Lebanon
Pewarta Nusantara, Internasional – Kantor Berita Nasional melaporkan bahwa pada Kamis (20/7), pasukan keamanan di negara Lebanon telah berhasil membongkar jaringan penyelundupan manusia yang terdiri dari tujuh warga negara Suriah dan beberapa warga negara Lebanon di wilayah El Aabde di Lebanon utara.
Sebanyak 79 warga Suriah yang telah memasuki Lebanon secara ilegal melalui jaringan tersebut berhasil ditangkap oleh pasukan keamanan. Di antara mereka, terdapat 13 penumpang yang berencana untuk melanjutkan perjalanan menuju Eropa melalui laut.
Keberhasilan dalam membongkar jaringan penyelundupan ini menunjukkan langkah serius yang diambil oleh pihak berwenang untuk mengatasi isu perdagangan manusia dan keamanan perbatasan.
Lebanon telah menjadi tempat penampungan bagi jumlah pengungsi terbesar per kapita, dengan sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah tersebar di seluruh wilayah negara tersebut. Situasi ini menimbulkan beban ekonomi yang signifikan bagi Lebanon, terutama di tengah krisis keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Oleh karena itu, negara tersebut telah mendesak masyarakat internasional untuk mendukung kepulangan yang aman bagi pengungsi Suriah ke tanah air mereka.
Baca Juga; Pemerintah Menegaskan Pentingnya Investasi Pendidikan melalui Beasiswa LPDP
Tindakan ini diharapkan dapat meringankan beban ekonomi dan memberikan kestabilan bagi negara Lebanon serta memastikan hak asasi manusia dan perlindungan terhadap pengungsi dalam perjalanan mereka menuju pulang ke tanah airnya. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Beirut – Warga Lebanon, seperti Hassan Salloum, sedang menghadapi kesulitan dalam membeli hewan kurban menjelang perayaan Idul Adha.
Harga domba yang melonjak tiga kali lipat dan pembayaran dalam dolar AS membuat domba dengan harga terjangkau hampir tidak dapat diakses oleh masyarakat dengan penghasilan rata-rata.
Aktivitas di pasar ternak pun menjadi sepi, mengganggu tradisi berbagi daging kepada yang membutuhkan yang melekat pada perayaan tersebut.
Krisis ekonomi dan keuangan yang melanda Lebanon sejak 2019 telah mengubah dinamika Idul Adha secara drastis. Dalal Yaghi, seorang ibu dari tujuh anak, mengungkapkan bahwa harga hewan kurban telah meroket dalam tiga tahun terakhir, menghambat kemampuan masyarakat untuk memenuhi tradisi tahunan mereka.
Walid Hatoum, seorang warga Lebanon lainnya, telah mengunjungi berbagai pasar ternak namun tetap tidak dapat membeli hewan kurban dengan harga yang terjangkau bagi keluarganya.
Pedagang ternak juga semakin menaikkan harga secara tidak terkendali, mempersulit situasi yang sudah sulit. Krisis keuangan yang berkepanjangan telah menjatuhkan lebih dari 80 persen populasi Lebanon ke dalam kemiskinan, dengan meningkatnya pengangguran dan devaluasi mata uang lokal.
Hal ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat, termasuk dalam memenuhi kebutuhan selama perayaan Idul Adha. Biaya makanan pun melonjak tajam, naik hingga 350 persen pada April 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Para pedagang ternak lebih memilih pembayaran dalam dolar AS, yang nilainya jauh lebih tinggi dalam pasar paralel dibandingkan dengan mata uang Lebanon.
Perayaan Idul Adha yang akan dimulai pada 28 Juni di Lebanon diwarnai dengan kesulitan ekonomi yang berkepanjangan. Masyarakat Lebanon berjuang untuk tetap mempertahankan tradisi dan membeli hewan kurban dengan harga yang terjangkau, meskipun situasi yang sulit. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Beirut – Lebanon menghadapi Krisis Sosial Ekonomi yang parah, yang memaksa lebih dari 10 persen keluarga untuk mengirim anak-anak mereka bekerja demi mencukupi kebutuhan hidup.
Bahkan, beberapa anak yang masih berusia enam tahun pun terpaksa terlibat dalam pekerjaan. Laporan yang dirilis oleh UNICEF pada Selasa (20/6/23) menyoroti dampak buruk dari krisis ini terhadap anak-anak di negara tersebut.
Edouard Beigbeder, perwakilan UNICEF di Lebanon, menyatakan bahwa krisis yang semakin parah telah menciptakan beban yang berat bagi anak-anak.
Mereka kehilangan semangat, mengalami gangguan kesehatan mental, dan melihat harapan mereka akan masa depan yang lebih baik terancam sirna. Situasi ini sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
Selain isu pekerja anak, laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa 15 persen rumah tangga di Lebanon telah menghentikan pendidikan anak-anak mereka, meningkat dari angka 10 persen pada tahun sebelumnya.
Lebih dari separuh rumah tangga juga terpaksa mengurangi pengeluaran untuk pendidikan. Kemiskinan dan ketegangan yang meningkat sangat mempengaruhi kesehatan mental anak-anak di negara tersebut, dengan hampir separuh wali mereka melaporkan bahwa anak-anak mereka merasa sangat sedih atau tertekan setiap minggu.
UNICEF dengan tegas mendesak pemerintah Lebanon untuk menginvestasikan sumber daya dalam sektor pendidikan. Langkah ini diharapkan dapat memastikan akses yang inklusif dan berkualitas terhadap pendidikan bagi semua anak, terutama mereka yang berada dalam kondisi paling rentan.
Peningkatan investasi dalam layanan-layanan penting seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial akan membantu mengurangi dampak negatif dari krisis ini, menjaga kesejahteraan anak-anak, serta berkontribusi pada pemulihan ekonomi negara.
Krisis sosial ekonomi yang melanda Lebanon telah menimbulkan konsekuensi serius bagi anak-anak, yang merupakan aset berharga bagi masa depan bangsa.
Baca juga: Kapal Selam Wisata Titanic Hilang, Pencarian Dipercepat untuk Menemukan Penumpangnya
Upaya kolaboratif dan tindakan nyata dari pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan sangat diperlukan untuk melindungi hak-hak anak, memberikan mereka akses terhadap pendidikan yang layak, serta memastikan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. (*Ibs)
Pewarta Nusantara – PBB Desak Israel dan Lebanon Menghentikan Eskalasi Ketegangan Perbatasan.
PBB mendesak Israel dan Lebanon untuk menahan diri dalam menghadapi meningkatnya ketegangan di perbatasan mereka.
Juru bicara Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL), Andrea Tenenti, menekankan pentingnya penggunaan mekanisme koordinasi untuk mencegah kesalahpahaman dan pelanggaran serta menjaga stabilitas di kawasan tersebut.
UNIFIL bertugas memastikan penghentian agresi, menjaga ketenangan, dan membantu mengurangi ketegangan di perbatasan.
Dilaporkan bahwa tentara Israel menggunakan gas air mata dalam serangan terhadap warga Lebanon yang sedang berdemonstrasi di dua desa perbatasan, Kfarchouba dan al-Arqoub, sebagai protes terhadap pekerjaan buldoser Israel di tanah mereka.
Tentara Lebanon merespons dengan mengerahkan pasukan mereka untuk mendukung protes tersebut, dan UNIFIL turut mengirimkan bantuan untuk mengatasi situasi tersebut.
Baca juga: Pasukan AS Dilaporkan Membunuh Warga Sipil di Suriah Timur Laut
Tegangan di perbatasan antara Israel dan Lebanon menjadi perhatian internasional, dan PBB berupaya untuk mencegah eskalasi lebih lanjut yang dapat membahayakan stabilitas kawasan.
Upaya koordinasi dan bantuan dari UNIFIL diharapkan dapat membantu menjaga ketenangan dan mencegah konflik lebih lanjut antara kedua negara tersebut. (*IBs)