Sebetulnya sejarah peradaban eropa dapat didekati secara ekonomi dengan menggunakan konsep kapital. Kapital yang dimaksud di sini adalah semua jenis kekayaan yang muncul dari proses ekonomi baik dalam berupa penghasilan tenaga kerja maupun penghasilan modal. Kapitalisme sendiri pada dasarnya tidak terbatas pada segala upaya memperoleh keuntungan (utilitarianism) tetapi juga suatu proses akumulasi modal yang dilandasi prinsip kepemilikan pribadi. Seorang pedagang di zaman imperial belum dikatakan kapitalis jika belum mengakumulasikan keuntungannya untuk berekspansi. Akan tetapi mustahil jika ada seorang pedagang yang tidak berekspansi sebab pada saat itu kebanyakan dari mereka bekerja sama dan membentuk suatu korporasi seperti VOC. Jika membaca The Wealth of Nation karya Adam Smith, akumulasi kapital dilakukan untuk meningkatkan kekayaan negara. Dalam bayangan dia, kekayaan negara diraih pada saat produksi industri manufaktur dan perdagangan atar negara diserahkan kepada pasar. Smith mengatakan bahwa negara yang besar tidak akan pernah dimiskinkan oleh pemilik modal. Buku tersebut sering disebut sebagai kitab suci para kapitalis karena telah memberikan landasan teoretis bagi perkembangan sistem kapitalisme pasar. Mudahnya jenis penjelasan ini dapat dikatakan sebagai pembacaan liberal terhadap kapital. Pembacaan lain terhadap kapital diberikan oleh Karl Marx dalam karya monumentalnya Das Capital yang menelanjangi habis-habisan mekanisme penindasan kaum borjuasi terhadap kelas pekerja dalam struktur perekonomian industrial. Sebagai model pembacaan yang bertentangan dengan aliran liberal, Marxisme mampu memberikan daya emansipatif terhadap suatu gerakan politik internasional yang peduli terhadap kelas pekerja atau kaum tertindas. Titik kontras dari kedua aliran tersebut terletak pada asumsi dasar mereka dalam memandang kesejahteraan. Marx yang sering dianggap sebagai nabi bagi penganut sosialis maupun komunis lebih berorientasi pada kesetaraan bahkan tidak ragu untuk mengidealkan masyarakat tanpa kelas.
Dua model pembacaan diatas merupakan corak khas masyarakat industrial yang ditandai dengan berkembangnya teknologi produksi serta situasi kekuasaan politik kolonial. Abad ke 19 merupakan periode krusial dimana kapitalisme mulai menjadi sistem ekonomi yang mapan yang didukung oleh tumbuhnya gagasan politik negara bangsa. Pada awal abad ke 20 sistem ekonomi tersebut memasuki babak baru dengan proses pengintegrasian secara global. Masa ini dikenal sebagai kapitalisme modern (Taylorism/Fordism) yang memiliki ciri pokok standarisasi produksi massal serta konsumsi secara massal. Bentuk kapitalisme ini kemudian mengembangkan suatu teknik pengorganisasian secara efisien dalam industri manufaktur yang sekarang disebut sebagai manajemen. Para manajer produksi ini kemudian menjadi kelas menengah yang memperantarai pihak pemilik modal dan pekerja pabrik. Namun kapitalisme modern yang digawangi oleh negara eropa barat dan Amerika mendapatkan tantangan dari Uni Soviet yang menerapkan sistem sosialis. Anehnya, pada Perang Dunia II dua blok yang bertentangan tersebut malah bekerja sama dalam menghancurkan Fasisme.
Kepercayaan atas mekanisme pasar (laissez faire) yang dianut oleh kaum kapitalis runtuh seketika saat gelombang depresiasi besar pada 1930 menerpa perekonomian dunia. Salah satu tokoh yang muncul di saat itu adalah J.M Keynes yang memberikan rekomendasi kebijakan yang secara umum mendorong negara agar lebih mengintervensi pasar. Pemikiran yang bercorak keynessian sangat dekat dengan konsep welfare state yang menjadi andalan kelompok sosial demokrat. Tidak lama setelah PD II berakhir yang juga berarti dibutuhkan investasi kapital agar pasar dunia mulai menggeliat malah dihambat oleh intervensi negara. Untuk mengatasi persoalan tersebut pemikiran keynessian perlu direvisi dan disesuaikan untuk kelancaran arus modal. Salah satu tokoh sentral dalam masa penyesuaian ini adalah F.A. Hayek (seorang fanatik liberal-classic) yang menaruh keyakinan mendalam pada kekuatan pasar. Ia berpandangan bahwa peran negara seharusnya hanya menjaga aturan hukum tanpa ikut campur untuk mengintervensi pasar.
Perkembangan lebih lanjut dari kapitalisme pada paruh kedua abad ke 20 menjadi milik neo-liberal. Meskipun masih terdapat sistem ekonomi tandingan yang diterapkan di Uni Soviet akan tetapi ia masih kalah jauh dalam daya kreasi dan inovasi dengan sistem kapitalis. Situasi politik yang totaliter dan perencanaan ekonomi terpusat membuat masyarakat jenuh dan mengakibatkan produktivitas stagnan. Kondisi sebaliknya dialami oleh Amerika yang menerapkan demokrasi dan liberalisme pasar, hal tersebut mampu menciptakan iklim perekonomian yang kompetitif. Selama masa perang dingin, blok barat sedang mengembangkan suatu bentuk kapitalisme keuangan yang memudahkan transaksi perdagangan maupun arus modal investasi antar negara. IMF dan Bank Dunia adalah perangkat institusi yang mengurusi persoalan tersebut. Setelah Soviet runtuh, Amerika mulai memperoleh status hegemonik dengan menyebarkan gagasannya mengenai perdagangan bebas secara global (mendirikan WTO). Arus globalisasi ini mendapatkan akselerasi berkali lipat dengan bantuan teknologi internet.
Awal abad 21 adalah masanya masyarakat global menerima konsekuensi pertama dari perkembangan teknologi informasi. Istilah disrupsi ekonomi muncul untuk menandai suatu masa ketika para newcomer mampu menawarkan suatu model ekonomi yang lebih efisien dari sebelumnya. Jika di abad sebelumnya yang merajai adalah bisnis transportasi maka sekarang gilirannya untuk bisnis teknologi komunikasi. Kehidupan masyarakat di masa kini tidak bisa dilepaskan dengan hadirnya alat berteknologi canggih seperti handphone dan komputer. Kedua alat tersebut telah mengubah hubungan pola relasi sosial yang juga berimplikasi pada terbukanya model ekonomi baru. Dengan dibangunnya infrastruktur jaringan internet yang berperan besar dalam mempercepat (efektifitas) relasi sosial secara langsung tanpa harus terkendala jarak ruang. Dalam kondisi yang seperti ini tumbuh corak baru kapitalisme yang beroperasi dalam teknologi informasi. Di sini apa yang dipandang bernilai tidak hanya sebatas pada barang dan jasa tetapi juga informasi. Informasi begitu penting karena akan mempengaruhi pengetahuan yang manusia miliki. Dalam informasi yang diproduksi maupun dikonsumsi terkandung apa preferensi, ketertarikan dan kecenderungan tertentu. Lah, satu-satunya pihak yang merekam atau mengawasi itu semua adalah platform teknologi informasi yang memiliki kuasa untuk mengakses dan memanipulasinya. Tidak ada hal yang rahasia dalam dunia internet kecuali bagi yang pertama kali menemukannya.
Masyarakat informasi secara tidak sadar dikontrol oleh suatu logika kekuasaan tertentu yang bahan bakarnya adalah tingkah laku keseharian di dunia maya. Logika tidak mungkin bisa berdiri sendiri tanpa disertai oleh motif atau jenis kepentingan tertentu. Dengan kata lain ia bersifat politis, dan tidak ada yang lebih politis daripada penguasaan ekonomi. Bagian selanjutnya akan membahas persoalan tersebut dengan mengacu pada konsep Surveillance Capitalism.
Metamorfosis Kapitalisme
Kapitalisme Industrial | Kapitalisme Modern | Kapitalisme Financial | Kapitalisme
Digital |
|
Konteks | Mekanisasi model produksi | Manajerialisasi struktur organisasi | Integrasi sistem dunia | Jaringan informasi global |
Karakter | Eksploitasi dan division of labor | Standarisasi dan consumerism
(Fordism) |
Privatisasi dan deregulasi
(Reaganomic) |
Innovative and Surveillance |
Perdebatan | Kapitalis vs Marxis | Liberalisme vs Keynessian | Globalisasi vs Anti-Globalisasi
|
Inequality-ecologi |
Baca juga: Surveillance Capitalism