Usulan Terbuka untuk Pak Anies
Melalui Keputusan Gubernur Nomor 1744 Tahun 2018, pulau C, D, dan G yang sempat rame kemarin-kemarin itu diganti menjadi Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju, dan Kawasan Pantai Bersama Kota Administrasi Jakarta Utara. Sebagai gubernur yang Doctor of Philosophy (Ph.D), Pak Anies juga menambahkan alasan filosofis dibalik penamaan itu.
Menurut blio, pemilihan nama-nama itu memiliki makna harapan. Jadi dengan nama pulau “Kita, Maju, Bersama” memiliki makna pulau itu milik rakyat Jakarta dan menjadi tempat aktivitas untuk mencapai kemajuan bersama. Intinya, nama itu deket dengan telinga masyarakat sekaligus membangun kebersamaan. Agar warga Jakarta bisa merasakan kemajuan kotanya. Pak Anies ingin warga melihat masa depan Ibu Kota lewat lahan-lahan reklamasi ini. Sungguh cita-cita yang luhur.
Alasan dalam pemberian nama bisa macem-macem, dan semuanya bener. Ada yang dinamai Aliformen karena blio lahir di tahun yang sama dengan pertandingan tinju legendaris antara Muhammad Ali melawan George Foreman, dan orang tua blio ngefans berat sama dua petinju itu. Pak Aliformen dosen favorit saya dulu, muda, enerjik, dan cerdas. Kabarnya sedang menempuh menyelesaikan Ph.D-nya di Ostrali sana.
Ada lagi karena lahir di hari Ahad, kemudian dinamai Ngadino. Dino dalam bahasa indonesia berarti hari. Sedangkan Ahad dilafalkan nga-ad oleh orang-orang jaman dulu, yang berarti Minggu. Dikombnasikan, jadilah Ngadino. Pak Ngadino ini guru favorit dulu waktu masih SD, semoga blio senantiasa sehat dan berbahagia. Amin..
Di kalangan artis juga lazim terjadi pilih-pilih nama baru. Muhammad Casmali Parli jadi Charlie van Houten, Edi Mulyono jadi Edi AH Iyubeni, Riyanto jadi Puthut EA eh Tukul Arwana, dan lain sebagainya. Alesannya padat, sintal, dan jelas: biar lebih catchy.
Semua alesan itu sah dan nggak ada yang salah, termasuk alesannya Pak Anies.
Tetapi di sisi lain, kita juga sama-sama tahu lah ya bahwa “maju bersama” merupakan tagline kampanye Pak Anies dan Pak Sandi pada saat nyagub tempo hari. Tapi eh tapi kan sekarang Pak Anies sedang ngejomblo mengingat calon pengganti Pak Sandi belum kunjung naik pelaminan, harusnya fakta itu perlu dipertimbangkan juga dong. Pilihan kata “kita” dan “bersama” jadi kurang relevan di sini. Ha jelas to, kan emang butuh lebih dari satu orang baru bisa menggunakan kata ganti “kita”, trus harus lebih dari satu orang juga biar bisa “bersama”. Tuh kan, terminologi “kita” dan “bersama” di situ udah keliru sejak dalam definisi. Oleh karena itu saya usul nama pulau-pulau itu diganti aja. Tiga opsi akan saya usulkan di sini:
Maju-Mundur-Syantik. Tiga kata ini juga dekat dengan rakyat, bahkan sangat dekat. Kalo nggak percaya coba tanya orang di sebelah kalian, pasti tau kok. Selain dekat dengan rakyat, Maju-Mudur-Cantik juga lebih sesuai dengan realitas sehari-hari yang kita hadapi. Lha hidup ya begitu itu, ndak mungkin kita maju terus. Kadang-kadang maju selangkah, mundur dua langkah, maju lagi empat langkah, trus mundur lagi satu langkah..namun harus tetep Syantik. Hidup itu keras, vroooh!
Jomblo-Tetap-Setrong. Meskipun kata-kata ini tidak terlalu populer, tapi secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis cucok sama kondisi Pak Anies sekarang. Cobalah tengok, dahan dan ranting, pohon di kebun basah semua doi lagi ngejomblo tanpa pasangan (wakgub), sebegitu lamanya tetapi tetap tegar dan tabah nunggu bapaknya ngasih pasangan pengganti. Setrong kan?
Tetap-Tolak-Reklamasi!. Opsi yang ini orientasinya jangka panjang. Kalian-kalian pasti paham bahwa reklamasi ini wajib ditolak. Walopun sudah dicarikan formula biar ada kontribusi rupiah ke APBD DKI secara legal, jawabannya tetap sama: no kompromi, tetap tolak, pokoknya tolaaaak! Nah, di sinilah titik krusialnya. Dengan pulau-pulau tersebut dinamakan Tetap-Tolak-Reklamasi!, pulau-pulau reklamasi itu akan menjadi monumen yang kekal sebagai pengingat bahwa Pak Anies secara konsisten dan tanpa kompromi menolak reklamasi dengan cara membuat monumen berupa pulau-pulau reklamasi untuk menolak reklamasi. Monumen itu menjadi pengingat bahwa Pak Anies memang se-konsisten itu!
Apalagi Pak Anies menambahkan bahwa melihat ke depan itu penting, karena pulau-pulau tersebut merupakan tempat yang sama sekali baru, tidak ada sejarahnya.
Eh ngomong-ngomong..tagline kampanye “maju bersama” yang salah satu materinya menolak reklamasi itu bagian dari sejarah bukan, sih..
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida