Pewartanusantara.com – Pembahasan mengenai Rumah Adat Provinsi Sulawesi Tenggara tidak bisa dilepaskan dari Rumah Banua Tada.
Sebuah ikon budaya hasil dari akulturasi budaya di Sulawesi. Tidak heran kalau kemudian rumah adat ini memiliki keunikan yang tidak bisa ditemukan di rumah adat jenis lainnya.
Banua Tada ialah rumah adat yang menjadi tempat tinggal dari penduduk asli suku Buton. Banua Tada, sering juga disebut dengan Rumah Siku.
Karena memang struktur rangka bangunan terdiri dari siku-siku. Keunikan dari rumah ini terletak pada desain, struktur dan fungsinya yang mengandung nilai filosofis di dalamnya.
3 Jenis Rumah Adat Provinsi Sulawesi Tenggara (Banua Tada)
Rumah adat dari Sulawesi Tenggara ini mempunyai 3 jenis. Di mana perbedaan dari setiap jenisnya didasarkan pada kondisi strata social dari pemilik.
Kamali (Malige)
Kamali (Malige), rumah Banua tada ini digunakan sebagai tempat untuk keluara sultan. Dengan 4 tingkatan dan atapnya bertumpuk dua.
Tare Pata Pale
Tare Pata Pale, rumah ini digunakan untuk penjabat istana. Memiliki 4 tiang dan atap yang bersusun serta di bagian kanan kirinya trdapat 2 jendela.
Tare Talu Pale
Tare Talu Pale, rumah Banua Tada ini dikhususnya untuk masyarakat biasa dengan tiang tiga dan atap yang simetris. Dibuat dengan menggunakan bahan bambu, kayu serta rotan.
Fungsi-fungsi Rumah Adat Provinsi Sulawesi Tenggara (Banua Tada)
Fungsi utama dari rumah Banua Tada ini berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Khususnya Rumah Kamali yang hanya bisa dipakai oleh sultan beserta keluarganya. Di mana terdiri dari 4 tingkat, ulasan singkat mengenai fungsi dan struktur ruang dari Rumah Kamali sebagai berikut ;
- Lantai pertama yang terdiri atas 7 ruang. Setiap ruang mempunyai fungsi yang berbeda. Dua ruang sebagai tempat siding Hadat Kerajaan Buton serta untuk menjamu tamu. Ada 3 ruang lainnya yang itu digunakan untuk tempat tidur tamu, kamar anak yang sudah menikah, serta ruang makan bagi Sultan. Sedangkan dua ruang lainnya adalah kamar untuk anak laki-laki dewasa.
- Di lantai dibagi atas 14 ruangan. Seluruh kamar tersebut digunakan sebagai tempat kegiatan mulai dari gudang, aula, kantor dan sebagainya.
- Lantai tiga hanya terdapat satu ruangan yang begitu besar. Ini adalah tempat untuk rekreasi dan juga dipakai sebagai aula.
- Terkahir di lantai 4 bagian paling atas ialah tempat penjemuran.
Baca juga: Rumah Adat Provinsi Sulawesi Tengah (Tambi)
Apa yang telah disampaikan tadi bisa menambah khasanah pengetahuan tentang budaya Indonesia. Rumah Banua Tada merupakan rumah adat satu-satunya yang mencapai 4 tingkat.
Sebuah ciri khas yang hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lihat juga: Rumah Adat Sulawesi Selatan
Pewartanusantara.com – Suku Toraja mempunyai Rumah Adat yang dijadikan sebagai kekuatan budaya dari Provinsi Sulawesi Selatan.
Rumah adat dari provinsi tersebut dikenal dengan sebutan Rumah Tongkonan. Kali ini akan diulas mengenai rumah Tongkonan dari segi struktur, desain fungsi serta keunikan lainnya.
Seperti rumah adat lainnya, rumah Tongkonan mempunyai struktur bangunan rumah panggung dengan tiang penyokong yang berbentuk bulat.
Dinding rumah terbuat dari susunan papan yang direkatkan tanpa menggunakan paku. Kendati demikian, dinding rumah ini masih sangat kokoh hingga bertahun-tahun.
Sedangkan di bagian atapnya tebilang sangat unik. Atap dari rumah Tongkonan memiliki bentu menyerupai perahu terbalik.
Pendapat lain muncul dan menganggap atapnya mirip dengan tanduk hewan kerbau. Bahan dasar atap sendiri terbuat dari daun rumbia atau ijuk.
Walaupun sekarang, mungkin sering dijumpai atap rumah yang terbuat dari seng.
Di masa silam rumah Tongkonan ini ialah tempat hunian dari masyarakat Toraja. Lambing dari ibu.
Sedangkan dibagian depannya terdapat lumbung tempat menyimpan padi atau disebut dengan Alang Sura (lambang ayah). Susunan dari rumah adat ini terbagi atas 3 bagian yakni atas tengah dan bawah.
3 Bagian Rumah Adat Provinsi Sulawesi Selatan (Tongkonan)
- Bagian atas (rattiangbanua). Ini merupakan bagian loteng rumah. Di mana dipakai untuk tempat penyimpanan berbagai pusaka yang memiliki nilai sacral bagi masyarakat Toraja.
- Bagian tengah (kale banua). Bagian inti rumah yang dibagi menjadi 3 ruangan dengan fungsi yang berbeda-beda. Tenggalok (bagian utara) yang bergna untuk menjamu tamu atau meletakkan persembahan (sesaji). Ruang ini juga dijadikan sebagai tempat istirahat anak. Sali (bagian pusat), tempat bertemunya seluruh anggota keluarga, ruang makan sekaligus dapur. Sambung (bagian selatan), Khusus dipakai untuk kepala keluaraga. Tidak boleh orang lain masuk tanpa mendapatkan izin dari pemiliknya.
- Bagian bawah (sulluk banua). Kolong rumah yang dipakai untuk tempat kandang hewan-hewan ternak serta penyimpanan alat pertanian.
Sementara itu, rumah Tongkonan memiliki beberapa ciri khas. Mulai dari ukiran yang ada di dinding memiliki 4 warna dasar, dengan nilai filosofis disetiap warnanya.
Baca juga: Rumah Adat Provinsi Sulawesi Tenggara (Banua Tada)
Bagian depan rumah selalu diberikan tandkuk kerbau untuk melihat strata social pemiliknya. Tanduk merupakan budaya dari suku Toraja yang melambangkan kemewahan dan kekayaan.
Itulah informasi mengenai rumah adat dari Provinsi Sulawesi Selatan.
Pewartanusantara.com – Rumah adat Baileo sudah menjadi identitas dari masyarakat Maluku. Hal ini bisa dilihat dari segi arsitektur bangunan dan juga struktur yang syarat dengan kandungan filosofis.
Gaya rumah adat Maluku ini sangatlah unik dan penuh dengan detail yang begitu menawan. Untuk lebih mengenal mengenai Rumah Baileo ini, silahkan menyimak ulasan lengkapnya berikut.
Baileo sendiri diambil dari bahasa asli Maluku dengan arti balai. Sesuai dengan fungsi utamanya yang bukan merupakan tempat tinggal, tetapi sebagai tempat diselenggarakan upacara keagamaan dan kegiatan adat lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, desain dari rumah ini juga dirancang dan disesuaikan dengan fungsinya.
Ciri Khas Rumah Adat Provinsi Maluku (Baileo)
Baileo adalah rumah adat khas Provinsi Maluku yang merupakan simbol dari kebudayaan dan tradisi masyarakat Maluku. Baileo memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dari rumah adat lainnya di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa ciri khas dari Baileo:
- Bentuk Baileo Baileo memiliki bentuk yang berbeda dari rumah adat lainnya. Rumah ini tidak memiliki dinding dan atapnya yang datar serta dibuat dari bahan sederhana seperti kayu dan daun rumbia. Baileo juga biasanya memiliki banyak tiang penyangga yang menjadikannya tampak kokoh dan kuat.
- Ukuran Baileo Baileo memiliki ukuran yang besar dan luas. Ukuran rumah ini dapat mencapai 10 x 20 meter dengan ketinggian sekitar 8 meter. Ukurannya yang besar ini karena rumah ini digunakan untuk tempat pertemuan masyarakat dan tempat penyimpanan hasil bumi.
- Tata Letak Baileo Baileo memiliki tata letak yang teratur dan simetris. Pintu masuk Baileo terdapat di sisi depan dan belakang. Di dalam Baileo, terdapat ruang utama atau ruang tengah yang digunakan untuk pertemuan masyarakat dan upacara adat. Di sekeliling ruang utama terdapat tangga yang menghubungkan ke lantai atas tempat penyimpanan hasil bumi.
- Material Pembuatan Baileo Material pembuatan Baileo berasal dari alam sekitar. Kayu yang digunakan untuk pembuatan Baileo diambil dari hutan sekitar. Atap rumah terbuat dari daun rumbia yang diikat dengan tali rami.
- Fungsi Baileo Baileo memiliki fungsi yang penting bagi masyarakat Maluku. Rumah ini digunakan untuk tempat pertemuan masyarakat dan upacara adat. Selain itu, Baileo juga digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil bumi seperti padi, jagung, dan ubi.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Baileo memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dari rumah adat lainnya. Bentuk yang sederhana namun kokoh serta ukuran yang besar menjadikan Baileo sebagai ikon dari kebudayaan dan tradisi masyarakat Maluku.
Material pembuatan yang berasal dari alam sekitar dan fungsi yang penting bagi masyarakat juga menjadikan Baileo sebagai penanda dari kearifan lokal yang harus dilestarikan dan dijaga keberadaannya.
Rumah ini memiliki struktur panggung dengan lantai yang sangat luas. Dibuat dari papan kayu dan sama sekali tidak menggunakan alat perekat seperti paku.
Meski demikian, rumah ini sangatlah kokoh. Di dalamnya juga terdapat tiang berbentuk balok yang menopang atap. Kerangka atap rumah Baileo disusun atas daun kelapa dan daun sagu.
Dengan bentuk prisma yang menjadi sebuah ciri khas rumah adat Maluku, Mempunyai 3 buah anak tangga di bagian depan, serta kanan dan kirinya sebagai jalan memasuki rumah.
Tepat di tangga depan, bisa dilihat ada batu sebagai alas untuk pujakan menuju tangga. Batu dengan bentuk datar tempat sesaji yang disebut dengan Pamali. Bukan hanya itu saja, rumah Baileo juga mempunyai ciri dengan makna filosofis di dalamnya. diantaranya ;
- Sama sekali tidak mempunyai dinding penyekat. Menunjukan symbol keterbukaan dalam masyarakat serta dipercaya bisa memberikan keleluasaan bagi roh nenek moyang untuk keluar masuk.
- Terdapat ornament yang berupa ukiran. Misalnya ukiran dengan motif 2 ekor ayam dan anjing atau ada juga ukiran bulan matahari atau bintang di bagian atap. Sebuah symbol tentang hukum adat dan ketuhanan.
- Bila dilihat dari tiang penyangganya, maka jumlahnya ada 14 buah. 9 tiang di bagian depan belakang, dan samping kanan kiri rumah terdapat 5 tiang. Jumlah tersebut merupakan lambang dari persekutuan antar kelompok masyarakat Maluku.
Bagaimana unik bukan? Bila tertarik untuk melihat secara langsung, silahkan datang ke Maluku. Melihat rumah Baileo yang menjadi jati diri dari penduduk asli Maluku.
Lihat juga: Rumah Adat Maluku Utara
Sumpah Palapa siapa yang tidak kenal? Itu sumpah Maha patih Gajah Mada “Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa.” yang salah satu tafsirnya berarti “tidak akan menikmati palapa” sebelum cita-citanya menyatukan seluruh Nusantara di bawah kerajaan Majapahit terwujud.
Ada pendapat bahwa palapa itu nama buah, tapi sampai sekarang belum diketahui bentuk dan rasanya seperti apa. Namun menurut Agus Munandar, Dosen arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UI ini menjelaskan bahwa dalam sumpah palapa terselip banyak makna. Menurutnya beberapa kalangan berpendapat bahwa amukti palapa berarti memakan Buah Palapa atau kelapa.
Jika memang benar palapa adalah buah kelapa lantas ada apa dengan buah kelapa ini? Seistimewa apakah buah kelapa sampai-sampai seorang maha patih kerajaan terbesar nusantara Majapahit ini menggunakannya sebagai kiasan di dalam sumpah tekadnya? Agaknya kita harus mengetahui apa tafsiran dari “amukti palapa” itu sendiri.
Disini ada beberapa penafsiran menurut pendapat para ahli seperti Penafsiran M. Yamin penafsiran tentang sumpah palapa diartikan Muhammad Yamin sebagai pantangan untuk bersenang-senang sebelum tujuannya tercapai. Tafsiran ini hampir sama dengan Profesor ahli Sejarah mengenai perjalanan Kerajaan Majapahit Slamet Muljana, Ia menyebutkan amukti palapa berarti bebas dari tugas atau cuti.
Selain itu Pendapat P. J. Zoemulder Pakar bahasa Jawa kuno ini berusaha mengupas arti sumpah palapa dari sudut pandang kebahasaan, Sobat. Amukti diartikannya mendapat dan palapa adalah kesenangan tiada akhir. Jika ditasirkan, sumpah palapa adalah niat kuat Gajah Mada untuk membuat kerajaan berada di posisi puncak.dan memang ada saat itu kerajaan Majapahit mengalami masa kejayaannya.
Dengan beberapa tafsiran di atas membuat kita semakin bertanya-tanya ada apa dengan buah palapa? Kenapa dengan arti semendalam seperti itu buah palapalah yang di gunakan sebagai kiasan oleh mahapatih GajahMada? Sungguh suatu pertanyaan yang terus menerus menjadi sebuah teka-teki untuk kita semua.
Ada juga menurut orang-orang terdahulu salah satu puncak kenikmatan duniawi adalah berhubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Dan, sumpah para pemuda untuk tidak akan “menyentuh” perempuan adalah kiasan untuk tidak akan kawin atau menikah selama perang. Dengan penafsiran ini juga bisa di sambungkan dengan sumpah palapanya Mahapatih Gajah Mada.
Apalagi sampai sekarangpun jati diri dari seorang tokoh yang tenar seperti Mahapatih Gajah Mada belum bisa di ketahui secara akurat dan pasti, semua masih berupa hipotesis-hipotesis yang di luncurkan oleh beberapa ahli. Atau bersumber dari cerita-cerita yang beredar secara turun-temurun di masyarakat. Jati diri GajahMada menjadi PR bagi kita semua untuk dapat menggali sejarah Indonesia.
Maluku utara merupakan provinsi yang baru diresmikan tahun 1999 silam. Meskipun demikian, budaya dari Maluku Utara sudah terbentuk sejak lama dan tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan masyarkat. Hal ini bisa dilihat dari bagunan Rumah Adat asli Maluku utara yakni Rumah Sasadu.
Rumah ini merupakan rumah adat Maluku utara dengan desain khas dari penduduk suku Sahu. Rumah yang menggambarkan bentuk falsafah hidup yang dianut suku Sahu. Seperti rumah adat Maluku, Sasadu merupakan rumah dengan bangunan yang begitu luas dan tidak memiliki dinding. Dikarenakan fungsi utama rumah ini ialah tempat pertemuan.
Bila dilihat dari struktur bangunannya, rumah Sasadu tidak sama dengan rumah adat lainnya. Dimana bukan merupakan rumah panggung. Jadi tiang yang terdapat didalamnya bukan penopang lantai karena hamparan tanahlah yang dijadikan sebagai lantainya. Namun, keseluruhan bahan yang dipakai dalam membuat rumah ini diambil dari hasil alam. Terdiri dari balok kayu yang direkatkan dengan pasak kayu.
Pada bagian atap rumah, digunakan dari bahan bambu dan ijuk. Serta dibuat dengan memakai anyaman daun sagu atau kelapa. Meskipun terbuat dari bahan alam dan tanpa tambahan apapun, rumah Sasadu ini sangatlah kokoh dan tahan lama sampai bertahun-tahun. Selain itu, rumah ini terdapat 6 jalan untuk masuk. Dibagi menjadi 3 jalan, yakni untuk keluar masuk wanita, lelaki dan ada jalan khusus untuk tamu. Beberapa keunikan lain dari rumah Sasadu ini diantaranya ;
- Desain rumah yang tanpa dinding tetapi punya banyak pintu. Mengandung nilai khusus yang menunjukan keterbukaan dari masyarakat asli Maluku Utara.
- Di dalam rangkanya ada kain merah putih digantung. Ternyata ini untuk menunjukan lambang rasa cinta masyarakat terhadap Indonesia serta untuk menunjukan kerukunan antar umat beragama.
- Terdapat bola dengan dibungkus ijuk yang itu adalah symbol kearifan dan kestabilan dalam kehidupan masyarakat.
- Pada bagian ujung atapnya dibuat pendek untuk selalu merunduk ketika memasuki ruma Sasadu. Simbol untuk selalu hormat dan patuh terhadap aturan yang berlaku.
- Ornamen yang diletakkan di bagian ujung atap dengan bentuk perahu adalah sebuah lambang. Masyarakat asli suku Sahu adalah masyarakat pelaut (bahari).
Beberapa keunikan tadi hanya bisa ditemukan di rumah adat Sasadu. Sebuah identitas dari Maluku Utara yang tercermin dari desain dan struktur bangunan rumah Sasadu. Ini menjadi identitas dan jati diri Maluku Utara yang mesti terus dilestarikan.
Lihat juga: Rumah Adat Gorontalo
Globalisasi telah mendorong lahirnya sebuah era baru yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Fenomena perkembangan ini menjadi massif di seluruh belahan dunia, terlebih setelah berkembangnya jaringan internet (internetwork). Perkembangan teknologi informasi maupun dunia digital yang didukung oleh internet, telah menciptakan cyber-space atau sebuah ‘dunia baru’ yang bersifat artifisial. Adapun era perkembangan ini disebut juga dengan era revolusi industri 4.0. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan dunia digital, dampaknya telah mengakibatkan transformasi sosial yang diikuti oleh perubahan perilaku masyarakat, generasi milenial serta nilai-nilai yang ada secara global.
Kemajuan Teknologi Informasi dan Revolusi Industri 4.0.
Saat ini dunia memasuki era baru yang dilengkapi dengan tingkat kemajuan teknologi informasi dan digital yang tinggi. Salah satu temuan yang memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan informasi adalah jaringan internet (internetwork). Perkembangan teknologi informasi pada era revolusi industri 4.0. telah menciptakan ‘ruang baru’ yang bersifat artifisial, yaitu cyber-space. Dewasa ini cyber-sapce telah mengalihkan berbagai bentuk aktivitas yang dilakukan manusia (politik, sosial, ekonomi, budaya, spiritual dan seksual) di ‘dunia nyata’ ke dalam berbagai bentuk substitusi artifisialnya, sehingga hampir segala aktivitas manusia dapat dilakukan ke dalam bentuk dimensi virtual dan artifisialnya di dalam cyber-space.
Realitas kehidupan yang berkaitan dengan sosial-budaya pada ‘dunia nyata’ kini mendapatkan saingannya. Kemajuan teknologi informasi telah menciptakan cyber-space yang terbentuk oleh jaringan-jaringan komputer dan informasi, sehingga dapat menawarkan bentuk ‘komunitas’ sendiri (virtual community), ‘realitas’ sendiri (virtual reality) dan ‘ruang’ sendiri (cyberspace).
Hemat penulis kehidupan manusia telah mengalami migrasi dari aktivitas konvensional menuju aktivitas kehidupan di ruang maya. Migrasi humanitas yang terjadi, menimbulkan dampak besar terhadap sosial masyarakat terlebih pada nilai-nilai, relasi-relasi sosial serta pemaknaan dalam menjalani kehidupan.
Era revolusi industri 4.0. muncul ditengah era desruptif menjadi warna tersendiri. Industri 4.0. menurut otto hermann (Design Principles for Industry 4.0 Scenarious: 2016) adalah nama tren otomasi dan pertukaran dataa terkini dalam teknologi pabrik, istilah ini mencangkup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan dan komputasi kognitif. Setidaknya ada empat prinsip dalam industri 4.0, yaitu: Pertama, interoprabilitas (kesesuaian) atau kemampuan dalam berkomunikasi dengan satu sama lain dengan media internet. Kedua, transparansi informasi yaitu kemampuan sistem informasi dalam menciptakan salinan data kedalam bentuk virtual. Ketiga, bantuan teknis yaitu kemampuan sistem dalam membantu manusia dengan mengumpulkan serta mem-visualisasikan informasi. Keempat, keputusan mandiri yaitu, kemampuan sistem dalam membuat keputusan serta melakukan tugas dengan mandiri.
Cyberspace dan Transformasi Sosial
Awalan cyber adalah awalan yang dipakai untuk hampir segala hal yang melibatkan komunikasi melalui sistem komputasi. Cyber-space adalah tempat maya di mana komunikasi terjadi. Istilah cyber-space diperkenalkan oleh novelis sains-fiksi William Gibson dalam bukunya yang berjudul Neuromancer. Pada saat itu, tahun 1984 dia melihat semacam integrasi antara komputer dan manusia. Jelasnya, cyber-space merupakan ‘ruang imajiner’ yang melibatkan semua kegiatan sosial dalam kehidupan dengan cara artifisial, yaitu mengandalkan peran serta fungsi kemajuan teknologi informasi melalui sistem komputasi. Sehingga hampir segala kegiatan seperti; berdebat, diskusi, kritik, protes, bermesraan serta bercinta dapat dilakukan di dalamnya.
Dewasa ini cyber-space telah mempengaruhi norma-norma, cara-cara dan perilaku dalam kehidupan sosial serta menimbulkan transformasi sosial yang cukup signifikan. Sehingga kondisi tersebut dapat menggiring pada persoalan yang lebih parah, yaitu ‘kematian sosial’ (Death of the social) yang meliputi tiga tingkat persoalan; individu, antar – individu dan komunitas.
Pertama, tingkat individu yang mencangkup konsep diri (self) dan identitas diri (self identity). Cyber-space telah membuka ruang yang sangat lebar bagi setiap individu untuk menciptakan konsep diri dan identitas tak terbatas. Kondisi seperti ini menjadikan konsep diri dan identitas menjadi tanpa makna. Sehingga, hakikat konsep diri dan identitas menjadi tidak ada, serta menimbulkan masalah yang berkaitan dengan krisis identitas. Kedua, interaksi antar individu. Cyber-space menciptakan ruang yang penuh dengan rekayasa, kepalsuan dan semu, maka hal tersebut dapat memicu tindak pencemaran nama baik sampai pada pelecehan seksual di dunia maya (cyberporn). Ketiga, tingkat komunitas. Persoalan yang terjadi adalah persoalan normatif, pengaturan dan kontrol. Sehingga, dalam cyber-space setiap orang seakan-akan mampu menjadi pemimpin yang dapat mengatur dan mengendalikan orang lain, maka timbulah isu-isu provokasi, propaganda dan hal-hal yang berkaitan dengan cybercrime.
Antara Generasi Milenial dan Cyberspace
Di era digital, generasi milenial lebih menyukai serta memiliki kecenderungan untuk mengekspose diri kepada informasi visual dan grafis melalui media internet. Menurut data yang berhasil dikumpulkan, bahwa populasi pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 mencapai angka 83,7 juta orang. Angka yang berlaku untuk setiap orang yang mengakses internet setidaknya satu kali dalam sebulan, telah memposisikan Indonesia sebagai pengguna internet terbesar ke-6 di dunia.
Bagi generasi milenial, sudah lazim terjadi jika mereka terbiasa terlibat dalam berbagai aktivitas dalam waktu bersamaan, karena memanfaatkan teknologi informasi. Menurut Dresang dan Kyungwon (2009) generasi milenial memiliki kecenderungan penggunaan teknologi informasi dengan karakteristik yang meliputi; (a) mengekspresikan pendapat bagi diri mereka sendiri, (b) memperlihatkan identitas dan menciptakan informasi, (c) potret fleksibelitas dan multiple identitas, (d) menghadapi informasi berbagai prespektif.
Menurut Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 memaparkan hampir separuh pengguna teknologi internet adalah milenial (49,52 persen). Menurut hasil survei tersebut, artinya hampir semua milenial di Indonesia dapat mengakses penggunaan cyber-space. Tetapi, problematika yang terjadi adalah maraknya cybercrime, yaitu tindakan kejahatan dan penyalahgunaan internet pada cyber-space.
Sering kali generasi milenial rentan menjadi pelaku, bahkan korban dalam cyber-space yang menjadi ruang untuk bermain dalam berbagai bentuk fantasi kelompok (group fantasi) yang bersifat virtual. Cyber-space secara cepat dapat membentuk komunitas-komunitas global lewat berbagai bentuk aktivitas untuk merealisasikan fantasi mereka, termasuk fantasi-fantasi liar yang berkaitan dengan ancaman, teror, kekerasan, seksual dan pemaksaan. Pada akhirnya, edukasi, kebijakan pemerintah, pengawasan hukum pidana mengenai UU TI serta pemanfaatan teknologi informasi pada cyber-space yang bijak yang dapat menjawab akan transformasi sosial serta tantangan antara generasi milenial dan cyber-space.
Pewartanusantara.com – Rumah adat dari Papua disebut dengan Rumah Honai. Rumah ini dibangun dengan bentuk kerucut dan seluruhnya terbuat dari bahan asli tanah Papua.
Terdapat beragam suku asli di tanah Papua ini. Mulai dari suku Damal, Dani, Arfak, Asmat, dan masih banyak lainnya. Hampir semuanya memiliki Rumah Adat yang berbeda jenisnya. Akan tetapi, yang dijadikan sebagai ikon budaya Papua ialah rumah Honai. Seluruh desain dari rumah adat di Papua ini tidak berbeda antara satu suku dengan suku lain.
Keunikan Rumah Adat Papua
Rumah adat Provinsi Papua yang disebut honai memiliki keunikan dalam arsitektur dan budayanya. Berikut adalah beberapa keunikan dari Rumah Adat Provinsi Papua honai:
Bentuk rumah
Rumah adat Papua honai memiliki bentuk yang unik dan menarik. Bangunan honai memiliki bentuk seperti sebuah kubah atau setengah bola, dengan bagian atas yang menonjol ke atas. Bagian dalamnya juga didesain sedemikian rupa sehingga dapat menahan beban yang cukup besar.
Bahan bangunan
Honai terbuat dari bahan alamiah seperti kayu, bambu, dan daun rumbia yang disusun secara bersusun. Selain itu, bagian atap honai dibuat dari daun sagu yang dianyam dengan teknik khusus.
Fungsi
Honai digunakan sebagai tempat tinggal bagi keluarga atau komunitas, dan juga digunakan sebagai tempat berkumpul untuk kegiatan sosial dan keagamaan.
Simbolisme
Honai memiliki makna simbolis yang dalam bagi masyarakat Papua. Bentuk kubahnya melambangkan bumi dan alam semesta, sedangkan bagian atap yang menonjol melambangkan kepala manusia. Selain itu, honai juga dianggap sebagai lambang kebersamaan dan persatuan dalam masyarakat Papua.
Filosofi
Honai juga memiliki filosofi yang dalam. Masyarakat Papua meyakini bahwa honai harus dibangun dengan tepat dan sesuai dengan aturan adat yang telah ditetapkan. Selain itu, honai juga harus ditempatkan di lokasi yang tepat agar dapat berfungsi dengan baik.
Keunikan lainnya
Selain itu, honai juga memiliki keunikan dalam hal dekorasi. Dinding dan atap honai sering dihiasi dengan ukiran dan lukisan yang menggambarkan simbol-simbol adat Papua. Selain itu, di dalam honai terdapat tempat tidur yang terbuat dari bambu yang disusun secara khusus dan menarik.
Dengan keunikan-keunikan di atas, rumah adat Provinsi Papua honai menjadi salah satu bagian penting dari budaya dan sejarah Papua. Rumah adat honai juga menjadi daya tarik wisata yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Papua.
3 Type Rumah Honai
Rumah Honai ini bukan rumah panggung, karena atapnya langsung dari tanah. Namun, juga terdapat lantai papan. Rumah ini memang terdiri dari dua tipe lantai.
Lantai tanah biasa dipakai untuk berkumpul, musyarawah dan aktivitas lainnya. Sedangkan yang berlantai papan dijadikan sebagai tempat tidur saja. Keduanya dihubungkan dengan tangga kayu yang ditengahnya ada tempat untuk api unggun.
Rumah Honai sendiri terbagi atas 3 tipe, yakni ;
- Untuk lelaki (honai), tempat yang dijadikan kaum hawa untuk berdiskuusi, debat ataupun berdialog mengenai kehidupan dan merumuskan kegiatan adat.
- Untuk wanita (ebei), tempat tinggal untuk para wanita yang sudah mau beranjak dewasa. Belajar dan saling mengajarkan. Bisanya bagi wanita ebei merupakan tempat tinggal sementara.
- Kandang babi (wamai)., tempat hewan ternak berupa bagi yang menjadi peliharaan suku asli Papua.
Berdasarkan ulasan tadi, bisa dikatakan bahwa rumah Honai ini mempunyai banyak fungsi. Tidak hanya sebagai tempat tinggal saja, tetapi dipakai sebagai tempat penyimpanan, belajar, meramu strategi dan aktivitas adat lainnya. Rumah adat dari suku Dani ini memang mengandung banyak nilai filosofis di dalamnya.
Sebagai penduduk Indonesia seharunya memahai akan hal ini. Rumah Honai adalah sebuah alat pemersatu dan lambang dari persatuan di tanah Papua. Begitu juga sebagai warga Indonesia yang harus selalu bersatu untuk menjunjung tinggi martabat dan harga dini bangsa.
Baca Juga : Rumah Adat Papua Barat
Rumah Mod Aki Aksa, mendengar namanya saja pasti merasa begitu asing di telinga. Mod Aki Aksa merupakan rumah adat yang berasal dari provinsi Papua Barat. Jangan hanya tahu mengenai Raja Ampat saja, ada baiknya juga dipelajari mengenai rumah adatnya agar lebih mengenal ragam budaya yang ada di Indonesia.
Rumah ini adalah tempat tinggal untuk suku Arfak di Manokwari. Rumah adat yang memiliki struktur rumah panggung dan sampai sekarang masih tetap ditinggali penduduk Papua Barat. Desain tersebut disesuaikan dengan keadaan di sana yang begitu dinggin. Bentuk tiang dari rumah ini sangatlah unik karena dibuat jajaran tiang dengan kayu kecil. Ada banyak sekali tiang yang dipakai untuk menyangga rumah Mod Aki Aksa.
Sedangkan di bagian atap dari rumah ini tersebut dari anyaman alang-alang. Mungkin sekarang sudah sangat sulit ditemukan atam dari daun alang-alang karena sudah diganti dengan seng. Desainnya cukup khas, apalagi di bagian depan yang melengkung dan belakang yang menyerupai pelana kuda. Bahan dasar daun alang-alang bisa bertahan lama meskipun harus diganti ketika sudah waktunya.
Tinggi rumah Mod Aki Aksa sekitar 4- 5 meter dengan luas 8×6 meter. Kecil memang, tetapi itulah yang menjadi ciri khas dari rumah adat Papua Barat ini. Keunikan lain juga terletak pda beberapa bagian rumah, diantaranya ;
- Rumah Mod Aki Aksa sama sekali tidak ada jendela, karena untuk menjaga suhu agar hangat ketika di waktu malam.
- Jika dilihat, rumah adat ini hanya ada 2 pintu. Di dalamnya pun hanya ada 1 ruangan tanpa menggunakan dinding. Berbagai kegiatan langsung diselenggarakan di ruangan tersebut, apapun itu.
- Terdapat tangga di depan serta belakang rumah yang dibuat dari kau dan rotan. Namun, pada tangga belakang tidak selalu dipasang, hanya ketika acara tertentu.
- Akan ditemukan beberapa rumah dengan tiang yang terdapat ukiran atau patung. Hal tersebut dianggap bisa menjaga penghuninya dari bahaya.
Ulasan singkat mengenai rumah adat Mod Aki Aksa bisa menambah khasanah pengetahuan. Terpenting, masyarkat tahu bahwa Papua Barat memiliki ikon budaya rumah adat yang memiliki desain unik dengan nilai adat yang begitu melekat.
Gorontalo masih terbilang provinsi yang muda. Namun, pada masa silam Gorontalo merupakan pusat dari kebudayaan Islam di Indonesia bagian Timur. Hal itulah yang kemudian membuat provinsi ini snagat syarat akan budaya yang kaya. Salah satu yang menjadi bukti dari kekayaan bisa dilihat dari rumah adatnya. Di mana Gorontalo memilki dua rumah adat yakni Doluhapa dan Bandayo Pomboide. Kali ini akan diulas salah satu dari rumah adat Gorontalo yaitu Rumah Doluhapa.
Nama rumah adat ini diambil dari bahasa setempat Hulondahalo yang memiliki arti mufakat. Nama tersebut diambil karena dilihat dari fungsi rumah ini yang merupakan tempat diselenggarakannya musyawarah. Ketika masa kerajaan, Dohulopa mempunyai fungsi tempat pengadilan dan untuk menvonis para penghianat. Memiliki 3 aturan yakni alur pertahanan (buwatulo bala), Alur hukum islam (buwatulo syara) dan alur hukum adat (buwatuloo adati). Kini fungsi dari rumah Doluhapa ini berubah arah, karena disesuaikan dengan keadaan masa. Sering dijadikan tempat digelarnya upacara adat atau pernikahan.
Bila melihat dari desain dan struktur bangunan daru Rumah Doluhapa ini. Tidak akan ditemukan perbedaan dari rumah adat lainnya. Di mana terbuat dari kayu alam dan berbentuk rumah panggung. Akan tetapi, perbedaan jelas terlihat dari bagian-bagian di rumah adat Gorontalo ini. Untuk lebih jelasnya simak ulasanya berikut ;
- Di bagian atap, terbuat dari bahan jerami dengan kualitas terbaik.
- Bagian dalamnya merupakan ruang yang sangat luas. Tidak banyak sekat yang ada di dalam rumah ini, jadi lebih banyak ruang luas di rumah Doluhapa.
- Selalu terdapat anjungan. Anjungan ini adalah tempat yang itu khusus ditujukan kepada para raja dan kerabat dekat istana.
- Tanga di bagian depan, paling unik dan menjadi sebuah ciri rumah Doluhapa. Karena tangga depan terdapat di setiap sisi rumah di kiri dan kanan. Masyarakat Gorontalo menyebutnya Tolitihu.
Bila dilihat secara langsung, bisa diidentifikasi bahwa rumah adat Doluhapa begitu erat dengan budaya islam. Hal yang menjadi ciri dari rumah adat Gorontalo. Dikarenakan di wilayah tersebut Islam begitu kuat dan mengakar. Budaya dan adat yang harus terus dilestarikan oleh generasi muda saat ini.
Baca juga: Rumah adat Sulawesi Barat
Hazanah keilmuan nusantara kembali diwarnai dengan hadirnya sebuah buku berjudul Ethiosophia karya Fawaid Abrari. Istilah Ethiosophia ketika saya menjelajahi google, kata-kata tersebut masih dalam revisi, atau tidak ditemukan dalam kamus google. Berulangkali saya memasukkan istilah tersebut, google tetap tidak memberi jawaban apapun atas rasa penasaran saya. Artinya, istilah tersebut adalah sesuatu yang baru. Istilah ethiosophia membuat saya harus mengercitkan dahi, sebuah ekspresi aneh disatu sisi, sekaligus rasa penasaran disisi lain. Apa yang dimaksud dengan istilah Ethiosophia? Sempat Saya menduga-duga, istilah Ethiosophia ini mirip-mirip dengan istilah yang kerap digunakan dalam tradisi filsafat.
Saya pun melakukan upaya untuk memuaskan rasa penasaran itu, akhirnya saya menghubungi belibisbook.com sebagai penerbit yang merilis buku ethiosophia itu. Ternyata, buku tersebut masih baru open PO. Saya pun memesan buku tersebut. Namun, rasa penasaran saya tidak bisa menunggu terlalu lama. Karena Usaha ini tidak memberikan hasil apa-apa, akhirnya saya harus mencari cara lain bagaimana kegelisahan ini menemukan jawabannya.
Era millenial, era sosmed, era teknologi, semua menjadi ringkas dan mudah. Melacak nama penulis melalui akun-akun sosmed yang senama dengan nama tersebut bukan hal yang sulit. Singkat cerita, setelah melalu beberapa tahap, saya berhasil menemuinya, yang ternyata penulis tersebut selalu saya lihat ketika saya ngopi di Belandongan – tongkrongan tempat mahasiswa-mahasiswa yogyakarta menghabiskan usianya dihadapan secangkir kopi. Tanpa ragu saya menemuinya, saya berbicara dengannya, bisa disebut semi wawancara. Disini saya merasa akan menemukan jawaban atas rasa penasaran terhadap buku Ethiosophia.
Tanpa basa-basi, pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut saya, apa sih Ethiosophia? Dengan senyum ramah, mas Fawaid Abrari penulis buku itu memberi jawaban teka-teki. Ia mengajukan pertanyaan, “anda beriman?” Saya jawab iya. “Anda bermoral?” Iya. Nah itulah Ethiosophia. Dengan rasa tidak menemukan jawaban, saya mengangguk seolah mengerti. Kembali saya menduga, barangkali inilah yang dalam ulasannya bahwa dalam buku ini, pembaca akan menemukan pelik-pelik argumentasi mengenai iman.
Berawal dari obrolan hangat di warung kopi, akhirnya jawaban yang saya tunggu pun tiba. Ia mulai angkat bicara mengenai Ethiosophia. Seperti yang sayaduga, ternyata benar Ethiosophia memang bahasa serapan dari istilah-istilah dalam tradisi filsafat yunani. Yakni Ethos dan sophia. Akhirnya, saya merasa tidak asing dengan istilah tersebut. Ethos bermakna etika dan sophia bermakna kebijaksanaan. Apa anggle nya? Apa kaitannya dengan iman.? Tanya saya. Jawaban Fawaid Abrari itu memberi sedikit gambaran secara garis besar bahwa, Ethiosophia mencoba merumuskan kehendak dalam jiwa sebagai sumber moral di satu pihak, dan iman sebagai kondisi terdalam bagi hati masing-masing manusia di lain pihak, menunjukkan bahwa iman dan moral memiliki keterkaitan, sebelum akhirnya ia lahir sebagai sikap moral (moralitas) yang bijaksana dalam realitas sosial.
Apa maksud dengan menembus batas rasionalitas? Lanjut saya. Rupanya, menembus batas rasionalitas adalah upaya kongkrit agar iman tak hanya bermakna percaya, semacam omong kosong untuk legetimasi absurditas metafisik, dan agar agama tak sekedar dokrin an sich, maka mendefinisikan keduanya menjadi sesuatu yang rasional, adalah keharusan bagi makhluk notabene menjunjung tinggi rasionalitas. Ethiosophia dengan segala upaya menembus absurditas menjadi sesuai yang secara rasional bisa bertahan dihadapan nalar manusia. Sehingga, iman menjadi satu-satunya sumber kehendak bagi lahirnya segala kebikjasanaan dalam moralitas manusia. Saya megangguk-ngangguk sambil berfikir dalam hati, bahwa ini adalah suatu warna kajian epistemologi yang relatif baru bagi hazanah keilmuan nusantara.
Saya mencoba menggali lebih dalam untuk menghasilkan kesimpulan dalam ulasan ini. Namun belum sempat dilanjutkan, ia berujar dalam buku Ethiosophia nanti anda akan menjumpai berbagai hal yang sebelumnya tidak sempat anda pikirkan bahkan anda bayangkan mengenai dimensi iman dan agama. Kalimat tersebut menjadi pemungkas dalam perbincangan kami di warung kopi. Akhirnya, dengan diskusi ini, saya merasa tidak rugi memesan buku tersebut untuk saya mengobrak-abrik isinya dan kajian epistemologinya. Dan saya tergugah, ketika sang penulis bilang, bahwa jika anda merasa sebagai makhluk rasional maka membaca buku ini adalah sebentuk kaharusan untuk menjawab absurditas Tuhan dalam imanmu. Semoga anda semua berniat sama untuk membantu saya mengobrak-abrik isi dari buku Ethiosophia ini.