Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Pentingnya Peran Ibu Dalam Pengelolaan Hutan

Pentingnya Peran Ibu Dalam Pengelolaan Hutan

Jakarta, Pewartanusantara.com – Ibu-ibu memiliki peran signifikan dalam pengelolaan hutan dan lahan di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam webinar bertajuk Agenda Pasca Pencabutan Izin: Memperkuat Ruang Kelola bagi Perempuan Indonesia, Rabu (2/2), Director of Environmental Governance Unit The Asia Foundation (TAF) Indonesia, Lili Hasanuddin menjelaskan bahwa sekurangnya ada tiga kontribusi kelompok perempuan terhadap pengelolaan hutan.

Pertama, mereka bisa bertanggung jawab atas lestarinya lingkungan dan hutan. Kedua, mereka mampu menjaga fungsi hutan, seperti mata air. Ketiga, mereka berhasil mempelajari serta mengolah jenis-jenis tumbuhan dan mengambil keuntungan ekonomi darinya.

“Fungsi hutan terjaga di tangan ibu-ibu dan ekonomi masyarakat akan meningkat karena adanya pengayaan terhadap jenis-jenis tumbuhan di hutan, seperti salak dan karet,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Lili, ibu-ibu juga berhasil menginspirasi kelompok yang awalnya perambah menjadi turut serta melestarikan hutan.

“Ini adalah dampak yang signifikan ketika ibu-ibu diberi akses mengelola hutan,” tegasnya dalam webinar yang dimoderatori oleh Grita Anindarini.

Dalam kaitannya dengan kebijakan pencabutan izin tambang, Lili menyampaikan bahwa hal itu patut diapresiasi, namun pada sisi lain harus tetap memberikan catatan kritis.

Beberapa catatan kritis yang ia maksudkan terkait kebijakan pencabutan izin oleh pemerintah pada awal tahun 2022 tersebut belum mengakomodir suara atau pengaduan masyarakat.

“Ini terbukti dari bagaimana pencabutan izin diberikan pada perusahaan yang secara administrasi tidak memenuhi persyaratan dan tidak aktif, sementara laporan dari masyarakat tidak termasuk dalam proses pencabutan ini,” jelas Lili.

Selain itu, pencabutan izin ini melahirkan pertanyaan susulan, yakni ketika memang izin sudah dicabut, apakah hal tersebut akan diberikan kepada kelompok masyarakat untuk dikelola atau dialokasikan pada perusahaan lain.

“Ini yang belum jelas,” kata Lili, “sehingga kebijakan ini penting untuk selalu ditindaklanjuti.”

Termasuk di dalamnya adalah tentang pihak mana yang nantinya akan dibebani untuk melakukan reklamasi, mengingat lahan yang sudah dipakai tidak lagi sama dengan sebelumnya, atau dalam keadaan rusak.

Meski demikian, Lili melanjutkan, momentum pencabutan izin tetap tetap penting untuk dimanfaatkan, yaitu dengan cara melakukan pengajuan izin kelola dari kelompok masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial (Perhutsos).

“ini adalah momentum bagi kita semua, bagi ibu-ibu yang lain untuk mencoba mengajukan izin melalui Perhutsos,” tandasnya dalam diskusi yang dibuka langsung oleh Sandra Hamid, Country Representative TAF Indonesiatersebut.

Di atas semuanya, Lili menyampaikan, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana memastikan keterlibatan ibu-ibu dalam pengelolaan hutan dan lahan ini menjadi lebih kongkrit.

“Seperti yang disampaikan Pak Wamen tadi, peran kelompok perempuan dalam reforma agraria harus dikongkritkan. Beliau pun mengundang kita untuk mengkongkritkan ini dalam diskusi-diskusi lanjutan,” terangnya.

Di penghujung catatannya, Lili menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra sebagai pembicara utama, panitia, para narasumber, penanggap, dan para peserta yang telah hadir dan berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan Webinar.

Penulis:

Editor: Erniyati Khalida

328