Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Mendalami Bahasa melalui Biografi John Langshaw Austin

John Langshaw Austin

Pewartanusantara.com - Ketika berbicara tentang bahasa tentu Anda sudah tidak asing lagi bukan? Di dunia ini  ada banyak sekali keragaman dalam berbahasa. Tahukah Anda bahwa dalam ilmu filsafat, bahasa juga termasuk salah satu cabang didalamnya yaitu biasa disebut filsafat bahasa? Anda dapat mengetahui lebih lanjut mengenai ini melalui biografi John Langshaw Austin sebagai salah satu tokoh filsafat bahasa.

Profil Singkat Sang Filsuf

John Langshaw Austin dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1911 di Lanchester dan meninggal dunia ketika usianya masih cukup muda yaitu 48 tahun, tepatnya pada tanggal 8 Februari 1960. Ia merupakan seorang ahli filsafat bahasa yang berasal dari Britania Raya.

Pendidikan dan Perjalanan Hidup

Pendidikan dan perjalanan hidup adalah salah satu hal yang perlu dibahas dalam biografi John Langshaw Austin untuk mengenal lebih dekat dengan tokoh filsafat tersebut. Pada tahun 1924 John Austin mengambil beasiswa Klasik Shrewsbury School, kemudian ia melanjutkan pendiidkannya di Balliol College-Oxford pada tahun 1929.

Selama terjadi Perang Dunia II ia bertugas di British Intelligence Corps sebagai letnan kolonel dan berhenti dari tugasnya pada bulan September 1945. Setelah itu, John Austin kembali ke Oxford dan pada tahun 1952 ia menjadi seorang Professor Filsafat Moral. Ia juga menjadi Ketua Komite Keuangan pada tahun 1957.

Karya-karya John Langshaw Austin

John Langshaw Austin merupakan salah satu tokoh filsafat yang tidak banyak menerbitkan karya-karyanya, meski demikian ia tetap memberikan pengaruh yang besar terhadap kalangan filosofis Oxford. Hal ini dikarenakan ia selalu melakukan diskusi secara berkala dan menuangkan pemikiran selama proses mengajarnya di perguruan tinggi.

Setelah John Austin meninggal, ada tiga buku tentangnya yang diterbitkan oleh J.O Urssin dan G.J. Warnock. Mereka berhasil mengumpulkan paper yang pernah dibawa John Austin dan memuat bahan kuliah yang diberikannya di Oxford. Selain itu, dalam How to Do Thing with Words juga dicantumkan The William Jame Lecturs yang pernah ia bawakan di Universitas Harvard.

Pemikiran-pemikiran John Langshaw Austin

Pemikiran John Austin ini bertolak belakang dari filsafat biasa Wiigenstein yang memiliki perhatian terhadap bahasa biasa atau bahasa sehari-hari. Ia berpendapat bahwa banyak pelajaran yang dapat diambil dari bahasa pergaulan sehari-hari.

Ada ungkapan yang terkenal dari biografi John Langshaw Austin yaitu What to say When. Arti ungkapan tersebut adalah, unsur bahasa (what) sama pentingnya dengan fenomena-fenomena (when).

Dari ungkapan tersebut ia menamakan konsepnya dengan linguistic phenomenology karena menjelaskan fenomena-fenomena melalui penyelidikan bahasa. John Austin memberikan perhatiannya pada pembedaan jenis-jenis ucapan dan pembedaan tentang tindakan-tindakan bahasa. Lebih jelasnya, ia memiliki beberapa pemikiran tentang bahasa, diantaranya sebagai berikut.

  • Jenis Ucapan (Utterances),

Jenis ucapan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu ucapan konstatif (constative utterance) dan ucapan performatif (performative utterance). Ia berpendapat bahwa ucapan konstatif digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang faktual, sedangkan ucapan performatif tidak dapat dikatakan benar atau salah seperti ucapan konstatif.

  • Tindakan Bahasa (Speech Act),

John Austin membedakan ini menjadi 3 bagian yaitu tindakan lokusi (locusionary act), tindakan illokusi (illocusionary act), dan tindakan perlokusi (perlocutionary act).

Tindakan lokusionari (locusionary act) dalam pandangan John Austin yaitu ketika si penutur melakukan tindakan bahasa dengan sesuatu yang pasti. Sedangkan tindakan illokusi (illocusionary) lebih  menitikberatkan pada tindakan dalam pengetahuan sesuatu karena si penutur harus melakukan isi tuturannya.

"After all we speak of people 'taking refuge' in vagueness -the more precise you are, in general the more likely you are to be wrong, whereas you stand a good chance of not being wrong if you make it vague enough."

Sementara itu ia berpendapat bahwa tindakan perlokusi (perlocutionary act) ketika isi tuturan dari seseorang lebih mengena pada dirinya tersebut, dalam artian melihat pada pengaruh yang ditimbulkannya baik nyata maupun tidak.

Baca juga: Biografi Alfred Tarski, Ahli Logika Terbesar Abad 20

Penulis:

Editor: Erniyati Khalida

912