Sumatera Utara
Pewarta Nusantara, Jakarta - Puluhan warga Dairi, Sumatera Utara, dengan tekad kuat, melancarkan aksi Mangandung di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sebagai bentuk protes terhadap Persetujuan Lingkungan yang diberikan kepada PT Dairi Prima Mineral (DPM) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Mangandung, sebuah ritual meratap dalam budaya Batak Toba, diadakan sebagai simbol kesedihan dan kekhawatiran atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh tambang seng dan timah hitam yang direncanakan oleh PT DPM.
Para warga Dairi menekankan bahwa pertanian yang menjadi berkah bagi daerah mereka, yang telah memberi mereka kehidupan dan pendidikan, kini terancam oleh keberadaan PT DPM yang didukung oleh pemerintah.
Gugatan yang diajukan oleh 11 warga Dairi terhadap KLHK telah didaftarkan di PTUN Jakarta pada 14 Februari 2023. Aksi Mangandung ini bertepatan dengan sidang pembuktian ahli dari pihak penggugat dan saksi dari KLHK.
Masyarakat Dairi telah lama menolak kehadiran tambang PT DPM sejak sosialisasi dan eksplorasi pertama dilakukan pada tahun 2008.
Mereka khawatir akan terjadinya bencana jika tambang tersebut beroperasi, mengingat Kabupaten Dairi terletak di zona merah yang rawan bencana.
Meskipun demikian, pada 11 Agustus 2022, KLHK mengeluarkan Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Hal ini mengundang kekecewaan dan rasa penipuan bagi warga Dairi, yang merasa bahwa KLHK telah memanipulasi mereka dalam proses ini.
Tuntutan warga Dairi terhadap Menteri LHK Siti Nurbaya memiliki dasar yang kuat. Muh. Jamil, seorang kuasa hukum dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), menyatakan bahwa persetujuan lingkungan yang diberikan oleh Menteri LHK kepada PT DPM harus dibatalkan karena dapat membawa bencana bagi masyarakat Dairi dan Aceh Singkil.
Koalisi masyarakat sipil yang berjuang bersama warga Dairi telah mengirim surat desakan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memastikan independensi proses persidangan dan mencegah campur tangan dari KLHK dan PT DPM.
Tindakan KLHK yang tidak transparan dan manipulatif dalam memberikan persetujuan lingkungan kepada PT DPM mengindikasikan adanya pelanggaran substansi dan prosedur yang dilakukan oleh pemerintah.
Saat ini, pemerintah sedang mempertaruhkan keselamatan warga dan lingkungan demi kepentingan tambang. Masyarakat Dairi menolak tindakan negara yang tidak memperhatikan ke
berlanjutan pertanian dan kesejahteraan petani, yang seharusnya dilindungi dan didukung untuk memastikan ketersediaan pangan, bukan dengan menggantikannya dengan industri tambang.
Dalam konteks ini, masyarakat menuntut tanggung jawab negara yang lebih besar terhadap kehidupan mereka dengan mengembangkan sektor pertanian dan melindungi hak-hak petani.
Keputusan untuk memberikan izin tambang di daerah tersebut harus diperiksa secara teliti dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan lingkungan.
Warga Dairi tidak akan berhenti berjuang untuk keadilan dan keberlanjutan, dan mereka berharap keputusan yang bijaksana akan diambil demi kepentingan bersama.
Kesadaran masyarakat Dairi terhadap pentingnya keberlanjutan lingkungan dan keselamatan mereka menjadi semakin kuat. Pada 9 Juni 2023, sebuah koalisi masyarakat sipil yang solidaritas dengan perjuangan warga Dairi telah mengirimkan surat desakan kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung.
Surat tersebut berisi permintaan untuk memantau dengan cermat proses persidangan yang tengah berlangsung. Mengingat bahwa gugatan ini melibatkan lembaga negara dan korporasi besar, penting bagi keputusan yang diambil oleh majelis hakim untuk tetap independen dan tidak dipengaruhi oleh campur tangan KLHK dan PT DPM.
Tindakan manipulatif KLHK dalam penerbitan persetujuan lingkungan bagi PT DPM menunjukkan adanya pelanggaran substansi dan prosedur yang dilakukan oleh pemerintah.
Tindakan ini juga mencerminkan kegagalan negara dalam menjaga keselamatan warga dan lingkungan sebagai prioritas utama. Masyarakat Dairi menolak tindakan pemerintah yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan petani dan mengabaikan dampak yang ditimbulkan oleh industri tambang.
Sebagai masyarakat yang telah menggantungkan hidup pada pertanian turun-temurun, warga Dairi berharap agar negara bertanggung jawab dalam melindungi dan mendukung kehidupan mereka sebagai petani.
Pertanian merupakan sumber penghidupan utama mereka dan menjadi pilar penting dalam memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
Oleh karena itu, penting bagi negara untuk lebih memprioritaskan pengembangan sektor pertanian daripada mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dengan mengizinkan industri tambang.
Warga Dairi tidak akan mundur dalam perjuangan mereka untuk melawan kebijakan yang merugikan dan mempertaruhkan keberlanjutan hidup mereka.
Mereka mengajukan gugatan dan berpartisipasi dalam aksi protes sebagai langkah-langkah konkret untuk melawan ketidakadilan dan melindungi lingkungan yang menjadi warisan bagi generasi mendatang.
Dalam harapan mereka, negara akan mendengarkan seruan mereka, membatalkan izin tambang yang merugikan, dan melindungi kehidupan dan sumber daya alam yang tak ternilai di Dairi. (*Ibs)
PEWARTANUSANTARA.COM - Rumah Bolon dikenal sebagai ikon Rumah Adat dari provinsi Sumatra Utara. Rumah Bolon sendiri mempunyai banyak desain.
Suku Batak yang merupakan mayoritas penduduk asli Sumatera Utara memiliki banyak sub suku dengan bebagai karakteristik budaya yang berbeda-beda. Hal yang menjadikan Rumah Bolon mempunyai beragam desain.
Kendati mempunyai bebagai desain, terdapat karakteristik umum yang itu memberikan perbedaan dengan rumah adat di provinsi lainnya. Rumah Bolon adalah rumah panggung, yang seluruh bahan pembuatnya berasal dari alam.
Dengan tiang setinggi 1.75 meter, atap daun rumbia, lantai dari papan dan dinding berasal berasal dari anyaman bambu. Semuanya hanya diikat, sama sekali tidak mengunakan perekat seperti paku.
Awalnya rumah Bolon adalah kediaman raja Batak. Kemudian dipakai untuk rumah masyarakat Batak. Rumah adat ini terbagi menjadi beberapa ruangan.
Mulai dari ruangan untuk kepala keluarga (jabu bong), ruang anak perempuan (jabu soding), ruang untuk anak laki-tertua (jabu suhat), ruang tamu (tampar piring), ruang keluarga (Januari ronga rona) dan ruang menyimpan bahan pangan (kalong rumah).
Tak ada batasan dinding secara khusus, hanya ruang luas yang disekat oleh aturan adat.
Ciri Khas Rumah Adat Sumatera Utara Rumah Bolon
Rumah Bolon adalah salah satu rumah adat khas Sumatera Utara yang terdapat di daerah Toba, dan memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dari rumah adat lainnya di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa ciri khas dari Rumah Bolon:
Bentuk Rumah Bolon
Rumah Bolon memiliki bentuk yang berbeda dari rumah adat lainnya. Rumah Bolon memiliki atap yang tinggi dan melengkung seperti tanduk kerbau. Atap rumah ini dibuat dari ijuk, sementara dindingnya terbuat dari kayu.
Ukuran Rumah Bolon
Rumah Bolon memiliki ukuran yang besar dan luas. Ukuran rumah ini dapat mencapai 25 x 16 meter dengan ketinggian sekitar 12 meter. Ukurannya yang besar ini karena rumah ini digunakan untuk tempat tinggal keluarga yang besar dan juga sebagai tempat pertemuan adat.
Tata Letak Rumah Bolon
Rumah Bolon memiliki tata letak yang unik dan teratur. Pintu masuk rumah ini hanya terdapat satu, di sisi depan rumah. Di dalam rumah, terdapat ruang tamu atau ruang tengah yang digunakan untuk pertemuan adat dan tempat berkumpul keluarga. Di sekeliling ruang tamu terdapat kamar-kamar yang digunakan untuk tempat tidur keluarga.
Material Pembuatan Rumah Bolon
Material pembuatan Rumah Bolon berasal dari alam sekitar. Kayu yang digunakan untuk pembuatan Rumah Bolon diambil dari hutan sekitar. Atap rumah terbuat dari ijuk dan genteng yang juga berasal dari alam sekitar.
Ornamen Rumah Bolon
Rumah Bolon memiliki ornamen yang khas dan unik. Ornamen tersebut terdapat di bagian atap rumah, pintu, dan jendela. Ornamen-ornamen tersebut biasanya terbuat dari kayu dan memiliki motif-motif khas Sumatera Utara seperti motif naga, burung, dan bunga.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Rumah Bolon memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dari rumah adat lainnya. Bentuk atap yang tinggi dan melengkung serta ukuran rumah yang besar, menjadikan Rumah Bolon sebagai ikon dari kebudayaan Sumatera Utara.
Material pembuatan dan ornamen yang khas juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mengenal lebih jauh kebudayaan Sumatera Utara.
Rumah Bolon dijadikan sebagai rumah adat dari Sumatera Utara tidak lain karena keunikannya. Dari situlah kemudian menjadi sebuah ciri khas yang bisa membedakannya dengan rumah adat lainnya.
Ciri khas Rumah Bolon diantaranya ;
Bagian atap rumah adat ini bentuknya menyerupai pelana kuda yang sempit dan begitu tinggi.
Bagian dinding rumah ini pendek, tidak dilengkapi plafon, dan diberikan anyaman untuk mempercantik tampilan rumah.
Bagian pintu depan terdapat gorga (lukisan hewan) yang letaknya tepat di atas pintu.
Cicak dan kerbau menjadi gambar yang dipilih. Cicak dianggap sebagai simbul rasa persaudaraan masyarakat Batak. Sedangkan kerbau sebagai bentuk dari ucapan terima kasih.
Baca juga: Rumah Adat Sumatera Barat (Rumah Gadang)
Demikian tadi sebagai singkat pemaparan mengenai Rumah Bolon, rumah adat provinsi Sumatera Utara.
Mengenal budaya masyarakat Batak bisa dimulai dari melihat rumah adatnya. Rumah Bolon menggambarkan sejarah, karakteristik dan nilai filosofis dari suku Batak di Sumatera Utara.