Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Flashback Hari Pahlawan, yuk!

Hari Pahlawan? Masih ingatkah kalian dengan hari pahlawan? Adakah sejarah yang tersirat di dalamnya? Yuk, kita ulas tentang Hari Pahlawan.

Pahlawan? Tahukah anda apakah pahlawan itu? Ya, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Palawan tak pernah mengenal rasa takut dalam menghadapi musuh, senantiasa membela kebenaran dan tidak akan membiarkan kebohongan, kedustaan, kemunafikan mengikis bangsa kita. Pahlawan rela berkorban demi mewujudkan apa yang menjadi hak bangsa kita. Dengan gigihnya, ia tak pernah mengenal kata menyerah. Baginya, menyerah sama dengan kalah sebelum berperang.

Sampai di sini adakah pandangan mengenai hari pahlawan di pikiran kalian? Apa, ya? Baiklah, marilah kita flash back menuju peristiwa bersejarah sekaligus menegangkan 72 tahun silam tepatnya di Kota Pahlawan, Surabaya.

Hari Pahlawan biasanya kita peringati setiap tanggal 10 November, karena tepat pada tanggal tersebut terjadi pertempuran yang cukup besar. Pertempuran 10 November  adalah pertempuran pertama kali setelah dikumandangkannya proklamasi oleh Soekarno Hatta, bapak proklamator kita.

Apa yang menyebabkan terjadinya Pertempuran 10 November 1945, padahal bangsa kita sudah merdeka pada saat itu?

Penyebab Pertempuran 10 November 1945

Latar belakang terjadinya peristiwa 10 November adalah karena insiden yang terjadi di Hotel Yamato Surabaya, tepatnya pada tanggal 18 September 1945. Pasukan Belanda yang berada di bawah pimpinan Mr. Ploegman dengan sengaja mengibarkan bendera Belanda di atas Hotel Yamato. Hal tersebut memicu rasa jengkel dan kemarahan arek-arek Suroboyo.  Arek-arek Suroboyo merasa dihina atas kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.  Dengan keberanian yang menggelora, para pemuda menaiki Hotel Yamato kemudian dengan cepat menyobek warna biru pada bendera Belanda sehingga hanya tersisa warna merah dan putih.  Melihat perlakuan tersebut, meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia dengan tentara Inggris pada tanggal 27 Oktober 1945.

Paparan Pertempuran 10 November 1945

Pertempuran – pertempuran kecil itu ternyata kian hari semakin membahayakan Kota Surabaya. Serangan umum sangat cepat berkobar yang hampir membinasakan seluruh tentara Inggris jika Jendral D.C Hawthorn tidak meminta bantuan Jendral Soekarno untuk meredakan situasi panas tersebut.

Pertempuran sempat mereda sampai ditandatangani gencatan senjata antara pihak Indonesia dengan tentara Inggris pada tanggal 29 Oktober 1945. Meskipun demikian, beberapa pertempuran kecil masih saja tak terhentikan di beberapa tempat hingga puncaknya pada peristiwa terbunuhnya Aubertin Walter Sothern (A.W.S.) Mallaby yang lebih dikenal dengan Brigadir Jendral Mallaby, yaitu pimpinan tentara Inggris untuk wilayah Jawa Timur.

Terbunuhnya Jendral Mallaby dikarenakan Mobil Buick yang dikendarainya berpapasan dengan milisi Indonesia ketika melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman pun tak terhindari hingga akhirnya Jendral Mallaby tewas tertembak milisi Indonesia. Kejadian tersebut menimbulkan kemarahan di hati tentara Inggris. Jabatan Jendral Mallaby pun segera digantikan oleh Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh dengan mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 yang meminta pihak Indonesia untuk segera menyerahkan persenjataan dan menghentikan serangan terhadap tentara AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dan administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Semangat Bangsa Indonesia yang pantang menyerah berujung pada penyerangan oleh tentara Inggris pada tanggal 10 November 1945 di waktu subuh. Aksi yang disebut “Ricklef” atau “pembersihan darah” di seluruh sudut Kota Surabaya dibuktikan dengan pertahanan rakyat Surabaya yang tak pernah runtuh meskipun dengan jelas maut akan menyambut. Mereka tidak meninggalkan Kota Surabaya. Semangat kemenangan yang tinggi meyakinkan mereka untuk tetap mempertahankan Kota Pahlawan itu.

Dalam waktu tiga hari, tentara Inggris mampu menaklukkan seluruh sudut Kota Surabaya yang menewaskan sekitar 6000-16.000 rakyat Indonesia. Mereka yang selamat memilih meninggalkan kota setelah selama tiga minggu pertempuran benar-benar selesai. Banyaknya korban yang tewas menggambarkan gigihnya perjuangan rakyat Indonesia. Rasa cinta tanah air yang tak dapat dibayar dengan apapun menghasilkan kehidupan yang kita rasakan saat ini. Hembusan udara kemerdekaan di setiap pagi adalah hasil perjuangan dengan tumpahan darah yang begitu menegangkan.

Itulah mengapa tanggal 10 November disebut sebagai hari pahlawan. Tengoklah ke belakang! Bangsa ini ada karena diperjuangkan. Memperjuangkan bangsa ini agar berdiri kokoh tak semudah kita membalikkan telapak tangan. Banyak yang telah dikorbankan hingga nyawa para pejuang melayang. Mereka yang hanya bermodal bambu runcing tak gentar dengan ledakan bom super modern milik musuh. Dengan semangat juang tinggi dan keyakinan untuk tercapainya cita-cita kemerdekaan, para pejuang tetap maju tanpa ragu.

Bambu runcing? Ya, dengan bambu runcing kita lawan para penjajah saat itu. Meskipun panjajah meremehkan kita, meskipun penjajah terus menenggelamkan semangat kita, meskipun penjajah terus menghancurkan bangsa kita. Tapi tidak dengan gelora semangat para pahlawan Indonesia yang selalu membara ditengah gentingnya keadaan. Tekad yang bulat menghasilkan satu kata yang begitu besar, satu kata yang begitu membahagiakan, memberikan rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia, MERDEKA.

Sebagai generasi muda, kita telah menikmati hasil dari perjuangan para pahlawan. Kita telah menghirup segarnya udara kemerdekaan tanpa harus berlelah-lelah berjuang ,bertaruh nyawa dan mengorbankan seluruh jiwa raga. Apa yang harus kita lakukan saat ini? Haruskah kita juga berjuang melawan para penjajah? Menyodorkan bambu runcing ke hadapan para penjajah yang tak berhati nurani? Tak memiliki rasa belas kasih dan rasa toleransi.

Tidak! Kita hanya perlu menjaga bangsa ini agar namanya terus harum di seluruh muka bumi. Menunjukkan betapa kuatnya bangsa kita ini. Membuktikan bahwa kita bisa membawa nama Indonesia ke puncak tertingi dunia. Melalui pendidikan, kita harus berjuang menembus jendela pembatas menuju dunia luar. Kita perlu mengubah pola pikir menjadi lebih kreatif dan inovatif. Tak pernah lengah memanfaatkan peluang yang ada demi terciptanya Indonesia jaya. Bertindak lebih cepat dari biasanya dan senantiasa menjunjung jiwa nasionalisme. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya dan jangan sekali – kali melupakan sejarah, JAS MERAH!

324