Pandangan NU Dan Muhammadiyah Tentang Larangan Bercadar Di UIN Sunan Kalijaga
PEWARTANUSANTARA.COM - Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta melarang mahasiswinya mengenakan cadar di lingkungan kampus. Menyikapi hal tersebut, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mempunyai pandangan yang berbeda.
Azman Latif, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY menilai pelarangan cadar di kampus merupakan keputusan yang kurang bijak. Karena, penggunaan cadar tidak ada hubungannya dengan bibit radikalisme, cadar merupakan refleksi keyakinan atas ajaran agama yang dipahaminya. “Cadar itu kan hanya simbol,” ujar Azman.
Menurut Azman, larangan mengenakan cadar tak menjamin bisa menghilangkan radikalisme.Justru upaya yang lebih efektif adalah dengan memberikan pengertian kepada mahasiswi terkait penggunaan cadar, bukan dengan membatasi pakaian yang ingin mereka kenakan. Terlebih pilihan untuk mengenakan cadar tak bisa dikaitkan langsung dengan tingkat pemahaman seseorang dalam menjalankan ajaran agamanya. “Kan bisa saja di dalam kampus cadar dilepas, di luar dipakai lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Nizar Ali, Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY, tak mempersoalkan kebijakan tersebut. Sebab, kampus mempunyai otonomi sebagai perguruan tinggi yang dilindungi undang-undang, sehingga boleh saja mengeluarkan kebijakan terkait larangan mengenakan cadar untuk mahasiswinya.
Menurut Nizar, pelarangan menggunakan cadar dalam kampus itu merupakan hasil ijma’ (kesepakatan menetapkan suatu hukum dalam agama berdasarkan Al-Quran dan hadis) di lingkup senat universitas.
“Pelarangan cadar itu sudah sesuai dengan visi-misi kampus itu yang mengajarkan Islam moderat,” kata Nizar.
Dasar kebijakan ini adalah surat yang ditandatangani Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, tertanggal 20 Februari 2018. Keputusan ini muncul setelah beredarnya foto mahasiswi bercadar yang mengibarkan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dimana HTI merupakan organisasi Islam yang telah dibubarkan pemerintah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Adapun, hingga akhir Februari 2018, kampus mendata terdapat 41 mahasiswi yang mengenakan cadar. Yudian menyatakan, pihak kampus sudah membentuk tim untuk membina mereka, yang nantinya akan diadakan tujuh tahapan pembinaan.
“Jika sudah dibina melalui tujuh tahapan itu namun tetap menggunakan cadar, mereka dipersilakan keluar dari UIN Sunan Kalijaga,” tegas Yudian.
Disamping itu, Muhammad Nasir, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi meminta agar pihak universitas tak mengganggu hak mahasiswinya mengenakan cadar. Karena, mengenakan cadar adalah hak setiap orang.
"Itu kan hak orang, jangan sampai diganggu gugat, yang penting itu saja. Dia mau jilbab, mau ini, silakan, itu hak orang," ujarnya.
Walaupun demikian, Kementerian tidak mengeluarkan keputusan apa pun terkait dengan kebijakan UIN Sunan Kalijaga lantaran melarang mahasiswinya mengenakan cadar, sebab itu adalah kebijakan rektorat. "Saya serahkan rektor mengurus hal seperti itu," ujarnya.
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida