Oleh: Ike Widiya Ulfah
Pada tanggal 9 Desember lalu, di tengah wabah Covid-19 Indonesia telah melakukan pesta demokrasi pemilihan Kepala Daerah yang dilaksanakan oleh 9 Provinsi, 224 kabupaten. Tentu dalam hal ini sangat berbeda dari sebelumnya, baik secara teknis di KPU, maupun dalam melakukan strategi kampanye bagi setiap calon yang maju. Sebagaimana kita ketahui pada pilkada sebelumnya menggelar acara dengan massa menjadi salah satu strategi yang cukup ampuh, akan tetapi kini strategi tersebut tidak dapat dilakukan, karena harus melakukan pembatasan sosial.
Salah satu cara kampanye yang dapat kita amati adalah melalui media sosial, dan di masa pandemi ini melakukan ativitas media sosial untuk strategi politik merupakan strategi yang cukup efektif dalam berkampanye khususnya untuk mendapat perhatian anak muda. Sebagaimana kita lihat para calon di setiap daerah, Gunung Kidul Sunaryanta yang memiliki kurang lebih 15.000 pengikut di akun sosial instagramnya, Eri Cahyadi (Surabaya) dengan 14.600 pengikut, Hendy Siswanto (Jember) dengan 16.000 pengikut, calon-calon tersebut memiliki pengikut yang lebih unggul dari lawan politiknya, meski pengikut bukanlah hal yang mutlak untuk mencapai kemenangan.
Lalu seberapa besar pengaruh media sosial dalam menentukan pilihan publik? Di mana media sosial hanya digandrungi oleh anak-anak muda dan golongan tertentu. Melihat dari calon-calon di atas, mereka menggunakan strategi marketing dalam berpolitik cukup kreatif dan berbeda di media, sehingga membuat khalayak menyaksikan hal tersebut atau bahkan tertarik terhadap postingan yang dibagikan. Dalam hal ini sebagaimana kampanye dari Sunaryanta melalui akun media sosialnya, dalam melakukan pemasaran politik Sunaryanta telah berhasil melakukan pemasaran politik melalui produk yang dibagikan di media. Di mana dalam hal ini produk ini berupa postingan-postingan di akunnya, setiap postingan yang disajikan tidak lepas dengan nilai-nilai Jogja yang mengutamakan kekeluargaan, gotong-royong, kesederhanaan, serta kedekatan dengan masyrakat, Sunaryanta telah berhasil memikat pengikutnya dengan citra diri yang sesuai dengan latar belakang masyarakat Gunung Kidul. Sebagaimana menurut James Mc Croskey mengakatan bahwa kredibilitas seseorang dapat diperoleh dari kompetensi, sikap, kepribadian dan tujuan yang dibangun di masyarakat.
Hal demikian juga dilakukan oleh Bupati Jember dalam kampanyenya kemarin, menyesuaikan dengan latar belakang masyarakat Jember yang agamis, selain menyusun feed yang rapi di akunnya, konten-konten yang disajikan juga tak lepas dari kegiatan beragama. Seperti kegiatan-kegiatan yang dibagikan tak lepas dengan menggunakan sarung dan peci sebagai simbol agama, serta dalam postingan yang dibagikan juga tidak lepas dari kegiatan-kegiatan agama. berawal dari kekuatan yang ia bangun melalui media sosial memberian pengaruh yang cukup besar untuk medapat perhatian masyarakat, meski hanya tersampaikan kepada pemuda dan golongan-golongan tertentu.
Bagaimana Orang Tua dalam Menentukan Pilihannya?
Dalam hal ini hanya sebagian kalangan tua yang aktif di media sosial, akan tetapi kembali lagi kepada peran pemuda yang cukup penting dalam mempengaruhi keputusan tersebut. Sebagaimana komunikasi antar personal menjadi dasar dalam bentuk komunikasi politik, khususnya komunikasi di lingkup kecil, yakni keluarga. Dalam membangun sebuah persepsi tidak hanya dilakukan oleh tokoh masyarakat, akan tetapi juga dilakukan dalam keluarga, sebagaimana dalam hal ini, peran anak di keluarga dapat mendorong dan menyatukan persepsi politik, sehingga dapat menentukan pilihannya, melalui diskusi-diskusi kecil di keluarga, serta dalam pandemi ini orang-orang tua yang memiliki anak lebih intens bertemu dan bahkan banyak yang melakukan pendidikannya dari rumah maupun bekerja dari rumah.