MAAF PAHLAWAN JANGAN SAMAKAN KAMI DENGAN KALIAN

MAAF PAHLAWAN JANGAN SAMAKAN KAMI DENGAN KALIAN
Oleh Rahmat Novian Saputra
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan atas berkat perjuangan para Pahlawan muncul tanah di Dunia teratas nama Indonesia. Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri dari 17.508 Pulau,740 suku dengan 583 bahasa,5 agama,keanekaragaman budaya,dan terletak sangat strategis diantara Benua Asia dan Australia, diapit oleh samudera Hindia dan Pasifik, dengan luas 6⁰ LU-11⁰LS dan 95⁰BT-141⁰BT.
Kemajemukan itu merupakan kekayaan dan sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia. Terutama ketika bangsa Indonesia membutuhkan kebersamaan dan persatuan dalam menghadapi dinamika kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Dahulu 28 Oktober 1928, para pemuda yang berasal dari berbagai daerah menyadari betul akan kekuatan yang dapat dibangun dari persatuan bangsa. Melalui Sumpah Pemuda mereka sepakat untuk bersatu dan menegaskan satu tanah air,satu bangsa,dan satu bahasa persatuan. Namun sekarang, kami para generasi dari berbagai daerah menyadari betul bahwa diri kami sangat hebat,kami berhasil adalah karena perjuangan kami sendiri bukan dari orang lain,kami makan tidak meminta kepada orang lain jadi untuk apa memperdulikan sekitar. Peduli apa kami jika ada tanah negara yang dikuasai bahkan diambil oleh negara asing,biarkan saja jika masih banyak anak-anak yang tidak sekolah dan orang miskin yang tidak bisa berobat, yang penting hidup kami senang,apa itu bahasa Indonesia? Zaman sekarang lebih gaul kalau pakai bahasa Asing.
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pendiri negara menyadari betul bahwa keberadaan masyarakat yang maejemuk merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui dan dihormati. Dahulu 1 Juni 1945, para Tokoh Indonesia melahirkan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika untuk menampung kemajemukan itu menjadi satu kekayaan. Namun sekarang, kami para generasi menyadari betul bahwa Agama kami adalah ajaran yang paling benar bukan agama orang lain yang menurut kami adalah ajaran sesat, terserah jika orang miskin harus diadili seadil-adilnya yang penting kami orang kaya adalah penguasa yang tidak boleh dibatasi apalagi harus diadili,budaya apa itu? Bagusan juga budaya daerah kami,alah untuk apa mendengar pendapat orang lain lebih baik kita putuskan langsung saja yang penting tujuan kelompok kita terwujud, negara ini sangat kaya jadi sebagai penguasa kita perbanyak saja harta keluarga kita biar cukup untuk tujuh keturunan.
Maaf kepada para Pahlawan negara yang sudah berjuang untuk menjadikan Indonesia seperti sekarang ini. Mungkin kalian mau menumpahkan darah bahkan mati demi negara ini, tapi kami tidak. Darah orang lain saja kami bayar dengan rupiah yang sangat banyak ketika kami jatuh sakit dan perlu darah tambahan. Kami tidak ada waktu untuk memperjuangkan negara apalagi memajukan negara. Bisnis dan pekerjaan kami sangat banyak untuk dikerjakan, karena harta kami harus ditambahkan. Malah yang ingin kami tanyakan adalah apa yang akan negara ini berikan kepada kami?
Tapi tidak bagi kita generasi emas bangsa. Masih ada harapan untuk memperbaiki semua itu. Kita hanya perlu memulai semuanya dengan bertanya apa yang bisa kita berikan kepada Indonesia? Setelah itu kita hanya perlu mengasah potensi dibidang apa kita punya keahlian. Tidak harus semuanya menumpahkan darah dan mengangkat senjata kecuali Tentara dan Polisi, cukup serius mencari ilmu tanpa perlu mementingkan diri sendiri,rakus,dan menindas. Hidup sederhana dan merasa cukup sudah lebih baik daripada kedepan bisa terjadi konflik dimana-mana bahkan kita harus kembali terjajah karena sudah tidak ada lagi persatuan.
Indonesia tidak ingin saya,kalian,anda,dan kita membawanya maju jika itu terlalu sulit. Tapi Indonesia sangat ingin kita saya,kalian,anda,dan kita merawat,menghargai,menjaga,dan mempertahankan semua yang sudah dianuhgerakan Tuhan Yang Maha Esa dan diperjuangkan para Pahlawan agar Merah Putih masih bisa berkibar dengan Indonesia Rayanya.
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida