brigjen TNI Rifky Nawawi: Dari Kasdam I/BB menjadi Kas Kogabwilhan.
  4. Brigjen TNI Refrizal: Dari Wadan Seskoad menjadi Kasdam I/BB.
  5. Brigjen TNI IGBN Tedjasukma: Dari Widyaiswara Bid. Jemenhanrat Seskoad menjadi Wadan Seskoad.
  6. Kolonel Czi Fakhrudin: Dari Pamen Ahli Bid. Sishanned Seskoad menjadi Widyaiswara Bid. Jemenhanrat Seskoad.
  7. Mayjen TNI Gumuruh: Dari Pa Sahli Tk. III Bid. Intekmil dan Siber Panglima TNI menjadi Staf Khusus KSAD.

Sementara itu, dalam TNI Angkatan Laut (AL), terdapat 3 perwira yang juga mengalami perubahan jabatan akibat mutasi. Mayjen TNI (Mar) Widodo Dwi Purwanto yang sebelumnya menjabat sebagai Dankormar, kini mendapatkan promosi sebagai Pati Mabes TNI AL. Mayjen TNI (Mar) Nur Alamsyah yang sebelumnya menjabat sebagai Aspotmar Kasal, kini menjabat sebagai Dankormar. Selain itu, Mayjen TNI (Mar) Markos yang sebelumnya menjabat sebagai Staf Khusus KSAL, kini menjabat sebagai Aspotmar KSAL.

TNI Angkatan Laut (AL)
  1. Mayjen TNI (Mar) Widodo Dwi Purwanto: Dari Dankormar menjadi Pati Mabes TNI AL.
  2. Mayjen TNI (Mar) Nur Alamsyah: Dari Aspotmar Kasal menjadi Dankormar.
  3. Mayjen TNI (Mar) Markos: Dari Staf Khusus KSAL menjadi Aspotmar KSAL.

Di TNI Angkatan Udara (AU), sebanyak 8 perwira mengalami rotasi dan promosi jabatan. Marsda TNI Hesly Paat yang sebelumnya menjabat sebagai Wadan Kodiklat TNI, kini menjabat sebagai Pa Sahli Tk. III Bid. Intekmil dan Siber Panglima TNI. Marsda TNI Widyargo Ikoputra yang sebelumnya menjabat sebagai Wadan Kodiklatau, kini menjabat sebagai Wadan Kodiklat TNI. Selain itu, terdapat beberapa perwira lainnya yang mendapatkan promosi jabatan di AU.

TNI Angkatan Udara (AU)
  1. Marsda TNI Hesly Paat: Dari Wadan Kodiklat TNI menjadi Pa Sahli Tk. III Bid. Intekmil dan Siber Panglima TNI.
  2. Marsda TNI Widyargo Ikoputra: Dari Wadan Kodiklatau menjadi Wadan Kodiklat TNI.
  3. Marsma TNI I Made Susila A.: Dari Kapoksahli Koopsudnas menjadi Wadan Kodiklatau.
  4. Marsma TNI Surya Chandra Siahaan: Dari Waasrena KSAU menjadi Kapoksahli Koopsudnas.
  5. Marsma TNI Irwan Pramuda: Dari Danlanud Iwj menjadi Waasrena KSAU.
  6. Marsma TNI Wastum: Dari Dankosek III Koopsud III menjadi Danlanud Iwj.
  7. Marsma TNI David Yohan Tamboto: Dari Danlanud Hnd menjadi Dankosek III Koopsud III.
  8. Kolonel Pnb Benny Arfan: Dari Pamen Sopsau menjadi Danlanud Hnd.

Daftar ini mencakup perwira tinggi yang telah dipindahkan ke jabatan baru dalam rangka mutasi TNI untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan menghadapi tugas-tugas yang semakin kompleks.

Rotasi dan promosi jabatan ini merupakan langkah yang diambil oleh TNI untuk mengoptimalkan struktur kepemimpinan dan manajemen organisasi. Dengan adanya mutasi ini, diharapkan TNI dapat terus beradaptasi dan memberikan kontribusi yang maksimal dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara.

pewarta pewarta
1 tahun yang lalu

Pewartanusantara.com – There are a few steps you can take to increase your chances of getting into nursing school:

  1. Earn good grades in high school, especially in science and math courses. Many nursing programs require applicants to have a strong academic background, especially in these subjects.
  2. Consider getting some experience in the healthcare field, such as through volunteering at a hospital or working as a nursing assistant. This can give you a better understanding of the field and help you stand out as a candidate.
  3. Research and apply to nursing programs that fit your needs and goals. Look for programs that are accredited and have a good reputation.
  4. Prepare for the entrance exam. Most nursing programs require applicants to take the Test of Essential Academic Skills (TEAS) or the National League for Nursing Pre-Admission Exam (NLN PAX).
  5. Submit a strong application. In addition to transcripts and test scores, your application should include a personal statement, letters of recommendation, and any other materials required by the nursing program.
  6. Consider applying to multiple nursing programs to increase your chances of being accepted.

Remember that the requirements for getting into nursing school can vary by program and location. It is important to research the specific requirements for the nursing programs you are considering and to follow their application instructions carefully.

Read also : Literature and Perception

Nursing School

Nursing school is a program of study that prepares students to become registered nurses (RNs). Nursing programs typically include coursework in anatomy, physiology, pharmacology, nutrition, and other related subjects, as well as clinical experiences in hospitals and other healthcare settings.

To become a registered nurse, you must complete a nursing program at the associate’s degree, bachelor’s degree, or master’s degree level and pass the National Council Licensure Examination for Registered Nurses (NCLEX-RN).

There are many different types of nursing programs available, including:

  1. Associate’s degree in nursing (ADN): This is a 2-year program that provides the basic education and clinical experience needed to become an RN.
  2. Bachelor’s degree in nursing (BSN): This is a 4-year program that provides a more comprehensive education in nursing and can lead to leadership and management roles in the field.
  3. Master’s degree in nursing (MSN): This is a graduate-level program that allows students to specialize in a particular area of nursing, such as education, research, or leadership.
  4. Doctor of Nursing Practice (DNP): This is a terminal degree in nursing that prepares students for advanced leadership roles and clinical practice.

It is important to research the specific requirements and curriculum of different nursing programs to find the one that best meets your needs and goals.

Reputed Nursing School

It is important to research and choose a reputable nursing school that is accredited and has a good reputation in the field. Accreditation ensures that the nursing program meets certain standards and provides a high-quality education.

There are several organizations that accredit nursing programs, including:

  1. The Accreditation Commission for Education in Nursing (ACEN): This organization accredits associate’s, bachelor’s, and master’s degree nursing programs.
  2. The Commission on Collegiate Nursing Education (CCNE): This organization accredits bachelor’s, master’s, and doctoral degree nursing programs.
  3. The National League for Nursing Accrediting Commission (NLNAC): This organization accredits associate’s, bachelor’s, master’s, and doctoral degree nursing programs.

You can also research the reputation of a nursing school by looking at its graduates’ pass rates on the National Council Licensure Examination for Registered Nurses (NCLEX-RN), as well as the employment rate of its graduates.

It is also a good idea to visit the school and speak with current students and faculty to get a sense of the program and the school’s culture.

Nursing is a healthcare profession that involves caring for individuals of all ages and providing them with the medical attention and support they need to recover from illness or injury, maintain good health, and manage chronic conditions. Nurses work in a variety of settings, including hospitals, clinics, nursing homes, and schools.

There are several different types of nurses, including:

  1. Registered nurses (RNs): RNs are trained to provide a wide range of nursing care, including administering medications, performing physical assessments, and educating patients about their health.
  2. Licensed practical nurses (LPNs): LPNs provide basic nursing care under the supervision of RNs and doctors.
  3. Advanced practice nurses (APNs): APNs have advanced education and training and can provide a range of services, including diagnosing and treating illnesses, prescribing medications, and ordering and interpreting diagnostic tests.
  4. Certified nursing assistants (CNAs): CNAs work under the supervision of RNs and LPNs and provide basic nursing care, such as bathing and dressing patients, taking vital signs, and assisting with daily activities.

To become a nurse, you must complete a nursing program and pass the National Council Licensure Examination for Registered Nurses (NCLEX-RN). The specific requirements for becoming a nurse depend on the type of nursing you want to pursue and the state in which you practice.

pewarta pewarta
1 tahun yang lalu

Pewartanusantara.com – Obsessive-compulsive disorder (OCD) adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan adanya obsesi (pikiran yang terus-menerus dan tidak dapat dihindari) dan tindakan kompulsif (tindakan yang dilakukan berulang-ulang karena terobsesi oleh pikiran tersebut). Orang yang menderita OCD mungkin merasa terobsesi oleh kebersihan, keamanan, atau konsistensi, dan mungkin melakukan tindakan kompulsif seperti mencuci tangan berulang kali atau mengecek pintu terkunci berulang kali untuk meredakan kecemasannya.

Gejala OCD dapat bervariasi dari orang ke orang, tetapi beberapa gejala umum termasuk:

  1. Pikiran obsesif yang terus-menerus dan tidak dapat dihindari: Orang yang menderita OCD mungkin terobsesi dengan berbagai hal, seperti kebersihan, keamanan, atau konsistensi. Pikiran obsesif ini mungkin tidak masuk akal atau tidak sesuai dengan realitas, tetapi orang yang menderita OCD tidak dapat menghentikannya atau mengalihkannya.
  2. Tindakan kompulsif yang dilakukan berulang-ulang: Orang yang menderita OCD mungkin melakukan tindakan kompulsif seperti mencuci tangan berulang kali, mengecek pintu terkunci berulang kali, atau memindahkan barang-barang dalam urutan tertentu. Tindakan kompulsif ini dilakukan untuk meredakan kecemasan yang diakibatkan oleh pikiran obsesif.
  3. Ketidakmampuan untuk menghentikan tindakan kompulsif meskipun tidak berguna atau tidak masuk akal: Orang yang menderita OCD mungkin merasa terpaksa untuk melakukan tindakan kompulsif, meskipun mereka sadar bahwa tindakan tersebut tidak masuk akal atau tidak berguna.
  4. Kecemasan yang berlebihan tentang kebersihan, keamanan, atau konsistensi: Orang yang menderita OCD mungkin merasa sangat cemas tentang kebersihan, keamanan, atau konsistensi, dan mungkin merasa perlu untuk memenuhi standar yang tidak masuk akal atau tidak realistis.
  5. ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau melakukan kegiatan sehari-hari karena obsesi atau tindakan kompulsif: Gejala OCD mungkin mengganggu kemampuan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan atau melakukan kegiatan sehari-hari yang biasa mereka lakukan.
  6. ketidakmampuan untuk mengendalikan pikiran atau tindakan kompulsif: Orang yang menderita OCD mungkin merasa tidak dapat mengendalikan pikiran atau tindakan kompulsif yang mereka alami.

Jika Anda mengalami gejala-gejala ini atau merasa cemas atau tidak nyaman secara berlebihan, sebaiknya meminta bantuan dari seorang profesional kesehatan mental. Dukungan dan terapi yang

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mungkin menderita OCD, sebaiknya mencari bantuan dari seorang profesional kesehatan mental. Dukungan dan terapi yang tepat dapat membantu Anda atau orang tersebut mengelola gejala OCD dan meningkatkan kualitas hidup.

Penyebab terjadinya OCD

Penyebab pasti dari OCD belum sepenuhnya diketahui, tetapi para ahli mengatakan bahwa faktor genetik, biologis, dan lingkungan mungkin memainkan peran dalam timbulnya gangguan ini. Sebagai contoh, beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki kerabat dekat dengan OCD memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita gangguan ini. Selain itu, ada bukti bahwa adanya perubahan dalam keaktifan atau kimia di dalam otak mungkin juga berkontribusi terhadap timbulnya OCD.

Faktor lingkungan juga mungkin memainkan peran dalam timbulnya OCD. Misalnya, ada bukti bahwa stres, trauma, atau kejadian yang tidak terduga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk menderita OCD. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua orang yang mengalami faktor-faktor tersebut akan menderita OCD, dan faktor-faktor tersebut mungkin tidak sama pentingnya bagi setiap orang.

Meskipun tidak ada obat spesifik untuk OCD, terapi dan pengobatan yang tepat dapat membantu seseorang mengelola gejala OCD dan meningkatkan kualitas hidupnya. Jenis terapi yang paling efektif untuk OCD biasanya merupakan terapi kognitif-perilaku (CBT), yang membantu seseorang mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan tindakan yang tidak sehat yang mungkin memperburuk gejala OCD. Obat-obatan antidepresan juga dapat membantu mengurangi gejala OCD pada beberapa orang.

Baca juga : KOMNAS Perempuan Nilai RUU Masyarakat Hukum Adat Belum Spesifik Akomodir Hak Perempuan

Cara Mengatasi OCD

Obsessive-compulsive disorder (OCD) adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan adanya pikiran yang tidak dapat ditepis (obsesi) dan tindakan yang diulang-ulang (kompulsi). Ini dapat menjadi sangat mengganggu dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi OCD:

  1. Terapi: Terapi merupakan cara yang efektif untuk mengatasi OCD. Terapi tersebut dapat berupa terapi kelompok atau terapi individu. Terapi tersebut dapat dilakukan oleh seorang psikolog atau psikiater yang terlatih.
  2. Medikasi: Dokter atau psikiater dapat meresepkan obat-obatan yang dapat membantu mengurangi gejala OCD. Obat-obatan tersebut dapat berupa obat antidepresan atau obat antipsikotik.
  3. Latihan relaksasi: Latihan relaksasi seperti meditasi atau yoga dapat membantu mengurangi kecemasan dan membantu seseorang lebih tenang.
  4. Mengubah gaya hidup: Mengubah gaya hidup yang sehat, seperti tidur yang cukup, makan makanan sehat, dan menghindari stres dapat membantu mengurangi gejala OCD.
  5. Mendapat dukungan: Dukungan dari orang-orang terdekat dapat membantu seseorang mengatasi OCD. Carilah dukungan dari keluarga, teman, atau anggota grup dukungan.

Jika Anda merasa memiliki gejala OCD yang parah atau mengalami kesulitan dalam mengatasinya, sebaiknya carilah bantuan dari seorang profesional kesehatan mental seperti psikiater atau psikolog. Mereka dapat memberikan saran dan bantuan yang tepat untuk Anda.

pewarta pewarta
1 tahun yang lalu
MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

Zainul Abidin Zainul Abidin
1 tahun yang lalu

Berita Baru, Jawa Tengah – Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Moderasi Beragama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang di terjunkan di wilayah Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid, Magelang berkesempatan bertemu dengan Kepala Sangha Theravada Indonesia, Bhante Sri Pannavaro Mahathera saat ditemui di Vihara Mendut pada Rabu (06/07/2022).

Kepada para mahasiswa, Banthe Pannavaro dirinya hidup hanya untuk pengabdian kepada umat, sehingga dirinya tidak mempunyai kekayaan apapun selain kain yang melekat pada tubuhnya.

Banthe menjelaskan prosesi Pindapata merupakan tradisi umat Budha dalam menyambut perayaan Trisuci Waisak. Prosesi Pindapata dilakukan dengan cara para umat Budha memberikan makanan kepada para Bikkhu dan Bikkhuni.

“Dalam prosesi pemberian bahan makanan ada aturan yang harus dipatuhi, misalkan yang perempuan tidak boleh menyentuh secara langsung Bikkhu dan yang laki-laki tidak boleh menyentuh langsung Bikhuni,” tutur Bhante.

Bhante Pannavaro (kiri) dan Muhammad Fatkhan (kanan) tengah berbincang dengan mahasiswa KKN Tematik Moderasi Beragama UIN Sunan Kalijaga (Foto: Zainul Abidin)

Sementara itu, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN Tematik Moderasi Beragama Muhammad Fatkhan mengatakan tradisi keberagamaan masyarakat di Mendut sangat menjalin silaturrahim yang baik dengan Vihara.

“Sebenarnya juga banyak disini umat muslim yang bekerja di Vihara dan itu sudah berjalan bertahun-tahun,” tutur Fatkhan.

Fatkhan menjelaskan pengenalan mahasiswa KKN kepada kegiatan langsung umat Budha di Vihara merupakan suatu bentuk pengalaman keberagamaan yang sangat baik sebagai nantinya dapat diterapkan ketika ia sudah pulang ke masyarakat.

Lebih lanjut, Ketua Kelompok KKN Tematik Moderasi Beragama, M. Rezi Muda Putra mengatakan perjumpaan teman-teman mahasiswa dengan Bhante Pannavaro merupakan sebuah kehormatan tersendiri, apalagi mahasiswa juga diajak untuk ikut bersama membagikan makanan kepada para Bikkhu dan Bikkhuni.

“Ini menjani pengalaman yang luar biasa, dimana kita dapat berinteraksi langsung dengan umat agama lain. Dan ini sangat mencerminkan keberagamaan yang sangat patut menjadi sebuah contoh,” katanya.

Rezi berharap ke depan kelompok KKN juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang ada di Vihara.

“Hal ini penting sebagai bekal kita nanti ketika sudah selesai studi dan pulang ke masyarakat,” pungkasnya.

Zainul Abidin Zainul Abidin
1 tahun yang lalu

Yogyakarta, Pewartanusantara.com – Presiden Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Syaidurrahman Alhuzaify mendeklarasikan diri untuk maju menjadi calon Koordinator Pusat (Korpus) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara.

Deklarasi pencalonan tersebut disampaikan Alhuzaify diselah-selah acara Temu Nasional BEM Nusantara yang dihadiri ratusan mahasiswa dari ratusan kampus di seluruh Indonesia yang telah terlaksana di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak Senin 06 Juni 2022.

“BEM Nusantara merupakan wadah bertukar pikiran dan gagasan kritis mahasiswa. Sejak terbentuk pada tahun 2005 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. BEM Nusantara hendaknya selalu teguh dengan komitmen awal terbentuk untuk menjadi gerakan alternatif dan mengawal setiap kebijakan yang harus memiliki keberpihakan kepada rakyat Indonesia,” tutur Ahuzaify kepada Beritabaru.co, Selasa (07/6/2022).

Ia menegaskan akan mengakomodir berbagai macam macam ide, pandangan, dan juga pendapat dari berbagai pihak agar ke depan dapat menghasilkan pikiran-pikiran progresif ketika mengkaji sebuah persoalan.

“Agaknya hal tersebut menjadi suatu keniscayaan dinamika pemikiran, bukan sebaliknya malah menjadi celah yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu untuk memecah fokus gerakan. Tentu sudah menjadi keharusan untuk selalu merefleksikan arah gerak BEM Nusantara dari masa ke masa, sehingga tetap selalu berada pada semangat yang pada awalnya menjadi alternatif gerakan BEM yang ada di bumi Nusantara ini,” tegasnnya.

Melalui Temu Nasional ke 13 ini, lanjut Alhuzaify kita bersama-sama kembalikan BEM Nusantara pada ruh awal dan merefleksikan ulang perjalanan BEM Nusantara dengan satu tujuan bersama.

Alhuzaify juga menegaskan pihaknya secara konsisten akan menjadikan BEM Nusantara sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.

“Sebagai mahasiswa sudah sepatutnya tidak membuat jarak dengan masyarakat, dengan begitu jika nantinya terpilih menjadi Korpus BEM Nusantara, saya secara konsisten akan menjadikan organisasi mahasiswa ini sebagai wadah bergerak dan berjuang bagi seluruh mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak rakyat,” ujar aktivis PMII UIN Sunan Kalijaga tersebut.

Alhuzaify berharap ke depan BEM Nusantara akan menjadi rumah bersama bagi seluruh mahasiswa Indonesia dengan terus meningkatkan daya saing global serta tetap progresif dan inovatif dalam menyuarakan keadilan bagi masyarakat.

“Indonesia sebagai negara yang besar harus diisi oleh para penerus bangsa yang mempunyai pemikiran yang besar juga. Pemikiran yang besar tersebut lahir dari pendidikan yang berkualitas, oleh karena itu perbaikan evaluasi dan refleksi terhadap kebijakan bidang pendidikan juga akan menjadi fokus saya ke depan,” tegasnya.

Diketahui, BEM Nusantara menggelar kegiatan temu nasional ke-XIII, di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kegiatan yang berlangsung Senin (6/6) itu dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.

Kegiatan tersebut mengusung tema ‘BEM Nusantara Sebagai Inkubasi Pemimpin Bangsa yang Ideal Berlandaskan Nilai Pancasila Guna Menjawab Tantangan Era Society 5.0’.

Acara tersebut dihadiri Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri, serta Koordinator Pusat BEM Nusantara, Dimas Prayoga.

Zainul Abidin Zainul Abidin
1 tahun yang lalu

Jakarta, Pewartanusantara.com – Perwakilan The Asia Foundation (TAF) Indonesia, Margaretha Tri Wahyuningsih menyampaikan bahwa konflik pertanahan merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak melibatkan masyarakat adat.

Hal tersebut disampaikan Margaretha saat memberi catatan penutup dalam Webinar Webinar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) yang bertajuk Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/5/2022).

“Bagi kelompok masyarakat adat bagaimana lahan wilayah adat itu sambil menunggu realisasi regulasi penting untuk menjaga wilayah kita agar tidak diserahkan kepada korporasi,” tutur Margaretha.

Margaretha menjelaskan ketika lahan sudah diserahkan atau diambil oleh korporasi dan dijadikan HGU, maka proses pengembaliannya akan susah.

“Kalau sudah diserahkan kepada HGU maka proses kembalinya itu susah. Kita berharap RUU ini bisa segera hadir dan semakin memperkuat advokasi bagi kelompok masyarakat adat dalam mengelola wilayahnya,” tuturnya.

Margaretha menegaskan jika tanpa peran perempuan dalam mempertahankan wilayah adatnya akan ada kekosongan dalam mengelola hutan dan lahan secara berkelanjutan.

“Perempuan juga mempunyai tanggung jawab dalam memastikan kelestarian hutan dan memastikan lahan ditanami. Pola kerja seperti itu sebenarnya sudah mengakomodir yang didiskusikan dalam pembagian kerja sehingga bisa lebih adil dan setara bagi kelompok perempuan,” jelasnya.

Ia merinci, peta perhutanan sosial yang dicanangkan pemerintah yaitu seluas 12,7 juta hektar lahan, sementara skema hutan adat baru ada 76.156 hektar atau tidak sampai 10 persen dari capaian perhutanan sosial.

“Ini menjadi konsen bersama, kita tahu bahwa kelompok masyarakat adat juga yang cukup mayoritas dalam mengelola wilayah adat mereka untuk turut serta menjaga perubahan iklim maupun emisi. Ini menjadi konsen kita dalam gerakan ini,” jelasnya.

Margaretha menegaskan, pentingnya RUU MHA terhadap masyarakat adat adalah untuk melindungi mereka dari kriminalisasi yang kerap dilakukan oleh perusahaan untuk menjerat lahan yang diinginkannya.

“Pentingnya RUU MHA yaitu agar perempuan adat dalam mengelola hutan tidak dikriminalisasi oleh perusahaan,” tegas Margaretha.

Zainul Abidin Zainul Abidin
1 tahun yang lalu

Jakarta, Pewartanusantara.com – Siti Aminah Tardi, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) Republik Indonesia menilai draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat (MHA) tidak mengakomodir secara spesifik hak-hak perempuan.

Hal itu didasarkan, salah satunya karena di dalam RUU MHA tidak ada Bab yang mengakui pengalaman spesifik perempuan adat. “Karena, sekali lagi pembentukan perundang-undangan lebih banyak berdasar pada nilai dan norma patriarki atau pengalaman laki-laki,” kata Siti Aminah Tardi.

Hal itu diungkap dalam Webinar dari rangkaian ‘Festival Ibu Bumi’, dengan tajuk ‘Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak Atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, pada Rabu (25/05/2022).

Acarayang diselenggarakan atas kerjasama The Asia Foundation (TAF), Gender Focal Point (GFP) dan Beritabaru.co sebagai media partner itu ditayangkan dalam Channel YouTube Beritabaru.co dan Aksi SETAPAK.

Menurut Siti Aminah, walaupun kemudian dinyatakan hukum itu harus dibuat netral gender maka sebenarnya itu mengakibatkan, kita tidak mengenali ketidakadilan dan keberlakuan hukum yang berada antara laki-laki dan perempuan.

“Misalnya, hak atas air. Laki-laki punya hak atas air, perempuan punya hak atas air. Tapi bagaimana keberlakuan hukum itu, sama atau tidak dampaknya? Beda, karena perempuan lebih lekat dengan air, kerja-kerjanya membutuhkan banyak air, kesehatan reproduksinya ditentukan oleh air. Maka disitulah bentuk perlakuan khususnya hak atas air,” terang Siti Aminah.

Contoh lain yang ia sampaikan mengenai pola sistem tanam. Seperti pekerjaan yang diakui adalah petani dan nelayan, yang dikenalkan sebagai kerja laki-laki. Tapi kita tidak melihat kalau di dalam pekerjaan pertanian dan nelayan itu ada pekerjaan lain,yang dikerjakan oleh tenaga perempuan.

“Itu tidak lepas tadi, karena pengalaman yang diangkat adalah pengalaman laki-laki, bukan perempuan,” tegasnya.

Oleh sebab itu Siti Aminah berharap RUU MHA yang saat ini sudah selesai tahap harmonisasi dan disepakati untuk dilanjutkan ke sidang paripurna guna ditetapkan sebagai usul inisiatif itu benar-benar dikawal oleh berbagai pihak untuk memastikan RUU tersebut dapat memuat hak-hak perempuan adat.

“Untuk isu pemberdayaan dan peningkatan kapasitas itu juga dirumuskan, agar diusulkan dalam perumusan, untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan perempuan, afirmasi dan seterusnya,” pungkas Siti Aminah.

Zainul Abidin Zainul Abidin
1 tahun yang lalu

Jakarta, Pewartanusantara.com – Merespon dimasukkannya Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2022, HuMa memaparkan beberapa catatan terkait pentingnya koalisi hutan adat dan peran perempuan dalam mendorong kebijakan di tingkat daerah.

Diplomat Keadilan Ekologis dari Perkumpulan HuMa Indonesia, Nora Hidayati mencatat terdapat beberapa hal penting terkait hutan adat dalam Webinar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) bertajuk Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/05/2022).

“Hutan Adat ini menjadi secercah harapan agar dapat memastikan rasa aman bagi masyarakat adat ketika melakukan pengelolaan di dalam kawasan hutan, tidak dikriminalisasi lagi dan menjadi kepastian hukum bagi MHA,” terang Nora.

Nora menjelaskan hingga saat ini setidaknya terdapat beberapa kebijakan terkait dengan hutan adat pasca putusan Mahkama Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, diantaranya 1) Permen LHK No. 32 tahun 2015 tentang Hutan Hak; 2) Permen LHK No. 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial; 3) Permen LHK No. 21 tahun 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak; 4) Permen LHK No. 17 tahun 2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak; dan 5) Permen LHK No. 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Namun, Nora menggarisbawahi bahwa kebijakan-kebijakan tersebut bersifat sektoral. “Ini masih sangat sektoral kehutanan. Beberapa aturan tersebut masih sedikit bicara tentang adatnya itu sendiri,” terangnya.

Di dalam kebijakan-kebijakan tersebut, Hutan adat dapat ditetapkan ketika masyarakat adat memiliki Perda. Di beberapa tempat, Masyarakat Adat perlu bekerja keras “masuk ke gelanggang pertempuran politik” di tingkat daerah untuk menggolkan satu Perda.

“Ini butuh waktu lama dan biaya yang sangat besar. Dan itu yang melakukan MHA itu sendiri, dan pemerintah belum melakukan suatu upaya untuk mempermudah itu. Jadi, kembali pada political will di tingkat daerah,” imbuh Nora.

Catatan lain HuMa terkait implementasi kebijakan adalah sentralisasi kewenangan di Pemerintahan Pusat, dimana pemerintah pusat dan KLHK mempunyai otoritas dan ruang yang besar untuk menafsirkan satu Perda.

KLHK mempunyai kewenangan penuh untuk menetapkan pengakuan Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan persyaratan-persyaratan tertentu. “Ini menjadi salah satu kendala dalam penetapan Hutan Adat. Tadi juga Bu Maria menyampaikan terkait lambannya pemerintah dalam menetapkan Hutan Adat.”

Menurut pemaparan Nora, sampai hari ini hanya 76.156 hektar Hutan Adat yang sudah ditetapkan. Namun, di 89 komunitas masyarakat adat di 13 provinsi, Nora mencatat belum semua semua SK-nya sampai ke tangan Masyarakat Adat itu sendiri.

“Wilayah khusus dengan otonomi khusus itu sampai hari ini belum mengantongi penetapan Hutan Adat. Aceh dan Papua sampai hari ini belum ada satupun penetapan hutan adat padahal dari 2016 dampingan dari Koalisi Masyarakat Adat di Aceh itu sudah mengusulkan. Sampai hari ini tidak ada kejelasan dan prosesnya sampai di mana,” kata Nora.

Selain itu, peran perempuan adat sangat penting dalam menjaga hutan adat. Perempuan adat adalah penjaga pengetahuan atas kedaulatan pangan dan energi dalam keluarga dan komunitas adat. Perempuan adat juga merupakan pemegang otoritas atas keberlangsungan kehidupan dan sumber-sumber penghidupan keluarga dan komunitas.

“Harapan kami Hutan Adat dan RUU Masyarakat Hukum Adat ini dapat menjadi penyelesaian konflik kehutanan antara masyarakat adat dengan kepentingan lain, karena sektor kehutanan adalah salah satu sektor dengan area terluas,” harap Nora.

Zainul Abidin Zainul Abidin
1 tahun yang lalu

Jakarta, Pewartanusantara.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat (MHA) menjadi penguatan hak serta kepastian hukum bagi masyarakat adat dalam mengelola lingkungan hidupnya, termasuk perlindungan dan pengakuan terhadap eksistensi perempuan.

Oleh sebab itu, masyarakat adat berharap RUU MHA itu dapat mengatur dengan maksimal segala yang berkenaan dengan ruang hidup masyarakat adat, mulai dari hak atas tanah, hutan adat hingga masyarakat adat yang hidup di wilayah pesisir.

Edhita Sefia, Perempuan Pemerhati Sosial Budaya Masyarakat Hukum Adat Sarmi, Papua menceritakan bagaimana aktivitas perempuan adat suku Sobey yang tinggal pesisir Sarmi, yaitu bagian utara Papua.

“Dalam aktivitas sehari-hari masyarakat adat pesisir Sarmi memegang teguh tradisi harmonisasi, keserasian dan keseimbangan dengan alam. Secara langsung hal itu mengkampanyekan pentingnya memelihara lingkungan,” kata Edhita, Rabu (25/5).

Hal itu diungkap dalam Webinar dari rangkaian ‘Festival Ibu Bumi’, dengan tajuk ‘Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak Atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia.’

Selain itu, lanjutnya, perempuan pesisir Sarmi juga memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga lingkungan hidup masyarakat adat. Salah satunya, menjaga tanah adat milik suami yang diwariskan ke anak-anaknya dan tanah adat milik saudara laki-lakinya.

“Memang di Papua berdasar garis keturunan, patriarki. Tetapi dalam sehari-hari garis keturunan ibu sangat dominan. Jadi mereka bisa mencari makan di hutan dari suaminya, maupun mencari makan di hutan yang milik orang tuanya,” ujar Edhita.

Lebih lanjut Editha mengurai aktivitas perempuan pesisir Sarmi yang beraktivitas di laut. Perempuan Sarmi, katanya, memiliki satu tradisi beraktivitas menangkap ikan di laut seperti laki-laki pada umumnya, untuk memastikan kelangsungan pangan bagi keluarga dan komunitasnya.

“Dalam konsep ruang berbasis adat di perempuan pesisir, melalui tradisi mavende. Tradisi mavende sebagai pertanda bahwa perempuan sudah saatnya untuk menangkap ikan di laut, hasil ikan sedang banyak-banyaknya. Dan pertanda juha hasil hutan sedang banyak-banyaknya untuk bisa berkebun dan meramu,” tutur Edhita.

Menurut Edhita, suara perempuan pesisir Sarmi memiliki nilai yang tinggi, cukup didengar dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, meskipun tidak ikut bagian dalam forum.

“Pada saat bincang-bincang di luar, suara perempuan cukup didengar. Karena hutan dan laut berhubungan langsung dengan kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan sehari-hari. Untuk kelangsungan hidup keluarga dan komunitas,” terangnya.

“Perempuan tanpa alam, itu perempuan tanpa asap dapur. Jadi kalau tanpa perempuan terlibat dalam hutan, di dalam kehidupan sehari-hari, nanti bagaimana dengan kelangsungan hidup selanjutnya? Kan ada ungkapan; tanpa mama, tanpa perempuan, tanpa saudara perempuan, bagaimana kami para laki-laki bisa makan?,” pungkasnya.