Jika ditarik kebelakang berdasarkan historitas kronologis sejarah yang telah diakui oleh para sejarawan dan telah di bingkai resmi menjadi sejarah ke-Indonesiaan, dikatakan bahwa daerah Lamongan bagian selatan berkaitan erat dengan historis napak tilas Prabu Airlangga, meskipun sebenarnya kerajaan besar jawa timur lain seperti Majapahit dan Singosari juga wilayah kekuasaannya meliputi daerah-daerah pesisir Jawa Timur tak terkecuali Lamongan Selatan. Akan tetapi Jika dilihat dari warisan berbagai kerajaan tersebut, Napak Tilas Prabu Airlangga mempunyai urgensi historitas tersendiri terhadap berbagai daerah di Lamongan Selatan, hal ini dikarenakan banyaknya napak tilas yang tersebar di Lamongan selatan berkenaan dengan perjuangan Prabu Airlangga mendirikan dan memperjuangkan estafet mandataris Kerajaan Medang (mataram lama) dirian Prabu Sanjaya (752 M), yang hancur lebur pada masa Dharmawangsa Teguh (1006 M) efek serangan Raja Wurawari dari Pasukan Lwaram (cepu: sekarang) dengan aliansi Kerajaan Budha Sriwijaya.
Dalam catatan yang terangkum pada sejarah Ke-Indonesiaan dikatakan bahwa peristiwa hancur luluhnya Kerajaan Medang tersebut dikenal dengan nama “Mahapralaya” yang menewaskan hampir tokoh-tokoh ternama Kerajaan Medang termasuk Raja Dharmawangsa Teguh dan istri Airlangga muda sendiri. Sedangkan Airlangga muda berhasil lolos dari tragedi maut atas bantuan dari pengasuhnya Mpu Narotama. Bersama sedikit pengikutnya yang berhasil lolos dari tragedy pralaya, Prabu Airlangga menjelajah daerah Jawa Timur bagian utara (+ Jombang, Mojokerto, Lamongan, Pasuruan, dan sekitarnya), konon Sendang Made di Kudu Jombang merupakan salah satu tempat pertapaan dalam proses pelarian Prabu Airlangga. Melalui pertapaan disitulah konon Prabu Airlangga mendapat wangsit untuk meneruskan perjuangan keraajaan Medang (Mataram lama) hingga berhasilnya mendirikan kerajaan Kahuripan dengan Prabu Airlangga sendiri sebagai raja pertamanya.
Pada masa-masa awal pemerintahannya, kerajaan Kahuripan kerap berpindah pusat pemerintahannya guna melindungi diri dari serangan musuh yang terbilang kuat apalagi Kerajaan Sriwijaya meruapakan ancaman nyata, karena saat itu posisi Kerajaan Kahuripan masih terbilang lemah dukungan. Alasan ini pula yang juga menyebabkan Raja Airlangga memutuskan untuk berpindah-pindah ibukota guna sekaligus berusaha mengambil hati dan dukungan daerah baru yang ditempati. Banyak versi sejarah tentang daerah mana saja yang pernah dijadikan Ibukota pemerintahan Kahuripan, beberapa pengamat sejarah menyebut daerah sekitar lereng gunung penanggungan bagian utara (Ngoro, Mojokerto) merupakan ibukota keraton awal (Wwtan Mas) dalam awal tonggak perjuangan Kerajaan Kahuripan Airlangga, anggapan ini merujuk pada fakta peninggalan deretan candi di kaki gunung penanggungan beserta kolam pemandian Jalatunda yang disebut sebagai warisan Kerajaan Kahuripan Airlangga.
Namun dalam versi anggapan sejarah lain justru dikatakan bahwa Raja Airlangga justru memulai berpindah-pindah Ibu kota pemerintahan Kahuripan ke daerah utara (Lamongan), hal ini dikuatkan dengan ditemukannya berbagai peninggalan kuno kerajaan kahuripan di daerah Lamongan bagian selatan seperti berbagai prasasti (Pamwatan, Cani, Pataan, Pucangan, dan lain sebagainya) hingga terakhir ditemukannya bangunan candi besar yang tertimbun tanah di persawahan Dusun Montor Desa Pataan Kecamatan Sambeng. Dugaan ini dikuatkan pula dengan adanya sebuah daerah di Lamongan Selatan bernama Dusun Wotan (Desa Slaharwotan, Kecamatan Ngimbang) yang digadang-gadang sebagai Wwtan mas yang merupakan pusat ibukota keraton pertama Kerajaan Kahuripan Airlangga, apalagi disekitar daerah tersebut terdapat sebuah prasasti bercorak hindu yang diindikasi ada kaitannya dengan Wwtan Mas Kahuripan, meski sebenarnya anggapan tersebut belum teruji jelas kebenarannya karena tak ada tindak lanjut penelitian berbasis sejarah dan arkeolog seputar sepak terjang Pemerintahan Raja Airlangga di Lamongan bagian selatan.
Prasasti Pamwatan dan Prasasti Lain Sebagai Penguat
Salah satu peninggalan Airlangga di Lamongan selatan tiada lain adalah prasasti Pamwatan (Sekitar: 965 Saka/ 1043 M/ Sejarawan LC Damais: 10 November 1042) yang ditemukan di Desa Pamotan Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan. Akan tetapi sangat disayangkan sekitar awal 2000-an pasca semakin terkenalnya Prasasti Pamwatan sebagai warisan Airlangga, prasasti tersebut hilang dicuri oleh pihak yang tak bertanggungjawab dan hanya menyisahkan bekas alas tempat dudukan prasasti (Yoni). Minimnya kepedulian dan pengamanan dari masyarakat setempat menjadi salah satu penyebab utama raibnya prasasti legendaris Raja Airlangga tersebut. Dikatakan legendaris sebab prasasti yang berbahasa Jawa Kuno tersebut memuat pemaparan tentang ibukota keraton baru Kerajaan Kahuripan Airlangga yang melalui prasasti tersebut diperkirakan adalah daerah yang disebut Dahanapura (Daha), dengan kata lain prasasti Pamwatan sedikit banyak berkaitan erat dengan peristiwa menjelang turun tahtanya Raja Airlangga, namun tak ketahui jelas tentang dimanakah letak daerah yang disebut Dahanapura (Daha) tersebut, karena tulisan bagian bawah prasasti Pamwatan tidak nampak jelas, beberapa kalangan menganggap bahwa daerah yang disebut Dahanapura (Daha) adalah Pamotan sendiri, adapula pihak yang mengaitkan dengan daerah “Daha” di Kediri, mengacu pada realita bahwa Raja Airlangga menjelang turun tahta membagi kerajaannya menjadi dua kerajaan; Jenggala dan Panjalu (Kadiri).
Selain prasasti Pamwatan, ditemukan pula prasasti warisan Airlangga lain sebagai penguat napak tilas di Lamongan selatan yang juga banyak disinggung pemerhati sejarah, seperti Prasasti Cani (943 Saka /1021 M) yang berisikan tentang penganugerahan gelar “Sima” kepada penduduk daerah Cani (Candisari) yang membantu dan mengabdi pada Raja Airangga melindungi benteng kekuasaan wilayah kerajaan bagian barat. Prasasti ini kini disimpan di museum nasional Jakarta dan hanya menyisahkan bekas lahan temuan yang kini diberi papan tanda petunjuk berisikan catatan seputar isi prasasti. Selain Cane warga daerah Pataan juga pernah diberi gelar “sima” oleh Raja Airlangga atas kesediaanya menerima kehadiran Raja Airlangga dan pengikutnya yang mengusi dari keraton Wwtan Mas akhibat serangan pasukan Wurawari. Peristiwa ini dicatat dalam prasasti Patakan (1042 M) yang kini juga disimpan di Museum Nasional Jakarta, prasasti ini juga merujuk pada sebuah bangunan suci persembahan Raja Airlangga pada pemuka agama setempat bernama Sang Hyang Patahunan yang kabar terakhir kerap dikait-kaitkan dengan ditemukannya bangunan seperti candi di persawahan Dusun Montor Desa Pataan Kecamatan Sambeng.
Jejak Raja Airlangga di Lamongan selatan semakin diperkuat dengan ditemukannya Prasasti Pucangan di lereng gunung penanggungan pada masa pendudukan Gubernur Raffles asal Inggris di Nusantara sehingga prasasti tersebut kini disimpan di Museum Calluta India, kala itu India juga merupakan pusat jajahan dari kerajaan Inggris. Adapun yang disinggung dalam prasasti ini salah satunya adalah tentang pemaparan adanya pertapaan di daerah Pucangan (Ngusikan Jombang) yang diindikasi merupakan tempat “uzlah” Raja Airlangga pasca turun tahta dan pembagian wilayah. Hal ini dikuatkan pula dengan ditemukannya makam petilasan putrid pertama Raja Airlangga Sanggramawijaya Tunggadewi atau dikenal dengan Dewi Kili Sucididaerah Pucangan (Gunung Pucangan) yang konon menolak pemberian tahta dari ayahanda dan justru memilih untuk menjadi petapa untuk menjauhi kepentingan duniawi. Selain petilasan Dewi Kili Suci di Gunung Pucangan juga didapati petilsan beberapa pengikut setia Dewi Kili Suci yang salah satunya adalah tokoh pemuda berjuluk “Maling Cluring”, karena kebiasaannya mencuri harta kaum bangsawan yang tamak dan membagikan harta tersebut pada kalangan yang membutuhkan. Empat prasasti Airlangga diatas merupakan prasasti utama yang kerap disinggung para sejarawan berkenaan dengan napak tilas Kerajaan Kahuripan Raja Airlangga di Lamongan Selatan Sebenarnya masih banyak lagi temuan prasasti di Lamongan Selatan yang kerap dikaitkan beragai pihak dengan Airlangga namun jarang disinggung para sejarawan karena minimnya penelitian, seperti; Prasasti Sumbersari I dan II, Prasasti Lawan, Prasasti Nogojatisari, Prasasti Garung, Prasasti Wotan, Prasasti Sendangrejo, dan lain sebagainya.
Sumber : Wikipedia dan Pengamatan Langsung di Situs-Situs Sambeng-Ngimbang Lamongan
Pagi ini langit terlihat cerah, biru pekat bernoda bintang-bintang yang enggan memejamkan sinarnya. awan putih selembut kapas tampak di atas perbukitan sisi selatan belakang rumahku, di mana angin perlahan menyapunya ke arah Utara. Aku tak pernah bosan melihat semesta yang begitu cantik di setiap pagi bulan Agustus.
Tanah yang kuinjak ini terasa masih dingin dan basah berembun. Entah apa yang membuatku keluar rumah, berjalan tanpa alas kaki, Menginjak tanah yang membelah rerumputan menjadi jalan menuju tepi danau. Di tengah perjalanan sempat terdiam sejenak, berfikir, kemudian menengok ke belakang dan melihat rumah dari kejauhan. Dari situ aku mulai sadar, bahwa ada satu hal penting yang terlupakan “untuk apa aku kesini? Apa yang sedang aku lakukan?” Monolog bodoh pun aku mainkan. Yah, Aku lupa tujuan keluar rumah.
Di tengah kelupaan tentang tujuan-pun sempat mencoba mengingat kembali “aku?” “hwwh nama…nama” “siapa namaku?”. Ini jelas pertanyaan yang begitu bodoh, karena lupa dengan namake sendiri. Entah apa yang dipikirkan aku justru terpancing untuk menjawabnya dari perspektif yang lebih substansial. Tentu saja otak yang tidak berdaya ini semakin terintimidasi.
Diriku yang seolah dalam kondisi setengah hidup-pun semakin redup bersama pagi yang enggan memanggil matahari. Betapa tidak, sekarang benar-benar tidak tahu dan tidak bisa menjawab semua itu, bahkan nama sendiri pun tidak ingat. Ada apa dengan pagi ini, selimut indah alam inikah yang membuat sebagian memori dalam otakku tertutup? Sambil menoleh kekanan dan kiri, tak ada seorangpun dsekitar, hanya suara jangkrik beradu dengan gemericik air danau yang terlipat angin.
Dalam kebungungan, aku termenung beberapa saat untuk memikirkan dua pertanyaan itu, semakin dalam mengingatnya semakin sukar untuk mendapatkan jawabannya. Aku tidak lagi peduli dengan pertanyaan “siapa namaku?”, sekarang yang membuatku sangat kesal adalah karena tidak dapat mengingat tujuan keluar rumah, karena tenagaku menjadi sia-sia.
Di tengah kebingungan yang rumit, tanpa sengaja pandanganku tertuju pada warna merah yang berada di tepi jalan menuju danau di antara rumput hijau yang menari tertiup angin. “benda ini bukan benda baru, bukan juga benda yang tak pernah ku lihat tapi ribuan bahkan jutaan kali atau lebih, dan juga benda ini pernah begitu berarti dalam hidupku, tapi apa ini?”
Kegoblogkan pun terulang, kelupaanku benar-benar menjadi benang kusut melilit dalam rumitnya pertanyaan yang belum terjawab. Menyimpulkan bentuk dari warna merah yang kulihat-pun tak bisa. Semakin lama menatap semakin enggan ku palingkan, aku terhipnotis benda ini, tertantang untuk menyebutkan siapa dirinya.
Ku dekati ia dan ku tatap lebih dekat lagi, dari benda ini aroma harum yang terbawa bersama dengan angin pagi tercium dan menyadarkanku bahwa yang kulihat ini adalah mawar merah ditengah tumbuhan hijau yang terhampar. “Iya benar, ini adalah mawar merah”, kataku dalam hati meyakinkan pandangan kosong pada sicantik yang merona.
Penglihatan ku tidaklah kabur, mata yang tertuju pada seonggok warna merah ini pun sangat jelas bahkan mampu merinci bentuk dan lekukannya. Namun entah kenapa mataku tidak dapat mentransfer hasil pandangannya menjadi satu kesimpulan bahwa yang ia lihat adalah bunga bernama mawar.
“Tentu saja kamu adalah mawar. bagai mana mungkin aku tidak mengenalimu.” Sapaku dengan senyuman pada si merah cantik nan anggun.
Mawarlah yang selalu memberikan senyuman dari luar jendela kamar setiap pagi, mawarlah tumbuhan yang ku tanam di sudut terbaik halaman rumah, mawarlah yang mengingatkan ku pada sosok cantik putri dan mawarlah yang suatu saat harus aku berikan pada Putri agar ia tau dan merasakan betapa harum kasih sayangku padanya. “Ingatkan aku lagi jika dirimu mulai terlupakan”.
Misteri warna merah ditengah perjalanan menuju danau berhasil kutemukan jawabannya. Adalah mawar merah yang kembali mengajak pikiranku memeluk segala imajinasi tentang Putri sijelita anggun pujaanku. Orang-orang menyebut Putri kembang desa, tapi aku meng-imani lebih dari itu. Bagiku, kecantikan Putri tak terbatas teritori bahkan waktu, baik dulu, kini dan esok Putri adalah kembang semesta di hatiku. Aku tidak mungkin melupakan Putri dan mawar-lah yang pagi ini mengingatkanku untuk tidak melupakannya.
Berbincang dengan mawar membuatku nyaman, kekusutan pikiranku terurai bersama harum mawar dan imajinasi tentang Putri. Kini semburat matahari dari timur benar-benar nyata membawa cahaya menyinari embun yang masih dingin dan riak air danau menjadi kerlip sinar kecil disetiap titik. Begitu juga dengan otakku yang sedari tadi entah apa yang dilakukannya, membeku tak satupun pertanyaan bodoh bisa ia jawab, sampai aroma mawar memaki hidungku dengan keharuman-nya yang khas, barulah kerlip cahaya terpantul di otakku pada ingatan tentang mawar dan wajah cantik Putri.
Aku petik mawar itu, kubawa bersama dengan kenangan tentang Putri menuju tepi danau, agar manisnya kerinduan tak berhenti sampai di sini. Sesampainya ditepi danau pandanganku tertuju pada sampan yang melaju pelan dari arah timur kebarat. Tak perlu meminta otakku bekerja untuk menyimpulkan bahwa gadis cantik di atas sampan adalah putri binti kasturi. Sekarang semuanya menjadi terang. Aku ingat, setiap Minggu pagi kamu pergi kerumah pak kyai untuk mengaji, dan Minggu kemarin aku disuruh menjala udang oleh ayahku sehingga aku berpapasan sampan bahkan sempat menyerempet sisi kiri sampanmu, sehingga kamu memanggilku “kupret!” aku tidak mau menjawab panggilanmu, karena kasih sayangku bukan cangkokan, aku tidak mau cinta kita prematur, biarkan semesta yang menuntun takdir kita, biarkan langit yang menyirami benih cinta kita dengan hujan kerinduan, meskipun aku yakin dengan lebih dulu memanggilku kamu sangat ingin berbincang bersama cinta dan kerinduanku.
Sampan berjarak seratus meter itu begitu pelan, seolah menunggu mataku benar-benar puas memandang-nya. Atau waktu yang memang melambat, mempersilahkan kerinduanku tertuang pada pemiliknya. Bukan sampan kecil yang ku perhatikan, tapi wajah yang sedikit tertutup kerudung merah panjang. Barkali-kali ia selipkan kerudungnya dibelakang telinga kiri. Betapa ia ingin mendengarku memanggil namanya.
Bukan tidak mau memanggil namanya, aku tidak mau merusak selimut indah semesta karena teriakanku. Kuhirup dalam-dalam aroma mawar di tangan hingga menyatu dengan nafas, barulah aku titipkan panggilan kepadanya bersama aroma harum mawar merah. Sekarang aku hanya berharap angin berada di pihaku, menyampaikan dengan lembut panggilan kerinduanku dari jarak seratus meter.
PAHLAWAN TANPA NYATA
Kehidupan adalah sebuah pilihan, dimana seseorang bisa menentukan takdir ditangannya dengan melihat, mempertimbangkan dan memutuskan yang terbaik untuk masa depannya. Dalam pilihan ada tantangan dan rintangan, sehingga string motivation dari luar sangat diperlukan untuk memperkuat keputusannya.
Pengetahuan merupakan pondasi menganalisis meminimalisir kesalalahan yang akan diperbuat manusia. Dan pengetahuan yang cukup adalah dalang utama penentuan takdir. Di era moderniasi, akses pengetahuan dimudahkan oleh teknologi, sehingga keterampilan manusia menjadi peranan utama kejahatan dunia. Kejahatan tidak terlepas dengan nilai budaya manusia oleh karenanya perjuangan membela jati diri bangsa adalah gerakan utama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia gerakan adalah perbuatan atau keadaan bergerak, sedangkan gerakan sosial adalah tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga-lembaga masyarakat yang ada.
Pada tahun 2016 di Indonesia muncul gerakan social yang berdiri untuk memberikan pengetahuan kebhinekaan Indonesia dengan menuliskan berbagai artikel tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia yang bernama “pewartanusatara.com”. sebuah blog yang peduli terhadap generasi muda penerus bangsa Indonesia. (lihat : http:pewartanusantara.com) Generasi muda merupakan tabungan, karena maju atau mundur suatu bangsa ada di tangan pemuda. Seperti perjuangan para pahlawan kita yang gugur di medan perang untuk kemerdekaan Indonesia yang sejatinya berperang untuk generasi muda.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia terlahir menjadi Negara merdeka, kemerdekaan direbut oleh pahlawan yang setia mengorbankan jiwa dan raganya untuk Indonesia. merdeka berarti bebas dari kolonialis dan imperialis, sehingga benih-benih yang akan menimbulkan malapetaka harus dimusnahkan. Peristiwa pemusnahan terjadi pada 10 November 1945 di Hotel Yamako Surabaya.
Peristiwa heroic penurunan bendera Belanda dari atas gedung Yamako merupakan bentuk cinta masyarakat terhadap tanah air Indonesia. Sifat nasionalisme dan patriotisme mengalir dalam peristiwa tersebut. Saluran cinta yang mendarah daging (internalized) salah satu unsur untuk mencapai sebuah kekuasaan. (Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”. Hal. 233). Menurut Talcott Parsons kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu system organisasi kolektif. (Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Hal. 63)
Kewajiban yang mengikat pada masyarakat yang berjuang itu karena darah, dan untuk perjuangannya selalu dikenang dan diamalkan oleh pemuda, Indonesia memperingatinya dalam moment ‘Hari Pahlawan’ yang jatuh pada setiap 10 November. Pengamalan karakter bangsa yang tidak putus atas jasa pahlawan, pewartanusantara.com hadir di tengah-tengah rakyat untuk berjuang mempertahankan ikatan darah sebagai anak Indonesia yang ingin melanjutkan perjuangan untuk pembangunan Indonesia walapun tanpa wujud yang nyata, karena pewarta adalah pahlawan tanpa nyata.
#AnniversaryPewarta
#Lombamenulis
#contest
Tepat menjelang senja menyapa, petang malam beriringan rembulan belum tampak juga. Pula disudut kedai kopi lesehan tampak tujuh sekawan yang tak asing lagi di dunia pewayangan, empat punakawan; Kyai Semar dengan ketiga murid terpercaya; Ki Bagong, Ki Petruk, dan Ki Nala Gareng, sedang tiga lainnya adalah bangsa wanara kiskenda; Hanoman si tetua kera, resi sugriwa, dan Anggada. Ketujuh tokoh besar tersebut berkumpul dalam satu majlis dalam rangka hari jadi Pewarta Nusantara Pertama, guna membincang dan berdialek mesra tentang penyikapan wacana prahara pralaya di Nusantara Hastina.
Sang mahaguru Semar mengawali dialog, “Salam atas kalian semua semoga senantiasa mendapat rahmat dan keberkahan dari Sang Hyang tertunggal. Selamat sore para tokoh-tokoh gila yang rela mencurahkan pemikirannya demi satu bangsa dan negara tanpa pembeda. Saya sebagai moderator akan memimpin jalannya sidang komisi ini, meskipun nyatanya sidang ini tak seperti sidang-sidang para pejabat dewan wakil rakyat di istana yang penuh gemerlap permadi permadani. Tapi toh bukan menjadi masalah karena kita memang telah terbiasa berdialek di alas lesehan dengan camilan ringan pasaran rakyat. Lalu yang tak kalah penting silakan di sruput kopinya”.
Nampaknya hanya hanoman yang tak meneguk kopi hitam didepannya, wajar saja karena memang dirinya hanya doyan air putih sesuai dengan fitrah dirinya si kera putih. Tiba-tiba Anggada menyahut pembicaraan dengan lantang, “Maaf, Bukankah kita bertiga bangsa wanara, mengapa kita harus diikutkan menanggung derita prahara di hastinapura ?”
“Anggada, bukankah Sang Hyang Tunggal menciptakan mahluk dengan satu kesatuan laksana simpulan tali berbentuk bulatan lingkaran yang kedua ujungnya saling terikat erat satu sama lain ?, Lalu bukankah bangsa kiskenda sejak kala juga telah ikrar dibawah Nusantara Ayodya yang bermetamorfsis menjadi Hastina ?, Lantas apa alasan untuk tidak berkontribusi pada negara kesatuan ini ?” Kata Sugriwa menayahut perkataan dari sepupunya sendiri.
Alhasil putra resi sakti Subali tersebut terdiam usai mendengar pamannya Resi Sugriwa. Disisi lain Ki Bagong dengan nada ceplas-ceplos, “Sudah hentikan perdebatan ini, Anggada jika engkau tidak berkenan untuk ikut persidangan maka Walk Out saja sana, toh engkau sudah mendapati keinginanmu yaitu kopi gratis kan”
Ketegangan suasana tercairkan gegara candaan dari Bagong, wajar karena memang Bagong dikenal mempunyai nuansa selera humor yang kerap mampu mengocok perut pendengar, apalagi dengan fisik gendutnya semakin menambah humoritas Bagong, karena memang Bagong tercipta dari bayangan gurunya- Kyai Lurah Smarasanta titisan Cahya Batara Ismaya. Sebab itu pula Bagong kerap menjadi yang terdepan dari dua punokawan lainnya (Ki Petruk dan Ki Gareng) dalam mendapatkan kepercayaan dari Gurunya Kyai Semar. Ketiganya juga kerap berlomba-lomba menujukkan abdinya pada Kyai Semar seperti saat berlomba-lomba merapikan sandal sang guru tartkala bersembahyang atau ketika membantu menyiapkan hidangan kopi panas dalam pertemuan.
Kembali ke persidangan komisi tujuh wayang, kembali Kyai Semar beropini tentang cakrawala pengetahuannya menyikapi fenomena, “ Semua khalayak mengetahui bahwa Jimat Jamus Kalimasada merupakan senjata yang tak terkalahkan dan popular di kalangan para tetua, rara-raja, hingga ksatria se jagat lil alamin. Barangsiapa yang memiliki Kalimasada maka dia akan menjadi seorang raja, inilah rahasia dibalik kekuatan Kalimasada yang kerap membuat para tetua dan ksatria sakti mandraguna mencoba mengkudeta Prabu Puntadewa dari kasta istana demi merebut Jamus Kalimasada. Sebelum akhirnya mustika ini pernah raip dicuri oleh Dewi Ning Mustakaweni dari kerajaan Imantaka dan direbut oleh Raja Welgeduwelbeh melalui siasat guraunya, bukankah demikian Ki Petruk ?”. Celoteh Kyai Semar menoleh kehadapan putra angkat sekaligus abdiya Ki Petruk.
Memang dulu Petruk pernah menjadi seorang raja Lojitengara pasca berhasil memanfaatkan kekacauan perebutan Kalimasada di negeri Imantaka dan mengambil secara Siri Kalimasada milik Prabu Puntadewa, Alhasil ia pun menjadi seorang raja Lojitengara dengan julukan Prabu Welgeduwelbeh sebelum akhirnya dikudeta tanpa darah oleh saudara seperguruan Ki Lurah Bagong hingga pada akhirnya pusaka Jamus Kalimasada dipulangkan kembali ke Prabu Puntadewa sang pemilik asli jimat sakti tersebut.
“Hahaha, dasar raja Welgeduwelbeh hobinya selalu mencuri barang hasil curian berdalih menegakkan keadilan, meski nyatanya ia menikmati barang haram bukan haknya itu pula”. Ungkap Ki Petruk membincang dirinya sendiri.
“Efeknya tahta yang diraihnya diambil lagi oleh Sang Hyang Maha Tunggal karena memang media Kalimasada yang ia gunakan bukanlah haknya alias berstempel curian”. Sahut Ki Bagong menyindir Ki Petruk, yang sebenarnya ia merupakan tokoh utama yang membuka kedok Ki Petruk dari singgasana Lojitengara kala.
“Sudah-sudah, kembali ke pembahasan utama. Kalian tahu mengapa para tetua negara Imantaka atau bahkan Prabu Welgeduwelbeh yang luhur bertahta tak lama tak seperti Prabu Puntadewa, walaupun mereka telah memiliki mustika Jamus Kalimasada yang memiliki keistimewaan bahwa penjaga mustika tersebut akan menjadi seorang raja atas sebuah tahta ?” Papar Kyai Smarasanta.
Semua tokoh pewayangan yang hadir di persidangan tersebut geleng-geleng kepala, termasuk Ki Petruk dengan wajah memerah efek sindiran bertubi-tubi dari Punakawan lainnya.
Kyai Lurah Semar kembali berwejang panjang; “Sebenarnya ada tiga pihak yang mengetahui rahasia Prabu Puntadewa terkait kesuksesannya memerintah Nusantara hingga ia mokhsa, meski ia telah kehilangan mustika Kalimasada yang telah dicuri oleh Ning Mustakaweni. Hal ini karena darma Kalimasada telah merasuk dalam qolbu Puntadewa, selain itu Prabu Puntadewa juga mempunyai mustika sakral sebagai penyempurna Kalimasada, selain Sang Prabu hanya daku dan Resi Kresna yang mengetahui rahasia ini, karena memang kita berdua merupakan dewan pertimbanan presiden Hastina dimasa kepemimpinan Prabu Puntadewa. Mustika tersebut bernama “Garda Panca Sirah” yang mempuyai keistimewaan sebagai pelengkap Kalimasada. Barang siapa yang mempunyai dua mustika sakti tersebut ; Kalimasada dan Garda Panca Sirah dan mengamalkan amalan darma dari mustika tersebut maka ia akan menjadi titisan Sang Hyang Tunggal sebagai Khalifah Fil Ardh. Raden Prabu Puntadewa contohnya, beliau menjadi pemimpin yang luhur dan senantiasa dihormati rakyatnya hingga mokhsa di masa senja. Sedang Raja Welgeduwelbeh meskipun ia juga punya pondasil luhur tapi ia tidak cukup mumpuni mengamalkan darma Kalimasada, karena jimat mustika tersebut didapat tanpa restu pemilik aslinya, selain alasan bahwa ia juga tidak memiliki Mustika Garda Panca Sirah. Selain itu agar khasiat mustika Garda Panca Sirah keluar ketajiannya maka pemiliknya terlebih dahulu harus tirakat mengamalkan Panca Dharma sebagai syarat mutlak agar keistimewaan mustika tersebut keluar, ini letak kesulitan dari Garda Panca Sirah yang bukan hanya sebagai pusaka individu atau pun pusaka kemanusiaan melainkan juga berposisi sebagai pusaka kenegaraan.”
“Setelah wafatnya Prabu Puntadewa mustika tersebut raip entah kemana, menyisahkan Jimat Kalimasada yang juga tak lagi bertaji, imbas jimat tersebut hanya dipandang secara fisik saja tanpa darma pengamalan tersirat dari jimat jamus kalimasada. Tak adanya Garda Panca Sirah juga semakin membuat tuah Kalimasada semakin tak bertaji laksana pisau berkarat tanpa media asahan. Selain itu untuk menekan gejolak kemanusiaan hastina akhibat efek negatif senjata globalisasi yang sudah menjamur maka kita membutuhkan mustika Garda Panca Sirah sebagai penyempurna jamus Kalimasada”
“Lantas bagaimana kita harus menemukan mustika Garda Panca Sirah wahai Maha Guru Smarasanta ?, tanya Hanoman dengan penuh keseriusan.
“Browsing saja di Search Engine Google Hanoman Si Wanara Putih !!!”, Sahut Ki Gareng dengan menyodorkan tablet miliknya kearah Hanoman.
Disisi lain Kyai Semar tertawa ketika mengetahui bahwa Ki Gareng gagal menemukan dimana Mustika Garda Panca Sirah berada meski dirinya telah menggunakan berbagai aplikasi mulai Hostpot Shild hingga menjelajah Deep Net, namun dirinya tetap tak menemukan petunjuk dimana Mustika Garda Panaca Sirah itu berada. “Hahahaha, Gareng muridku engkau mencari di situs mana saja tentu engkau pasti tak akan menemukan petunjuk dimana Garda Panca Sirah berada, karena memang mustika itu bukan mustika biasa yang dapat digapai dengan cara instan melainkan tentu membutuhkan sebuah tahapan proses keseriusan dalam pencarian.”
“Menurut hipotesis penelitian disertasiku terkait mustika Garda Panca Sirah bahwasahnya daku hanya menemukan pemaparan bahwa burung Garuda-lah yang mengetahui dimana Prabu Puntadewa menyimpan mustika kenegaraan tersebut, hipotesis ini dikuatkan dengan fakta bahwa burung Garuda dijadikan maskot kenegaraan hastina”. Papar Kyai Semar sekali lagi.
“Garuda yah, sekali lagi Garuda menjadi pahlawan utama cerita karmapala. Dulu Garuda yang memberikan sandi pada Prabu Sri Rama tentang peristiwa penculikan Ayunda Dewi Sinta oleh Rahwana si Angkara murka. Garuda pula yang membantu pasukan aliansi Kiskenda – Ayodya dari serangan ular berbisa dari panah sakti Naga Saka kepunyaa Prabu Indrajit. Pantas jika Garuda mendapat amanat kepercayaan Prabu Puntadewa sebagai kunci utama mendapatkan informasi dimana mustika Garda Panca Sira berada.” Kata Wanara tua Resi Sugriwa yang memang merupakan salah satu ksatria yang pernah mengenal dekat dengan salah satu dari Garuda bernama Jatayu yang mokhsa akhibat bertempur melawan prabu Rahwana kala.
“Sidang para pewayangan ditutup dengan sebuah naskah baru “mencari garuda”, guna mencari kejelasan dimana mustika Garda Panca Sirah berada. Mustika kenegaraan yang diharapkan mampu mengatasi prahara kemanusiaan yang menerjang Hastina akhibat dampak negatif senjata bernama Globalisasi yang kerap membawa virus provokasi tanpa rasionalisasi.” Tutur Ki Gareng mengutip simpulan Mahaguru Kyai Lurah Semar dalam sebuah caption di akun instagram miliknya disertai dengan sebuah foto Gunungan yang menandai akhir sebuah sandiwara.
Oleh: Rizal Nanda Maghfiroh
Pembentukan karakter kebangsaan erat kaitannya dengan peranan sejarah. Figur-figur sejarah telah memainkan peran penting dalam menumbuhkan karakter kebangsaan. Salah satu figur sejarah yang patut menjadi teladan adalah Panglima Besar Jenderal Soedirman yang juga dikenal sebagai Bapak TNI. Sosoknya yang semangat, pantang menyerah, tanpa pamrih, totalitas dalam memperjuangakan kemerdekaan, disiplin, berani namun tetap sederhana dan teguh dalam keimanan menjadikan Soedirman sebagai figur sejarah yang layak untuk diteladani. Pada sebuah kesempatan Soedirman berpidato di hadapan prajuritnya dan menyampaikan amanat yang berbunyi,
“
Kamu semua harus ingat,
Tidak ada kemenangan, kalau tidak ada kekuatan
Tidak akan ada kekuatan, kalau tidak ada persatuan,
Tidak akan ada persatuan, kalau tidak ada keutamaan
Tidak akan ada keutamaan,kalau tidak ada ajaran kejiwaan
yang mentasbihkan semua usaha kita kepada Tuhan
“
Kutipan amanat tersebut membuat kita bisa merasakan bagaimana sederhananya sosok seorang Jenderal Besar yang sangat disegani prajuritnya. Sifat rendah hati menunjukkan tingkat kesalehan yang di milikinya. Kemenangan yang ingin di raih semata-mata karena usaha bersama, terikat dalam persatuan yang menguatkan, menjadikan kepasrahan pada Tuhan sebagai landasan utama dalam perjuangan.
Amanat yang diucapkan kurang lebih 71 tahun yang lalu nyatanya masih relevan dengan keadaan bangsa saat ini, entah karena memang negeri ini masih belum sepenuhnya menerima kemenangan atau memang karena kesaktian ucapan Sang Jenderal dalam meramal masa depan. Amanat Soedirman menjadi semacam nasehat, khususnya bagi generasi milenial yang sedang bersiap melangkah menerima tampuk kepemimpinan.
Milenial menghadapi berbagai permasalahan mulai tembok kemenangan yang retak, dan perlahan-lahan runtuh karena isu SARA tumbuh subur layaknya lumut yang menggerogoti batuan. Tapi bukan hanya itu, gempa yang mengguncang “Yang Mulia”, membuat rakyat semakin khatam bahwa kekuatan hanya berpihak pada pemangku jabatan. Lantas bagaimana bisa ada persatuan jika kekuatan memenangkan kepentingan perorangan? Kaum milenial pula yang menjadi kuncinya.
Kaum milenial sedang menghadapi puncak kemenangan, bonus demografi melambungkan eksistensi mereka dalam era baru yang sedang mereka ciptakan. Memadamkan isu SARA demi menjaga persatuan Nusantara, menjadi tugas utama. Bukan hal yang mudah memang, akan tetapi bukankah Sang Jenderal berpesan,”Kejahatan akan menang bilang orang benar tidak akan melakukan apa-apa.” Kaum milenial memiliki kekuatan yang disebut sosial media, yang dapat menjadi senjata penumpas informasi hoax akan SARA, tapi akan menjadi bencana yang menyalakan api kebencian dan menghanguskan persatuan apabila tidak bijak menggunakannya. Jika dahulu Gajah Mada menyatukan Nusantara dengan Sumpah Palapa, rasanya memang sudah waktunya bagi kaum milenial menuangkan karya dalam berbagai tulisan di sosial media yang menyadarkan bahwa bangsa kita sedang sekarat. Mengembangkan minat masyarakat Indonesia dalam bidang literasi, merupakan salah satu bentuk dari penumpasan isu SARA untuk itulah Pewarta Nusantara hadir menjadi wadah pemersatu pemikiran-pemikiran milenial yang ingin menumpas isu peruntuh bangsa. Tugas yang berat, karena milenial bertaruh akan lebih tangguh daripada seorang Gajah Mada yang saat itu tak mengenal sosial media.
Penumpasan isu SARA, bukanlah satu-satunya tugas dari Sang Jenderal bagi kaum milenial, karena persatuan saja tidak akan cukup menggulingkan kekuatan untuk meraih kemenangan. Ada kekuatan lebih besar yang harus disadarkan pada jiwa setiap insan, tentang keutamaan melibatkan Tuhan dalam setiap langkah perjuangan. Menyadarkan makna sila pertama Pancasila, yang menjunjung tinggi arti Esa. Kekuatan tunggal yang menjadi penentu kemenangan di medan perang melawan kebatilan sang penguasa.
Pada akhirnya karakter kebangsaan bagi Soedirman bukan hanya serta merta berjuang melawan penjajahan ataupun sebatas mengisi kemerdekaan, melainkan lebih kepada mengutamakan Tuhan dalam menjalin persatuan, demi menggalang kekuatan untuk meraih kemenangan bagi Nusantara.
Amanat Jenderal Besar yang seharusnya kita laksanakan, karena jika bukan Tuhan yang kita utamakan, siapa lagi yang bisa menyatukan jiwa-jiwa yang saling berjauhan untuk dapat menghimpun kekuatan demi memenangkan sebuah harapan kemerdekaan dari kebatilan.
Hari Batik Nasional adalah salah satu perayaan untuk memperingati ditetapkannya batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. Menurut definisi UNESCO, warisan budaya lisan dan non bendawi adalah “keseluruhan dari kreasi berdasar tradisi komunitas kultural yang dinyatakan oleh suatu kelompok atau individu-individu dan diakui sebagai cerminan harapan-harapan dari suatu komunitas sehingga mencerminkan indentitas sosial dan budaya.”
Indonesia adalah Negara Kesatuan yang penuh dengan keragaman yang terdiri atas berbagai budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan dan perbedaan lainnya. Namun, rasa nasionalisme telah mampu mepersatukan bebragai keragaman itu. Hal ini selaras dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Salah satu bentuk keragaman yang menjadi simbol di berbagai daerah adalah batik. Kreatifitas membatik adalah warisan kesenian buadaya nusantara yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang. warisan ini tumbuh diberbagai daerah, masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda antara daerah satu dan lainnya.
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat heterogenitas budayanya tinggi. Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah kekayaan yang tidak semua negara memilikinya. Begitu juga dengan perbatikan nusantara yang begitu kaya, keragaman batik yang menjadi identitas daerah harus kita jaga kelestariannya.
Menjaga dan melestarikan batik adalah salah satu bentuk ungkapan kecintaan kita pada kesenian dan kebudayaan nusantara. Menurut suryani rektor Universitas Pekalongan melalui forum Kafe BCA VI sebagai mana dilansir KOMPAS.COM, ia menjelaskan bahwa kalangan akademisi juga memegang peranan penting dalam melestarikannya. Caranya, dengan menyelesaikan berbagai persoalan dalam industri dan melakukan riset mendalam. Selain itu bisa dengan dengan melakukan pelatihan kewirausahaan serta sosialisasi hak kekayaan intelektual dan persoalan lingkungan dari industri kerajinannya.
Selain pada sektor industrinya, pengenalan dan edukasi baik dari sisi filosofis maupun historisya adalah upaya strategis dalam menanamkan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan budaya nusantara tersebut. Sehingga, masyarakat Indonesia memiliki kebanggaan dan rasa tanggung jawab untuk melestarikannya sebagai sebuah warisan kebudayaan.
Hari Batik Nasional 2 Oktober mendatang, semoga menjadi momentum yang baik untuk mengingatkan kita akan kekayaan budaya batik nusantara. Meskipun bermacam-macam jenis, motif dan asalnya, namun kekayaan budaya batik adalah milik bangsa Indonesia harus kita lestarikan.
Hari Kesaktian Pancasila diperingati pada tanggal 1 Oktober dan dicetuskan oleh Jenderal Soeharto. Sejarah penetapannya tidak lepas dari peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hari kesaktian pancasila adalah hari peringatan titik balik reaktualisasi pancasila sebagai dasar ideologi bangsa. (Sumber: Wikipedia)
Hari Kesaktian Pancasila juga diperingati untuk mengenang para jenderal yang gugur oleh keganasan pemberontakan G30S/PKI. Jenderal-jenderal yang gugur dalam peristiwa itu disebut dengan Pahlawan Revolusi. Pemerintah membangun Monumen Pancasila Sakti untuk mengenang mereka yang gugur dalam insiden tersebut.
Sejarah Pemberontakan G30S/PKI yang Melatarbelakangi Hari Kesaktian Pancasila
Gerakan yang mengatas namakan G30S/PKI melakukan pemberontakan pada tanggal 30-September-1965 tepatnya saat malam hari. Tragedi G30S/PKI sebenarnya masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan dan pengamat sejarah mengenai siapa dalang dan motif sebenarnya.
kelompok religi terbesar saat itu dan otoritas militer mengklaim dan meyakini bahwa Prtai Komunis Indonesia (PKI) adalah dalang keonaran yang ingin merubah ideologi bangsa. Sedangkan Menurut versi Orde Baru, G30S dilakukan oleh pasukan Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden yang melakukan aksi penculikan dan pembunuhan kepada enam jenderal TNI AD.
Pada tanggal 30 September, pemberontak berhasil menguasai dua sarana komunikasi penting yakni RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi. Melalui RRI, pagi jam 07.20 dan jam 08.15. gerakan pemberontak yang mengatas namakan diri sebaga Gerakan 30 September, mengumumkan tentang “Dewan Revolusi” telah dibentuk di pusat dan di daerah-daerah. Setelah itu mereka juga mengumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora.
Pada Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung dengan para wakilnya. Mereka juga menyebutkan 44 orang lainnya yang masuk dalam anggota inti.
Para-putra terbaik bangsa yang meninggal dalam pemberontakan G30S/PKI yakni Letnan Jenderal A. Yani, Mayjen Haryono, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Mayjen R. Suprapto, Mayjen S. parman.
Ahmad Yani, MT Haryono, dan DI Panjaitan meninggal di tempat. Tiga Jenderal lainnya yakni Sutoyo Siswomiharjo, Soeprapto dan S. Parman di bawa oleh para pemberontak dalam keadaan hidup. Tiga jendral yang diculik dan dibawa dalam keadaan hidup, mereka disiksa dengan keji. setelah mereka dibunuh, Mayatnya dimasukan dalam satu lubang kecil setelah itu bagian atas lubang mereka tutupi dengan pohon pisang. Lubang tersebut kemudian di kenal dengan sebutan Lubang Buaya.
Jenderal TNI Abdul Haris Nasution (AH Nasution) juga menjadi salah satu sasaran utama pemberontak. Namun, AH Nasution dapat selamat dari peristiwa maut tersebut. Penggerebekan kediaman Jendral AH Nasution oleh kelompok pemberontak juga menuai korban jiwa, yakni putrinya yang bernama Ade Irma Suryani. Semula PKI mengira Pierre Tendean (Ajudan Jenderal AH Nasution) sebagai jenderal AH Nasution, namun ternyata salah. karena yang mereka bunuh adalah Ajudan sang jenderal.
Mayor Jendral Soeharto yang saat itu menjabat seorang jenderal, namanya tidak tercantum dalam daftar tokoh yang harus dieksekusi oleh pemberontak PKI. Sehingga, Soeharto memiliki kesempatan memegang kendali komando. Soeharto kemudian membuat beberapa kebijakan strategis, dan dalam tempo sehaari, Soeharto berhasil merebut kembali Jakarta dari para pemberontak PKI.
Beberapa jendral dan korban pemberontakan G30S/PKI antara lain:
- Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral (Letjen) TNI Anumerta Ahmad Yani.
- Mayor Jendral (Mayjen) TNI Mas Tirtodarmo Haryono.
- Mayor Jendral (Mayjen) TNI Raden Soeprapto.
- Mayor Jendral (Mayjen) TNI Siswondo Parman.
- Brigadir Jendral (Brigjen) TNI Sutoyo Siswodiharjo.
- Brigadir Jendral (Brigjen) TNI Donald Isaac Panjaitan.
- Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun.
- Ade Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution).
- Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean (Ajudan Abdul Haris Nasution).
- Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30S/PKI di Yogyakarta).
- Kolonel Katamso Darmokusumo (Korban G30SPKI di Yogyakarta).
Tanggal 1 Oktober 1965 tepatnya pada jam 20.15 WIB, Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat melalui RRI memberitahukan, bahwa telah terjadi gerakan Kontra Revolusi yang berhasil menculik 6 jenderal senior Angkatan Darat (TNI AD). Namun, situasi dapat dikuasai kembali oleh pimpinan Angkatan Darat Mayor Jendral Soeharto.
Setelah itu Tepat pada jam 21.00 WIB di hari yang sama 1 Oktober 1965, pemerintah lewat Mayor Jendral Soeharto mengumumkan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) telah berhasil di tumpas. Akhirnya sejarah mencatat bahwa tanggal 1 Oktober di kenang sebagai Hari Kesaktian Pancasila, dan untuk mengenang 7 jenderal yang meninggal karena pemberontakan G30S/PKI pemerintah membangun Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.
Hari Kesaktian Pancasila berbeda dengan Hari Lahir Pancasila. Hari Lahir Pancasila adalah hari dimana Pancasila pertama kali diperdengarkan kepada halayak umum sebagai dasar negara. Hari Lahir Pancasila diperingati Pada tanggal 1 Juni. Pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno mengusulkan nama dasar negara kita dengan nama Pancasila (bahasa sansekerta yang berarti: Lima Asas). Sedangkan Hari Kesaktian Pancasila adalah hari dimana ideologi Pancasila dianggap sebagai dasar negara yang tak tergantikan dan berhubungan dengan peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Presiden Republik Indonesia ke dua yakni Soeharto, menganggap Pancasila sebagai ideologi harus dikuatkan, mengingat ancaman dari ideologi lain yang tidak selaras dengan kepribadian bangsa.
Terlepas dari perdebatan mengenai sejarah G30S/PKI, Penguatan ideologi pancasila tetap harus diaktualisasikan. Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Bangsa dengan karakter kuat akan mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat. Pancasila selain sebagai simbol karakter dan martabat, juga menjadi wadah kebinekaan Indonesia.
Sudah 72 tahun Indonesia merdeka, tentunya banyak peristiwa sejarah yang telah dicatat. Mulai dari zaman kerajaan, penjajahan, hingga kemerdekaan. Semuanya terkumpul menjadi satu buku catatan sejarah yang tidak terlupakan. Salah satu bukti catatan sejarah yang sampai sekarang masih membekas adalah tragedi 10 November 1945 di Surabaya. Peristiwa tersebut merupakan bukti dari perjuangan bangsa Indonesia khususnya rakyat Surabaya untuk menuju kemerdekaan yang di cita-citakan. Semangat juang pahlawan untuk merebut hak kemerdekaan menjadikan nilai nasionalisme tersendiri yang tidak dapat dibayar dengan sejumlah uang. Mengokohkan persatuan meskipun banyak perbedaan bukan menjadi suatu alasan untuk terus berjuang di medan pertempuran. Berbagai kalangan mulai dari orang tua dan pemuda, semaunya bersatu untuk berjuang merebut kemerdekaan dari kaum kolonial. Namun, dalam peristiwa tersebut muncullah sosok pemuda yang bernama Bung Tomo. Melalui pidatonya, Bung Tomo bisa membakar semangat rakyat Surabaya untuk berjuang melawan penjajah. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, banyak pahlawan yang gugur dalam pertempuran. Maka dari itu, tepat pada tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Hari dimana kita sebagai masyarakat Indonesia mengenang perjuangan dan pengorbanan pahlawan Indonesia khususnya rakyat Surabaya.
Dewasa ini, banyak pemuda yang mulai lupa dengan sejarah bangsanya sendiri. Pemuda yang seharusnya menjadi penerus estafet kepemimpinan dari pendahulunya justru sekarang melempem karena dimakan zaman dan pudarnya pengetahuan tentang sejarah. Nilai-nilai sejarah yang harusnya tertanam dalam benak generasi bangsa, justru sekarang mulai hilang dan menggerogoti para pemuda untuk melupakan sejarah. Bukan hanya pemuda, bahkan anak kecil pun enggan untuk mengetahui atau mencari tahu tentang sejarah bangsanya sendiri. Semuanya hampir hilang dimakan derasnya arus globalisasi. Padahal, hal ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan pemuda di era kemerdekaan dulu. Semangat mereka untuk terus berjuang tiada henti dalam upaya mewujudkan kemerdekaan maupun upaya mempertahankan kemerdekaan merupakan bukti yang konkret dari pengorbanan mereka. Salah satu bukti nyata tersebut adalah berperannya seorang pemuda yang bernama Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi jika derasnya kemajuan teknologi merupakan penyebab banyak catatan sejarah yang mulai dilupakan, khususnya oleh pemuda. Kemudian, bagaimana kita meyikapi hal yang demikian agar kemajuan teknologi bisa meningkatkan pengetahuan kita tentang sejarah?
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah media. Kenapa media? Karena media merupakan segala bentuk informasi yang dapat kita peroleh dengan mudah dan cepat. Melalui media, manusia diberikan berbagai kemudahan untuk mengakses berbagai informasi yang diinginkan baik itu, pendidikan, kebudayaan, politik, sejarah, dan masih banyak lagi. Salah satu bentuk media yang saat ini sering digunakan oleh manusia adalah media online. Jenis media ini sangat viral digunakan karena memberikan kemudahan bagi penggunanya. Dengan akses yang begitu cepat dan efisien, membuat salah satu media ini selalu menjadi primadona tersendiri sehingga membuat beberapa media yang lain seperti media cetak sudah mulai ditinggalkan.
Salah satu media online yang masih tergolong baru adalah Pewarta Nusantara. Meskipun masih tergolong baru, Pewarta Nusantara sudah menyajikan berbagai informasi dan wawasan ilmu tentang Indonesia kepada masyarakat. Sentralnya peran media dalam tonggak kemerdekaan Indonesia diharapkan mampu diteruskan oleh Pewarta Nusantara. Dengan segala informasi yang ada, baik itu sejarah perjuangan maupun catatan sejarah lainnya bisa untuk disebarluaskan agar generasi penerus dapat mengingat kembali latar belakang bangsa Indonesia. Momentum ini tentunya selaras dengan hari jadi Pewarta Nusantara yang kebetulan bertepatan dengan hari pahlawan yakni pada tanggal 10 November 2017. Harapannya, Pewarta Nusantara bisa menjadi media pelopor bagi media yang lain untuk memberikan wawasan infromasi yang inspiratif dan terpercaya serta bisa meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap Indonesia.
Husnudzon kepada Alloh sangatlah penting. Sebagai umat Islam, tentu kita tidak asing dengan asma al-husna (Nama-nama kebaikan yang melekat pada Allah). Asmaul husna yang berjumlah 99, memberikan kita pemahaman bahwa Allah memiliki sifat kemuliaan dan maha segala-galanya, termasuk maha kasih sayang.
Maha kasih sayang yang dimiliki Allah sering kali kita lupakan. Meskipun sebagai umat islam kita tidak pernah lupa untuk mengucapkannnya setiap hari. Ar-rahmanir rahim dalam alfatihah selalu kita ucapkan minimal dalam shalat lima waktu. Namun pada praktiknya, ternyata kita tidak benar benar meyakini bahwa Allah ar-rahmanir rahim.
Salah satu bukti ketidak percayaan pada sifat penyayang Allah adalah saat kita melihat fenomena perbedaan islam. Klaim kita atas kebenaran dan menyalahkan golongan Islam lainnya menjadi bukti bahwa kita tidak konsisten dengan pernyataan ar-rahmanir rahim yang diucapkan setiap melakukan shalat. Kita beranggapan kebenaran kitalah yang diterima Allah, dan jika tidak seperti apa yang kita yakini dan lakukan maka dia masuk neraka.
Surga dan neraka adalah hak priogatif Allah, kita yang hanya sebata hamba tidak berhak menghukumi siapapun untuk masuk neraka. Seperti kata Cak Nun, “Kenapa kita tidak husnudzon saja kepada Allah?” “kita doakan saja agar mereka masuk surga, toh kalau mereka masuk surga kan masa iya, Allah tega memasukan kita keneraka?”.
Logika berfikir seperti ini memang terdengar seperti guyon. Namun, jika kita amati lebih dalam, hal ini merupakan salah-satu pembuktian keyakinan kita terhadap sifat Allah yang ar-rahmanir rahim (maha pengasih lagi maha penyayang). Sanagat disayangkan jika shalat tidak kita pahami arti dan maknanya. Tentu saja kita tidakmau shalat kita hanya menjadi latah rutinitas sehari-hari.
Husnudzon yang dimaksud Caknun juga menjadi resolusi terhadap fenomana banyaknya golongan-golongan atau organisasi-organisasi Islam yang terkesan carut marut atas klaim satu sama lain. Bukankah dengan kita berhusnudzon dan mendoakan satu sama lain akan lebih menentramkan daripada saling klaim dan saling menyalahkan, apa lagi sampai menyerobot ketentuan Allah dalam memberikan surga dan neraka pada makhluknya.
Lembaga pendidikan di Indonesia jumlahnya terus bertambah setiap tahun. Badan Pusat Statistik mencatat, total jumlah sekolah mencapai 147.513 pada tahun 2015. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, yakni sekitar 255.461.700 jiwa, dan menempati posisi ke empat setelah China, India, dan Amerika Serikat. hal ini menunjukan, Jumlah sekolah di Indonesia terbilang fantastis, dibandingkan dengan sekolah di negara China yang berjumlah 124.404, Indonesia masih lebih unggul jumlah sekolah.
Di Asia Tenggara, Indonesia juga telah menjadi tujuan utama sekolah internasional yang jumlahnya mencapai 192. Data tersebut dikeluarkan oleh ISC Research menjelang event pameran dan konferensi GESS Indonesia, yang akan diselenggarakan pada tanggal 27-29 September 2017 di Jakarta Convention Center (JCC).
Indonesia kini menjadi pasar utama bagi operator sekolah internasional dan juga suplier pendidikan, karena perkembangannya di sektor pendidikan sangat pesat. Sebagaimana dilansir jakartakita.com, Matt Thompson, Event Director, F&E Education, penyelenggara GESS Indonesia dalam siaran persnya menjelaskan, “Indonesia di tingkat global menempati urutan ke 10 secara keseluruhan di antara negara-negara dengan jumlah sekolah internasional terbanyak,”.
Fenomena demikian tentu disebabkan karena pertumbuhan populasi siswa di Indonesia saat ini sedang dalam masa emas. Hal ini menunjukan bahwa, pertumbuhan jumlah penduduk usia produktif di Indonesia mengalami peningkatan tajam. Jika situasi ini dimanfaatkan dengan baik, maka Indonesia sudah berada di julur yang benar menuju negara maju melalui Bonus Demografi.
Salah satu upaya mempersiapkan bonus demografi adalah dengan cara meningkatkan kualitas SDM. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan sampai saat ini dianggap sebagai unsur utama dalam pengembangan SDM. Djoyonegoro (1995:5) menggambarkan relevansi pendidikan dalam bentuk link and match. SDM akan lebih bernilai jika memiliki wawasan, kemampuan, sikap, perilaku, keahlian serta keterampilan, sesuai dengan kebutuhan dalam bidangnya.
Peluang bonus demografi tentu tidak bisa berjalan secara optimal jika tidak ada keseriusan pemerintah dan masyarakat dalam mempersiapkannya. Yang harus dilakukan adalah menata dan mengoptinalkan faktor faktor penunjang, sehingga bonus demografi terkendali dan diraih sesuai dengan yang diharapkan.
Amerika sebagai negara maju yang pernah melalui bunos demografi, sangat minim dengan sumber daya alam. Tetapi, mereka mengoptimalkan moment bonus demografi dengan meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan sebagai investasi jangka panjang, sehingga mereka tumbuh menjadi negara maju seperti sekarang.