Pewarta Nusantara
Menu Menu

Op-ed

rizal nanda maghfiroh rizal nanda maghfiroh
1 tahun yang lalu 07/05/23

Prolog

Jika kita mendengar istilah “Jombang” tentulah hal pertama kali yang terlintas dibenak kita tiada lain adalah penisbatan “Kota Santri” sebagai jargon utama kota Jombang. Selain efek menjamurnya berbagai Pondok Pesantren di berbagai penjuru kota Jombang, sebutan kota santri juga kerap kali bersinggungan dengan asal usul salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan di penjuru dunia; “Nahdlatul ‘Ulama” yang berdirinya juga tak lepas dari kontribusi para ‘Ulama legendaris Jombang sepertihalnya sosok; Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (Masyayikh Tebuireng), KH. Abdul Wahab Hasbullah (Masyayikh Tambakberas), KH. Bisri Syansuri (Masyayikh Denanyar). Ketiga tokoh ini kerap kali dijuluki penikmat opini bebas sebagai Tiga Serangkai Nahdlatul ‘Ulama, karena memang kontribusi ketiganya sangat luar biasa dalam mendirikan, menggerakkan, hingga mengorbitkan organisasi tradisionalis-moderat Nahdlatul ‘Ulama ke kancah Nasional.

Selaintiga tokoh tersebut masih banyak tokoh-tokoh legendaris lintas zaman lainnya yang asal muasal atau napak tilasnya terkait daerah Jombang, diantaranya seperti; Syekh Sayyid Sulaiman (Betek, Mojoagung) yang konon pernah satu angkatan dengan Syekh Maulana Malik Ibrahim (Gresik), KH. Tamim Irsyad (Pendiri Ponpes Darul ‘Ulum Peterongan Jombang), Pahlawan Nasional KH. Wahid Hasyim (Tebuireng Jombang) yang berperan besar dalam perumusan Pancasila melalui panitia Sembilan, Presiden Keempat Republik Indonesia; Kyai Haji Abdurrahman Wahid (Gusdur) yang sangat mendunia, hingga cendikiawan nasionalis Nur Cholis Madjid (Pendiri Universitas Paramadina Jakarta).

Dari Shorof Hingga Falaq

Tunggu sebentar, tampaknya ada nama yang kerap terlupa dari berbagai perbincangan tentang ulama yang bernapak tilas di kota santri Jombang. Jika kita pernah belajar tentang ilmu shorof maka tentulah tak asing dengan sebuah kitab kuning bernama Amstilah Tashrifiyyah yang berisikan rumus rujukan mentashrif (merubah struktur kata sesuai kondisi) yang secara garis besar terdiri dari dua macam; Istilakhi (mentashrif secara mendatar berdasarkan bentuk fi’il) dan Lughawi (mentashrif secara menurun berdasarkan padanan dhomir). Bagi kalangan yang teliti dalam mempelajarinya maka tentu akan mengenal pula dengan sosok bernama “Kyai Haji Ma’sum Bin Ali (w 1933 M)” sebagai mushanif (pengarang) kitab shorof legendaris tersebut. Nah, perlu juga diketahui bahwa tokoh tersebut ternyata merupakan salah satu tokoh yang bernapak tilas diJombang, meskipun sebenarnya Kyai Ma’sum Bin Ali lahir di kota Pudak Gresik, hingga pada akhirnya beliau nyantri kepada Hadratussyaikh Kyai Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang, sebelum akhirnya beliau diberi mandate Sang Guru untuk mendiami daerah Seblak (Utaranya Tebuireng) untuk mengembangkan dan mensyiarkan ajaran agama Islam.

Meskipun nama beliau terbilang popular di kalangan penikmat ilmu shorof melalui salah satu karya besar Amtsilah Tashrifiyyah. Sebenarnya sosok Kyai Ma’sum Bin Ali bukanlah spesialis ilmu gramatikal tata bahasa arab (Shorof, Nahwu, Balaghah, Mantiq, dsb), melainkan beliau merupakan master dari ilmu tentang perbintangan dan perhitungan (Falaq) bahkan tiga karya lainnya merupakan kitab yang bercorak pada ilmu falaq, sebut saja; Fathul Qadir (Berisikan takaran Arab ala Indonesia), Ad Duratus al Falakiyyah (beriskan pedoman falaq seperti logaritma, almanak masehi-hijriyyah, posisi matahari dan hilal, dsb), dan Badi’atul Mitsal (Berisikan teori Geosentris) yang konon ditulis oleh beliau saat mempelajari ilmu falaq alamiyah dari seorang nelayan.

KelihaianKyai Ma’sum Bin Ali ilmu anstronomi dengan cara falaq (Hisab) inilah yang akhirnya kerap kali membuat Pondok Seblak dirian beliau berbeda pandangan dengan Pondok Tebuireng dalam hal menentukan hilal awal Ramadhan mengingat Seblak menggunakan full ilmu Hisab sedang Hadratussyaikh dengan Tebuireng-nya masih mempertimbangkan metode Ru’yat dalam pencarian hilal. Namun perbedaan keduanya bukan menjadi penghalang ketawadhu'an beliau pada sang guru besar.

Sang Sufistik

Disisi lain kemonceran sepak terjang Kyai Ma’sum Bin Ali dengan beberapa kitab warisan retorika ilmu perbintangan (Falaq) dengan tambahan ilmu gramatikal pula (Shorof) ternyata masih cukup banyak pula yang tidak mengenal siapa sebenarnya beliau. Meskipun sebenarnya untuk mencari profil beliau di era peradaban virtual sekarang ini memanglah mudah sekali cukup sekali “klik” di mesin pencari tentu akan mudah mendapatkan informasi pula. Namun hal instan seperti itu haruslah dikroscek kebenarannya pula guna mencari sebuah kebenaran rill dalam peradaban nyata terlepas dari bayang-bayang informasi virtual yang sarat hal-hal instan tanpa rujukan.

Menurutbeberapa literatur online yang memang terbatas dalam membincang siapa sosok Kyai Ma’sum Bin Ali-nya Jawa Timur ini memang dikatakan bahwa beliau merupakan sosok yang sufistik lebih condong menafikan diri seputar godaan dunia yang menurut Al Ghozali dalam Kitabnya digambarkan sebagai “Wadon nini-nini”. Puncaknya bahkan ketika hendak wafat, beliau berwasiat pada keluarganya untuk membakar semua dokumentasi terkait praupan beliau baik foto atau lukisan. wasiat lainnya yaitu agar dimakamkan secara sederhana seperti makam pada umumnya, tanpa asesoris sakral makam seorang tokoh ternama.

Nah, ketika pribadi berkunjung plesiran ke beberapa makam para masyayikh tempo dulu di daerah Jombang. Terlintas pula sejenak untuk mencari makam sosok ahli falak bernama KH. Ma’sum Bin Ali yang merupakan pendiri Pondok Seblak Jombang sekaligus menantu Hadratus Syaikh atas putri pertama beliau; Nyai Hj. Khairiyyah Hasyim. Ternyata diluar dugaan tak banyak masyarakat setempat yang mengenal dimana makam beliau, ntah karena memang benar nama Kyai Ma’sum Ali tak membumi hingga banyak yang tak mengerti atau mungkin pribadi salah memilih objek. Begitu pula saat bertanya pada seorang pengawas makam tebuireng dan beberapa santri disana ternyata jawabannya sama alias tak banyak yang mengetahui dimana makam beliau, beberapa santri bahkan menjawab mungkin dimakamkan di pemakaman keluarga pondok seblak atau mungkin bahkan di daerah komplek makam Kyai Asy’ari di daerah Keras.

Sejenak saat melihat nama-nama masyayikh Tebuireng yang dimakamkan di komplek pemakaman Tebuireng yang tercantum di sebuah batu ukir, ternyata dalam salah satu batu tersebut terdapat nama KH. Ma’sum Bin Ali yang jelas-jelas merupakan tokoh pendiri Pondok Seblak. Saat pribadi kroscek dengan nomor urut masyayikh yang berada di batu ukir ternyata tepat sekali dugaan semula bahwa KH. Ma’sum Bin Ali memang memiliki kesufian yang tinggi. Kondisi makamnya tak sama seperti beberapa makam masyayikh Tebuireng lainnya. Sangat terlihat sederhana hanya berupa gundukan tanah yang terletak di bagian pojok, bahkan dalam batu nisannya sama sekali tak tertulis nama KH. Ma’sum Bin Ali. Dengan kata lain memang Kyai Ma’sum Bin Ali merupakan seorang ‘ulama yang memiliki tingkat sufisme yang tinggi bahkan melewati taraf wajar manusia pada umumnya; ingin dikenang akan sebuah peninggalan. Allahumaghfur lahu..

Wallahu ‘A’lam Bi Showab

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
1 tahun yang lalu 07/05/23

SEREM!
Kata itulah yang ada di benakku ketika melewati Gerbang Belakang Kampus UIN Malang ini. Ya jalan itu, jalan yang sore harinya ramai, tempat nongkrong para aktifis kampus membicarakan proyek mereka sembari menggoda gadis-gadis kampus yang lewat disitu. Semua orang yang lewat situ terkadang sebel ketika moment wisuda seperti sabtu kemaren, jalan yang luas menjadi begitu sempit dan sesak dipenuhi asap kenalpot berwarna hitam. Acapkali di jalan itu juga sering aku saksikan, sepasang kekasih berpelukan mesrah di atas motor. Jalan ini tentu indah bagi mereka. Tapi tidak untukku!
Kejadian malam itu benar-benar membuatku kehabisan air mata, tidurku tidak nyenyak, pagi harinya harus kusesali lagi, kenapa nasibku sesial itu. Ah menyebalkan!
“Sudahlah Mblo, lupakan, anggap kejadian itu tak pernah menimpa dirimu.” Ucapan Monyet sangat ringan, seperti kejadian itu hanya ada di film.
“Ini nyata Nyet.!”
“Bisa-bisanya kamu bilang, aku harus melupakan kejadian malam itu. Kamu kan nggak tau bagaimana susahnya aku nabung uang untuk beli barang itu” geramku
Aku diam, mengalihkan pandangan ke arah lain, muak campur sesak melihat jalan raya yang kini ada di hadapanku itu.
“Memangnya betapa pentin barang itu bagimu Mblo?” sekonyong-konyong suara Monyet mencairkan suasana yang sesaat hening. Suara monyet tak lagi terdengar olehku, karena tiba-tiba ingatanku berada pada kejadian malam itu. Malam itu memang sedang gerimis, saking asyiknya tak terasa aku bertamu di Rumah Kecantikan itu hingga larut malam. Setelah membungkusnya dengan kresek warna hitam.
“Makasih ya Mbak Jomblo, hati-hati di jalan, kalau bisa jangan lewat belakang UIN sebab di situ sering terjadi penjambretan, korban-korban nya kebanyakan perempuan, Mbak Kan Jomblo, harus ekstra hati-hati kalau kemana-mana”
“Ah sampean ini nakut-nakutin aja Jeng,” balasku dengan sunging senyum.
Mata ku meliriknya dengan perasaan penasaran campur takut, “Jeng gak bercanda kan, ohya kok tau kalau saya Jomblo?”
Tanyaku meyakinkan, sambil senyum-senyum kaku karena dikatain Jomblo.
“Sudah-sudah lupakan, aku cuman bercanda kok, cuman iseng aja. Cuman nebak juga, kalau Mbak Gak Jomblo kenapa kesini gak minta anterin Cowoknya” Jeng Kupu menutup tawanya yang serak dengan tangan kirinya.
“Sudahlah. Tidak baik buruk sangka sama orang lain.” Nasehat wanita yang berhidung mancung itu sembari mengantarku ke halaman rumah kecantikannya.
Sebelum menacapkan kunci di motorku, sekilas aku sempat melihat raut khawatir di wajah Jeng Kupu sebelum pintu rumahnya membawanya hilang dari pandanganku.
Dengan kecepatan 20 Km motor Bebek yang ku kendarai tiba-tiba menjadi berat, aku menengok ke belakang ternyata ada tangan yang menarik motorku dari belakang. Tepat di belakang Gerbang Kampus UIN.
“Berhenti.!”
“Woy jangan ngebut.” Belum sempat kujawab ancaman Manusia bertopeng hitam itu, seketika di depan motorku ada mobil Jeep Penjahat yang gagah dan besar, Jeep itu berasal dari Utara, Pintu Jeep terbuka oleh ujung tembak yang panjang. Sementara aku hanya bisa ketakutan dan gemetaran.
“Serahkan Tas Nya, atau nyawamu melayang malam ini juga.”
“Apa tidak ada dispensasi Om? Saya kan sendirian? Sedangkan Om berlima, beginikah cara perampok menunjukkan kejantanan nya? Kenapa Om gak sendirian aja? Kalau sendirian pasti kukasihkan tas ku beserta isinya.” Jawabku polos
“Kamu ini mau dirampok malah nawar, sudah, serahkan tasmu, segera.!”
Om Om yang betopeng itu mempunyai sorot mata yang tajam, aku benar-benar takut, tak ada dialog lagi, aku hanya memegang erat tas ku yang berwarna merah muda pemberian Ayah ku itu. Aku kira tas ku gak jadi diambil, karena Om yang ada di hadapanku sedikit agu-ragu, mungkin dia punya anak perempuan seumuranku, jadinya gak tega.
Tak lama kemudian, ternyata Dugaanku salah, ternyata Om yang narik motorku dari belakang tadi dengan gesit merampas tasku, lalu Om itu kabur.
“Tolong-Tolong.” Tak ada satu pohonpun yang peduli dengan teriakanku, sementara di jalan itu hanya ada aku dan motorku yang Pantatnya sudah ternodai oleh Tukang jambret,
“Dasar jambret beraninya main dari belakang.”
Mereka kabur membawa tasku yang isinya Kresek Hitam dari Rumah kecantikan Jeng Kupu tadi. Malam ini sungguh Tuhan tidak adil, kenapa ia biarkan Jambret-jambret itu merampokku, entah mengapa hati ini gelisah memikirkan ketidak pedulian tuhan kepadaku. Dalam hitungan menit telah berlabuh, bak layar proyektor yang memutar kejadian beberapa minggu lalu.
“Nyet, mana makanan nya? Kamu belum pesan ya?”
“Lha kamu, sejak tadi melamun aja Mblo, “ jawab monyet ketus
Monyet menjelaskan kepadaku kalau tadi sudah ditanya sama yang punya rumah makan, mau pesan makanan apa. “Mbak, mau makan apa? Minum apa? sejak tadi kok diem aja, mas yang ada di samping mbak juga mantengin hp aja, kalian ini lagi ngambekan ya?!”
“Mbak, jawab dong, apa mbak juga ngambek sama saya? Salah saya apa mbak?”!
Simonyet yang sejak tadi asyik main game tiba-tiba nyletuk “Sukurin, emang enak dicuekin, aku sejak tadi juga dicuekin Mas.”
“Kalian ini sama aja, kalau gak mau beli makan jangan nongkrong di sini, dasar mahasiswa jaman Now, gak punya uang, seenaknya sendiri nongkrong di rumah makan saya.” Bentak Pak Gajah
Monyet menjelaskan itu kepadaku dengan wajah kesal, mungkin dia lelah. “yaudah kita pesan nasi tempe aja ya nyet, minum air es aja.”
“Oke,! Pesen nasi tempe aja pakek melamun segala, huh dasar Jomblo.”
“Iya, iya maaf,” mulutku seakan tercekat
Mana mungkin Monyet tau kalau aku tadi inget kejadian malam itu, ya, namanya juga Monyet, yang dia tau hanya Pisang. Makanan sudah datang, kami berdua menghabiskan tempe dan nasi sepiring itu bersama-sama. Tak peduli kata orang, kami memang konyol, beteman serupa sama-sama gila, tak ada kata gengsi jika memang sedang kere.
“Sumpah lucu banget Nyet kejadian malam itu, untungnya dompet dan HP ku gak ada di dalam tas, sengaja kumasukkan ke dalam kresek Indomart yang kudapat ketika membeli Jajan.” Kulanjutkan cerita itu agar Monyet tau, kenapa aku menyesali tas ku yang berisi bedak dan lipstik itu hilang dibawa jambret.
“Kalau gitu kamu masih beruntung Mblo, gak semua yang kamu bawa malam itu dibawa kabur jambret.” Monyet mencoba menghiburku
“Iya Sih Nyet, mungkin Allah tak menginginkan aku menjadi cantik, lagipula kalau aku pakai bedak yang ku beli di Rumah Kecantikan itu, rasanya mustahil aku mau berteman sama kamu. haha”
“Alah, dasar kePD an, lagipula meskipun kamu pakai bedak dan lisptik, gak berubah jadi cantik.” Monyet lagi-lagi ngomel tanpa filter.
“Begini loh nyet, aku menyesal karena telah menuduh Tuhan tidak sayang kepadaku malam itu, kenapa Tuhan hanya diem aja ketika mengetahui aku dijambret. Malam itu aku sempat bilang, Tuhan Macam apa yang rela hambanya hidup sengsara” hmmmmmm
“Masya Allah, kelewatan kamu Mblo, dasar manusia gak pernah bersyukur, Tuhan itu maha Asyik, selain itu juga maha Misterius, apa yang kamu kira buruk untukmu belum tentu buruk bagi Tuhan. Katanya kamu ini lulusan pesantren, bab tasawuf kayak gini sangat bodoh ahahaha”
Aku tertegun mendengar ucapan Monyet yang mulutnya bau asap rokok itu. Sesal merambati dada ini, aku telah keliru menilai tuhan selama ini. Apalagi setelah mendengar cerita Monyet sebelum ia pamit ke Toilet, Monyet bilang setelah ramai warga kampus membincangkan tragedi penjambretan yang menimpaku malam ini, tiga hari selepas itu di koran ada berita wanita yang terserang penyakit gatal gara-gara salah pakai bedak.
“Maafkan aku Tuhan, maaf telah salah menilaimu. Maafkan aku juga Nyet, ternyata kamu jauh lebih mengenal Tuhan“ lirihku seraya memandang punggung Monyet hingga menghilang di antara pengunjung rumah makan yang berdatangan.

# Kisah ini terinspirasi dari (QS. Al-Baqarah : 216)
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Hilmi Fauzi Hilmi Fauzi
1 tahun yang lalu 07/05/23

Tulisan ini tidak akan di-present-kan dengan media bahasa Inggris, mengingat my English little little... cuman judulnya aja yang dibikin wah, biar berasa zaman now gituuh..

Tema ini sejatinya sudah ada beberapa yang mengulas dengan masing-masing sudut pandang. Pada kesempatan ini saya tertarik mencoba membaca fenomena meme yang banyak mengudara/ menghalus (apa ya yang pas..? maklum saya miskin diksi hehe) pada waktu-waktu ini menggunakan perspektif penumbuh kembang ulang nilai melalui Media Sosial (tuh kan ga asik pake bahasa).

Kebebasan yang ada Indonesia selepas orde baru mengantarkan warganya untuk bisa melakukan hal apapun di negeri ini tanpa harus takut akan pemerintah –selagi tidak menabrak hukum. Kebebasan ini memberikan keleluasaan kepada masyarakatnya juga untuk bersosmed (social media) ria. konsekuensinya siapapun boleh mengutarakan pendapat. Riuh kasus Pak Setn*v misalnya, langsung mendapat atensi dari warga net yang beragam. Mulai dari komentar, pembuatan lagu, dan juga meme. Ini sudah menjadi wajar, karena menjadi bagian dari konsekuensi demokrasi, globalisasi, dan teknologi.

Tapi apa sih values yang bisa kita dapat disini? Dialog, ya dialog. Hadir sosmed memberikan peluang kepada kita dapat berkomunikasi dua arah dengan sosok yang mungkin tidak terjangkau kita pada masa-masa lalu. Semudah gerakan jempol saja, kita bisa me-mention orang yang kita tuju. Namun, tidak berhenti disitu, hadirnya sosmed terkadang membuat user-nya lupa, bahwasannya pesan-pesan yang diutarakan juga terbaca oleh user lain. Sehingga dapat memberikan daya pengaruh terhadap society pengguna jagad maya. Lihat saja, hanya dengan sekali ketuk pesan-pesan kita dapat dibagikan ulang oleh user lain, yang boleh jadi tidak mempertimbangkan atau memberikan ulasan/evaluasi dahulu.  Dampaknya, banyak hal yang tidak bisa dipertanggung jawabkan muncul di sosmed, baik itu yang bersifat opini, atau pesan yang disampaikan tertuju pada seseorang. Lebih dari itu, hadirnya sosmed acapkali digunakan oleh bad-user untuk melakukan pelemahan, pendiskreditan, rasial, superiori terhadap orang lain, atau golongan lain. Tentu ini sudah mulai tidak sehat dan dapat berdampak domino terhadap user-user lain yang seperti saya sebutkan diatas –kurang melakukan ulasan dan evaluasi akan konten.

Tren ini seharusnya bisa lebih diperbaiki, karena sejatinya hadirnya sosmed harus bisa mendukung produktivitas kita, bukan justru sebaliknya. Seharusnya ada batasan-batasan etika dalam bersosmed, sehingga arah dari penggunanya juga jelas. Ini penting, karena idealnya, kita bisa mengarahkan pesan positif kita sehingga bisa berdampak pada orang yang kita tuju, atau orang lain yang juga menikmati. Sebut saja meme, dan lagu berkaitan Pak Setn*v yang sedang naik daun belakangan ini. Seharusnya meme-meme yang hadir bisa menkritik sekaligus menggugah orang yang dituju sekaligus para pembaca untuk bisa saling mengingatkan pada kebaikan –taawun ala birri wa taqwa. Bukan justru menggunakan kata satir yang kurang produktif, yang mana justru mencerminkan usernya.

Penanaman nilai melalui sosmed ini penting dilakukan, tidak hanya kasuistik pada satu kasus Pak Setn*v tersebut, namun juga secara general khalayak umum sehingga dapat memberikan daya dampak perubahan di saat dekadensi moral seperti ini. Seperti posting tentang kejujuran, kedisiplinan, daya juang, motivasi dlsb. Boleh berangkat dengan kutipan-kutipan, blog hingga vlog, dlsb, Sehingga ada warna baru di sosmed kita, dan tidak melulu pada romansa fana remaja saja. Tidak apalah sekali kita memposting tentang karya kita, pencapaian kita, sehingga menimbulkan konflik produktif senada dengan spirit Al-Quran Fastabiqul Khairot, yaitu memicu penikmat/pembaca untuk dapat produktif juga dalam karya, bukan hanya sekedar gaya.

Suatu yang didambakan, pada suatu saat sosmed kita bergelimang hal positif, sehingga mampu memberikan dampak, sekali lagi dampak kepada pembaca. Ya you know so well lah, setiap waktu dari khalayak saat ini hampir 1/4 nya (sudah akumulasi dengan tidur loh ya) hanya habis untuk melulu scrool instagram, facebook dlsb. Lihat saja, di warung kopi, hingga forum diskusi semua gitu-gitu aja. Harapannya semakin banyak konsumsi posting positif melalui sosmed, maka akan terinternalisasi secara otomatis oleh users sehingga ada perubahan positif yang bisa dirasakan. Tapi semua kembali kepada kita lah ya, doyan kaga sama hal yang begono, kalo ga doyan yaudin, yang penting jangan salahin mang udin aja, karena mang udin nya lagi keliling dunia, udin sedunia.

 

Djunawir Syafar Djunawir Syafar
1 tahun yang lalu 07/05/23

Tulisan ini, merupakan hasil pengembangan dari forum diskusi yang diselenggarakan oleh ISAIs (Institute of Southeast Asian Islam) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dalam forum tersebut, mendiskusikan bagaimana peran budaya populer dalam pembentukan identitas, digital ekonomi dan kesenangan. Dilihat dari fenomena sosial yang ditampilkan oleh Ria Ricis seorang Youtubers yang eksis dalam video-video vlog yang banyak ditonton oleh masyarakat terutama generasi muda dan dijadikan sebagai potret hiburan, gaya hidup hingga pembentukan identitas.
Tema ini, merupakan hasil penelitian dari Wahyudi Akmaliah, merupakan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Posisi sosial media saat ini, masyarakat tidak hanya berperan sebagai konsumen juga sebagai produsen. Pada tahun 1990-an, internet baru dapat berjejaring antara sarjana dan aktivis pegiat demokrasi misalnya melalui via email.

Pasca orde baru, berbagai kelompok blogger mulai menunjukkan perannya dalam publik. Pada saat yang bersamaan media sosial seperti Friendster menjadi salah satu jejaring sosial. Pada tahun 2009, Facebook muncul sebagai media sosial yang cukup dominan, kemudian memunculkan sosial media yang lain, seperti Twiitter, Instagram, Path dan sebagainya.

Fenomen budaya populer ini menunjukkan adanya flatform baru dalam masyarakat, identitas seseorang dipengaruhi budaya dan gaya hidup dalam sosial media.

Dominasi budaya populer, tanpa kita sadari menjadi identitas baru. Melalui pendekatan apa yang disukai dan disenangi oleh masyarakat. Cukup membuat orang tertawa, senang bahkan galau, kita akan menjadi idola baru. Apalagi, jika kita bumbui sedikit dengan pesan-pesan moral keagamaan, kita sudah mendapat posisi dalam masyarakat.

Peran Ria Ricis dalam sosial media cukup berhasil. Sejak 2016 hingga saat ini sudah memproduksi video vlog sekitar 145 video dengan total viewers mencapai 201, 877,704. Dalam sebulan ia bisa memperoleh sekitar 100-130 Juta melalui iklan Google Adsense.

Apa yang ditunjukkan Ria Ricis tersebut tidak ada salahnya. Ia memainkan peran dalam sosial media secara kreatif (micro celebrity), tidak sebatas konsumen tetapi juga sebagai produsen. Di sini peran digital ekonomi dapat terlihat.

Namun, dalam konteks identitas, budaya populer tersebut perlu dilihat dari perspektif yang lebih dalam, karena apa yang kita konsumsi dalam media akan menjadi budaya dan identitas baru. Produksi pengetahuan dan identitas masyarakat, bisa jadi akan mudah didominasi oleh popular culture, yang bisa memainkan peran kunci sebagai kepentingan digital ekonomi, politik, pembentukan identitas, hingga persoalan kesalehan sosial.

(Beberapa kutipan, dari materi diskusi, buku dan hasil pengembangan penulis).

Hilmi Fauzi Hilmi Fauzi
1 tahun yang lalu 07/05/23

Sinopsis Film Sang Kiai
Ada banyak tokoh kepahlawanan yang sudah diapresiasi oleh masyarakat dan negara, semisal dibuat menjadi film. Film yang mengisahkan bagaimana perjuagan mereka, sehingga dinampakkan sisi kekuatan salah satu tokoh yang diangkat dalam perannya membebaskan Indonesia dari penjajahan. Namun dari beberapa diantaranya perjuangan kemerdekaan lewat peran kaum santri kurang terangkat, padahal kaum ini punya andil yang sangat besar.

Tahun 1942 Jepang melakukan ekspansi ke Indonesia. Di Jawa Timur, beberapa KH dari beberapa pesantren ditangkapi karena melakukan perlawanan. Salah satunya adalah KH Hasyim Asy'ari.

Penangkapan ini membuat kegaduhan di Tebu Ireng –pondok pesantren pimpinan beliau. Beberapa diantaranya reaksi dari para putra beliau; KH Wahid Hasyim, Karim Hasyim dan Yusuf Hasyim serta deretan para santri: Baidlowi (menantu beliau), Kang Solichin -orang kepercayaan, serta tiga santri muda; Harun, Kamid dan Abdi.

Kejadian ini berdampak pada stabilitas pondok. Maisyaroh–lebih kerap disebut Nyai Kapu– istri KH Hasyim Asy'ari, diungsikan ke daerah Denaran. KH Wahid Hasyim bersama Wahab Hasbullah meminta agar KH Hasyim Asy'ari dibebaskan. Kepala Kempetei yang menahan beliau, tidak bersedia membebaskan. Beberapa cerita menyebutkan bahkan beliau dipindahkan dari satu penjara ke penjara lain hingga tiga kali. Baru setelah adanya bargaining KH Wahid Hasyim dan KH Wahab Hasbullah dengan Abdul Hamid Ono -orang Jepang dan kenalannya, membuahkan hasil.

Saat KH Hasyim Asy'ari dipenjara, sebagian santri memilih hengkang dari pesantren. Harun dan Kamid yang membuntuti saat beliau saat ditangkap. Naas Kamid ditembak mati, saat kepergok patroli tentara Jepang. Kematian Kamid dan penangkapan KH Hasyim Asy'ari memunculkan kemarahan dalam diri Harun, dia memilih ikut para militan dalam mencuri ransum tentara Jepang.

Akhirnya Jepang membebaskan para Kiai, termasuk KH Hasyim Asy'ari. Dengan begitu Jepang berharap para Kiai agar bisa diajak kerjasama. Lebih dari itu, Jepang memasrahkan ketua Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) kepada beliau. Melalui Masyumi Jepang meminta Masyumi agar menyitir ayat-ayat agar rakyat mau melipat gandakan hasil bumi yang nantinya diserahkan pada Jepang.

Harun mempertanyakan hal ini pada KH Hasyim Asy'ari. Ia merasa Masyumi berpihak pada Jepang. Beliau menjawab bahwasannya Masyumi hanya berpihak pada pembesar-pembesar yang adil. Harun kecewa dan keluar dari lingkup pesantren. Abdi yang mengetahui hal itu mencegah. Menurutnya, Harun tidak dapat membaca rencana KH Hasyim Asy'ari. Akan tetapi Harun tetap teguh pada pendiriannya.

Jepang melakukan blunder dengan mengangkat KH Hasyim menjadi mentri agama. Karena dengan demikian, beliau bisa menghalang para santri yang dieksploitasi oleh heiho. Malah-malah terbentuk barisan hizbullah.
Waktu demi waktu, Jepang mulai mengalami kekalahan, namun tidak memerdekakan Indonesia, justru mengembalikan kedaulatan kepada Sekutu. Maka Utusan Presiden Soekarno menghadap KH Hasyim Asy'ari. Presiden menanyakan apa hukumnya membela tanah air. Terjadilah Resolusi Jihad yang maksudnya adalah “membela tanah air hukumnya wajib” di Surabaya, sehingga para Santri pun bersiap untuk berjihad. Pada titik ini, Harun mulai terbuka matanya. 10 November 1945 menjadi hari yang bersejarah, karena pada saat itu Mallaby tewas dan menjadi awal perang yang dahsyat yang melibatkan rakyat, berbagai barisan pemuda serta laskar Hizbullah bentukan KH Hasyim Asy'ari yang terdiri dari para santri.

Value for education

Dalam film ini mengisahkan tentang pimpinan lembaga pendidikan yang tidak hanya mempimpin madrasahnya pribadi namun juga memimpin masyarakat melalui pergerakan. Disini dapat diqiyaskan kita sebagai pendidik kelak, tidak hanya mendidik siswa kita di kelas, akan tetapi mendidik kalangan warga sekitar kita juga. Jadi tugas kita tidak habis di sekolah saja akan tetapi di masyarakat kita juga harus andil, terlebih dalam bidang agama yang mana sebagai major kita saat ini.

Dalam film ini juga kami menilai dapat membuka mindset kita agar tidak kolot dan berfikir konvesional. Sebelumnya juga sudah ada Film dengan tajuk yang sama yaitu “Sang Pencerah” dimana mengkisahkan pergerakan Hadhorotus Syaikh A. Dahlan yang mana mempunyai serikat yang sangat maju hingga saat ini, di lain sisi KH. Hasyim Asy’ari yang notabene adalah sahabat KH. A. Dahlan juga mempunyai pergerakan yang eksis hingga saat ini. Urgensinya sampai saat ini kedua pergerakan ini sering dihadapkan.

Nhah, melalui film ini kami mengharapkan agar sebagai penyeimbang, dan wawasan bagi kedua belah pihak, agar bisa berfikir modern dan tidak saling menjatuhkan satu sama lain. Karena hakikatnya ini hanya sebuah ikhtilaf mempunyai metodologi masing-masing dan tidak perlu diperdebatkan. Sebagai guru kelak dan ustadz kita harus bisa dealing with good solve atas perbedaan ini, dan kita tidak boleh terjebak dalam satu ide saja, namun sayogyanya harus bisa menjadi solusi bagi perbedaan ini, baik dengan fikiran, raga, dan tenaga kita.

Evi Yuliarti Evi Yuliarti
1 tahun yang lalu 07/05/23

Panasnya suhu hari ini tidak menyurutkan semangat dan energi semua orang untuk beraktifitas. Iya, dari mulai pelajar hingga pekerja kantoran maupun pedagang sudah memenuhi padatnya jalanan di Ibukota pagi ini. Seperti biasa aku dengan tas ransel berisi laptop dan kamera serta keperluan kuliah, sudah berada dipinggiran peron stasiun menunggu comutterline datang. Suasana pagi yang penuh dengan polusi dan harus siap berdesak-desakan dengan banyak orang, untuk berebut tempat duduk di kereta sudah menjadi rutinitas pagiku setiap hari. Perasaan emosi, kesal, jengkel semua itu sudah biasa terjadi di pagi hariku.

Ya, aku seorang mahasiswi disalah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Aku harus menggunakan transportasi kereta menuju kampus karena rumahku berada jauh dari kampus. Aku lebih memilih untuk pulang-pergi, daripada menyewa kos-kosan meski segala resiko seperti telat, kesiangan, ketingalan kereta dan resiko lainnya harus aku tanggung karena uang sewa kos lebih baik aku gunakan untuk keperluan yang lainnya. Kenapa aku memilih jasa kereta api karena transportasi yang paling mudah aku jangkau dan transportasi yang lebih praktis dari pada jasa transportasi lainnya.

Kini, aku duduk ditahun ke 4 yang artinya tahun ini adalah tahun terakhirku di kampus. Aku sedang menyelesaikan skripsiku yang istimewa ini, kenapa?, karena skripsi ku adalah penentu kelulusanku selama aku kuliah 4 tahun disini. Aku harus bekerja keras dan mengeluarkan tenaga ekstra untuk menyelesaikan skripsi ini. Jujur beberapa akhir ini aku sering memikirkan akan kemana nantinya aku setelah lulus. Pikiran yang menurutku lumrah untuk seorang mahasiswi tingkat akhir. Banyaknya pengangguran dan angka kelulusan yang tinggi, membuatku agak frustasi.

Hidup memang selalu dipenuhi dengan berbagai ujian, dari mulai masalah skripsi yang tak kunjung usai, hingga setelahnya saat aku lulus nanti aku akan kemana. Aku pernah mendengar bahwa hidup memang pilihan bahkan ketika kita tidak ingin memilih pun hidup pasti akan memaksa kita untuk melakukan itu. Ya, sekarang aku paham tentang artinya hidup itu pilihan. Aku berada di kampus ini dengan jurusan yang telah aku pilih memang suatu pilihan hidup yang telah aku jalani. Dahulu, saat SMA aku tidak pernah memikirkan bagaimana alur hidupku, bahkan diawal-awal semester saat kuliah pun aku masih menggantung, apakah jurusan yang sudah aku pilih itu tepat atau tidak. Kehidupanku yang dulu benar-benar hanya memikirkan bagaimana caranya agar aku bahagia, aku hanya berhura-hura, kumpul dengan teman-teman, ikut-ikut organisasi tanpa punya alasan yang jelas.

Tetapi semenjak aku naik tahun ke tiga, aku mulai merenungi bagaimana alur cerita kehidupanku setelah ini. Aku teringat dengan pesan Bapak “Hidup di Ibu Kota itu keras, bahkan jika kamu tidak memiliki skill apa yang ada didalam didirimu kamu bukan apa-apa dikota ini. Kamu harus tahu apa dan siapa kamu, bagaiaman kamu, dan kamu hidup untuk melakukan apa” Dari pesan Bapak itu aku jadi berpikir 1000 kali, aku ini siapa dan apa. Apa yang sudah aku lakukan untuk diriku dan untuk orang-orang disekitarku. Selama ini aku tidak pernah memikirkan tentang siapa diriku dan apa jati diriku yang sebenarnya.

Hingga suatu ketika bertubi-tubi masalah datang dikehidupanku. Semua bermula ketika aku terpilih menjadi ketua disebuah event yang akan diadakan organisasiku. Saat itu, pengalaman pertamaku menjadi seorang ketua, aku tidak pernah tahu apa yang harus aku lakukan terlebih lagi semua anggota didalam kepanitian susah diatur, keras kepala. Dari situ aku belajar memutar otakku bagaimana caranya mengatur dan menyatukan pemikiran dari berbagai macam pemikiran yang isinya tidak akan sama anatara satu dengan yang lainnya. Diawal memang semuanya berantakan, bahkan aku pun merasa aku tidak bisa menjadi ketua yang tegas.

Namun, salah satu seniorku datang menghampiri aku. Dia memberiku beberapa nasehat dalam berorganisasi, tapi ada satu nasehat yang paling membekas dihati dan otakku hingga saat ini, beliau pernah berkata “Ketika seseorang ditunjuk untuk menjalankan sebuah tanggung jawab yang besar dan diamanahkan ke diri kita, itu berarti orang-orang disekitar kita percaya dengan kemampuan diri kita sendiri, dan hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapat amanah besar. Mungkin saat ini diri kita merasa aku bukan sosok pemimpin yang baik, tapi percayalah apa yang sudah terjadi itu adalah takdir. Tuhan pasti sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada hidup kita, dan ketika kita sudah menjalaninnya percayalah bahwa Tuhan pasti selalu membantu dan tahu bahwa kita bisa menjalakan amanah yang sudah diberikan. Kita diminta bagaimana caranya menjalankan tanggungjawab ini dengan baik, dan yang bisa melakukan semua itu adalah diri kita sendiri. Karena ketika kamu percaya pada diri kamu sendiri, maka semua pasti akan berjalan dengan baik. Tapi ketika kamu sudah tidak percaya dengan diri kamu sendiri itu berarti kamu meremehkan apa yang sudah Tuhan takdirkan untuk kamu.”.

Nasehat itu menjadi salah satu motivasiku untuk mengubah alur cerita hidupku, aku yang tidak pernah merencanakan kehidupanku dimasa depan, tapi sekarang aku selalu memikirkan bagaimana kehidupanku dimasa depan. Ya, sudah ada banyak rencana yang aku list dalam buku catatanku. Memang rasa takut dan pesimis itu pasti selalu ada ketika aku merasa bahwa diriku ini belum bisa menyelesaikan suatu masalah, tapi aku yakin aku tidak sendiri ada Tuhan dan orang-orang yang mencintaiku. Mereka adalah motivasi terbesar. Hidup memang harus dimulai dari diri sendiri, seperti keinginan bangsa ini untuk lepas dari penjajahan.

Bangsa Indonesia yang dulu dijajah, selalu berada dibalik langit hitam yang gelap. Lalu tiba-tiba datang seorang penggerak yang memudarkan langit hitam itu menjadi sepercik cahaya, bahkan seperti api yang berkobar panas. Ya, para pahlawan terdahulu yang berhasil membuat semangat serta ambisi untuk merdeka melepas bangsa Indonesia dari penjajahan. Semua pasti berawal dari diri sendiri, keinginan untuk lepas dari keterpurukan selama berabad-abad, keinginan untuk lepas dan tidak lagi menjadi seorang budak. Mereka menemukan apa dan siapa diri mereka, apa yang mereka lakukan untuk membuat bangsa ini maju dan merdeka.

Kehidupan pahlawan terdahulu lebih berat karena harus melawan para penjajah. Sedangkan kehidupan saat ini hanya melawan diri sendiri pun seperti sangat sulit. Ya, kenapa sulit, karena mengendalikan diri kita untuk melawan diri dari rasa keegoisan, malas, dan ambisius yang tinggi itu tidak mudah jika diri ini masih terus-terusan mengulangi perbuatan tersebut. Sejatinya aku tersadar hidupmu adalah jati dirimu. Hidupmu berjalan baik atau tidak itu dirimu sendiri yang menentukkannya, bukan orang lain. Orang-orang disekeliling kita hanya tempat untuk berbagi cerita, motivasi atau bahkan penyemangat.

Be Your Self, jangan ingin seperti siapa atau apa, tapi jadi diri sendiri yang mampu memberi perubahan dalam hidup yang positif untuk orang-orang disekitar bahkan untuk bangsa ini. Mungkin saat ini itu yang selalu aku pikirkan untuk menjalani kehidupanku. Menjadi seorang penulis dimedia terkenal seperti pewarta nusantara misalnya, hmm itu menjadi salah satu daftar list kegiatan yang ingin aku lakukan setelah ini. Hidup memang pahit tapi belajar untuk menjadi pemanis dalam hidup agar lambat laun rasa pahit itu bisa hilang dengan sendirinya.

triana wulan triana wulan
1 tahun yang lalu 07/05/23

Tidak terasa setelah 2 bulan berlalu, kita telah merasakan hingar bingar kemeriahan pesta 17 agustusan atau kemerdekaan sembari tidak lupa untuk menundukkan kepala dan merenung. Mengingat jasa para pahlawan yang rela berkorban nyawa demi mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan ini. Kita tentu bisa bernafas lega karena hal itu tetapi apa yang terjadi di Indonesia saat ini? Indonesia yang dahulu sungguh berbeda dengan Indonesia yang sekarang. Saat banyaknya pengaruh budaya asing yang masuk dan mulai mempengaruhi budaya asli kita, kita hanya diam dan malah menerima pengaruh budaya luar tersebut. lantas, siapakah yang akan meneruskan warisan kekayaan leluhur ini? Apakah kita hanya perlu diam meratapi kekejaman yang semakin menghantam bumi pertiwi ini? Tentu generasi peneruslah yang harus melakukan hal tersebut. generasi muda perlu menggali ilmu sebanyak – banyaknya agar apa yang seharusnya kita hindari dapat terhindarkan. Namun apa yang terjadi? Indonesia malah semakin terpuruk oleh genari penerus kita. Pembunuhan dan pemerkosaan marak dilakukan oleh kalangan pemuda. Dimana letak hati dan pikiran mereka? Pengaplikasian dari ilmu yang mereka dapatkan justru disia – siakan. Disaat ilmu sangat penting untuk kita justru perlu disimak, mereka justru bermain – main dan bolos saat menimbah ilmu tersebut. Masuknya perkembangan teknologi juga membuat kalangan muda memilih untuk mencoba menggunakan teknologi dalam kehidupan mereka sehingga berkomunikasi secara langsung sudah snagat minim dilakukan. Itukah perilaku anak bangsa? Apakah moral itulah yang patut dicontohi?. Penggunaan dan peredaran narkoba marak terjadi. Sebab apa? Mereka tergiur dengan iming – iming uang yang mungkin dapat menyejahterakannya. Justru hal itu salah. Hal tersebut justru membiarkan diri kita terjerumus kedalam masalah dan dikejar masalah. Jika terus begini, siapa yang akan menjaga keutuhan bangsa indonesia?. Tentu tidak ada jika tidak diupayakan. Oleh karena itu, sebagai perangkat negara, pemerintah seharusnya ikut ambil alih dalam memberikan pengarahan dan sosialisasi ke seluruh Indoesia agar dapat menyadarkan mereka bahwa bangsa ini akan semakin hancur jika kita tidak berhenti membuat masalah. Apakah kita tidak rindu dimasa ketika pepohonan menari sambil menggugurkan daun – daunnya. Disaat komunikasi yang tidak pernah dilepas oleh apapun. Kekeluargaan sangat kental pada saat itu. Kita semua hidup tenteram sehingga kepercayaan tetap terjaga satu sama lain. Dahulu kita berbondong – bondong berlari menimbah ilmu. Kami senang dan tidak ada beban. Bermain bersama teman adalah obat kegelisahan kami. Budaya sangat dijaga sehingga tetap terjaga kesakralannya. Tidakkah kita rindu hal tersebut? indonesia itu indah. Sangat sayang jika disia – siakan hanya karena diperdaya oleh hal – hal baru yang mengusik. Perlu adanya kesadaran diri agar kita tetap bisa menjaga keutuhan bangsa dan negara indonesia sehingga dapat kembali merasakan kedamaian dan kemakmuran Agar bangsa ini tetap terjaga seperti dahulu.

rizal nanda maghfiroh rizal nanda maghfiroh
1 tahun yang lalu 07/05/23

Pada suatu hari Rasulullah SAW hendak berpergian lalu beliau bingung untuk memilih siapa isteri beliau yang diajak untuk berpergian. Atas dasar keadilan Rasulullah Muhammad SAW pun memutuskan untuk melakukan pengundian yang pada akhirnya nama yang keluar adalah Sayyidah Aisyah Ra. Pada saat itu adalah masa turunnya ayat tentang Hijab (pemisah antara laki-laki dan perempuan), sebelum turunnya ayat itu laki-laki dan perempuan bebas bersama-sama melakukan sebuah aktifitas. Oleh karena itulah pada saat itu Sayyidah Aisyah Ra pun harus merelakan untuk menempati ruangan rumah-rumahan tertutup yang digotong oleh para sahabat. Saat itu pula bertepatan dengan sebuah perang bernama “Banil Mustaliq” yang mana pada akhirnya Nabi Muhammad SAW, Sayyidah Aisyah Ra, beserta para rombongan berpartisipasi dalam peperangan tersebut.

Setelah perang selesai dengan kemenangan pasukan islam, maka pada malam harinya Rasulullah SAW beserta rombongan termasuk Sayyidah Aisyah Ra pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Ketika dalam perjalanan Sayyidah Aisyah Ra hendak membuang hajat dan memutuskan untuk turun dari rumah-rumahan tersebut (Sekedup). Para sahabat tidak mengetahui bahwa Sayyidah Aisyah Ra turun dari rumah-rumahan tersebut, mereka pun pergi meninggalkan Sayyidah Aisyah yang buang hajat dengan menggotong rumah-rumahan (Sekedup) kosong, karena mereka mengira bahwa Sayyidah Asiyah Ra masih berada didalam ruangan tersebut.

Mendapati bahwa para rombongan meninggalkan beliau, Sayyidah Aisyah Ra pun cemas dan khawatir apalagi ditambah putusnya kalung kesayangan beliau. Sayyidah Aisyah Ra berfikir pasti nantinya rombongan akan mencari beliau tatkala tak mendapatinya dalam sebuah rumah-rumahan (sekedup), beliau pun memutuskan untuk diam di tempat hingga tertidur ditempat tersebut. Suatu ketika salah satu sahabat Nabi bernama “Saffan Ibnu Muwafiq” yang ditugaskan berjaga barisan belakang kaget tatkala menemukan Sayyidah Aisyah Ra yang tertidur sendirian, ia pun mengajak Sayyidah Aisyah Ra bersama-sama pulang menuju Madinah.

***
Tatkala sampai di Madinah terjadilah berita menggemparkan bahwa yang mana Sayyidah Asiyah Ra dituduh berzina dengan Saffan Ibnu Muwafiq. Sebenarnya tuduhan tersebut bermula dari seorang mufasiq bernama Abdullah Bin Ubaid. Saat itu sebenarnya Sayyidah Aisyah Ra belum mengetahui tuduhan tersebut. Beliau baru mengetahuinya dari “Ummu Mitsah” tatkala ketika beliau hendak membuang hajat dengan ditemani Ummu Mitsah, mengingat sesampai di Madinah Sayyidah Asiyah Ra langsung menuju rumah Ayahandanya “Abu Bakar As Shiddiq”. Akan tetapi saat itu Siti Aisyah menanggapi tuduhan tersebut dengan apatis dan cuek.

Ketika Sayyidah Aisyah Ra bermaksud bertemu Rasulullah SAW dirumah beliau dan menjumpai beliau disana. Siti Aisyah dibuat heran dengan perilaku Rasulullah SAW yang tak seperti biasanya, dimana Nabi Muhammad hanya berkata tentang ucapan salam dan bertanya tentang bagaimana kabar Aisyah. Merasa bahwa ada yang aneh dari geliat Nabi Muhammad SAW maka Siti Aisyah Ra pun minta izin kepada Nabi untuk pulang kembali ke rumah Ayahnya Abu Bakar, dimana Siti Aisyah bermaksud hendak menayakan kebenaran terkait tuduhan zina bersama Saffan yang menimpa padanya.

Sesampainya dirumah Ayahnya Abu Bakar, Siti Aisyah pun menanyakan pada beliau terkait kebenaran adanya kabar terkait tuduhan tersebut. Sayyidina Abu Bakar Ra pun menjelaskan pada Siti Aisyah selengkap-lengkapnya terkait kabar tuduhan tersebut. Mendengar cerita dari ayahanda Siti Aisyah pun menangis dan meneteskan air mata.

***
Disisi lain Nabi Muhammad SAW meminta pertimbangan pada dua sahabat beliau “Ali Bin Abi Thalib Ra” dan “Usama Bin Zaid” terkait keputusan untuk menceraikan Siti Aisyah atas dasar kabar perzinaannya dengan Saffan. Hal ini dikarenakan sejak munculnya kabar berita perzinaan Siti Aisyah, wahyu tidak lagi turun kepada Nabi Muhammad SAW tak seperti biasanya. Usama Bin Zaid pun mengebalikan keputusan tersebut kepada Nabi untuk menceraikan atau tetap mempertahankan ikatan, “terserah engkau wahai Rasul” Kata Usama, sedangkan Ali Bin Abi Thalib memberikan pertimbangan “Semoga memang baik-baik saja, Wanita bukan hanya Siti Aisyah wahai Rasulullah” (Ucapan Ali Bin Abi Thalib inilah yang pada akhirnya berdampak pada sedikit rusaknya keharmonisan antara beliau dengan Siti Aisyah yang pada puncaknya terjadinya Perang Jamal pada masa kepemimpinan beliau sebagai Khalifah).

Kemudian Usama Bin Zaid dan Ali Bin Abi Thalib pun memberi usulan agar Nabi Muhammad SAW menjumpai Balirah guna memberikan pertimbangan lain terkait penyikapan berita tersebut. Balirah pun berkata “Tidak mungkin wahai Nabi bahwa Siti Aisyah melakukan perbuatan perzinaan mengingat sifat Siti Aisyah sendiri masih kekanak-kanakan”. Mendengan perkataan Balirah, Nabi Muhammad SAW pun mempercayai bahwa Siti Aisyah memang tak bersalah dan hanya semata-mata dituduh oleh seseorang.

Nabi pun memutuskan untuk mengumpulkan para pemuka kabilah dan suku guna menanyai terkait siapa yang telah menyebar berita bohong tersebut. Tiba-tiba muncul Saad Bin Ubaid (pemimpin Suku Khasraj) berkata “Barang siapa yang memang memfitnah yang mana jika berasal dari suku Aus maka akan ku potong lehernya dan jika berasal dari suku ku (Khasraj) maka akan aku serakan kepada engkau wahai Nabi”. Sontak perkataan dari Saad Bin Ubaid tersebut mendapat bantahan keras dari pihak suku Aus, “Tidak bisa engkau memutuskan hal itu” kata Uzaid Bin Khudair selaku pemimpin Suku Aus. Perdebatan dua suku tersebut hampir saja memicu pengulangan terjadinya peperangan antar dua suku terbesar di Madinah tersebut.

***
Ketika Rasulullah menemui Siti Aisyah dirumah Ayahandanya Abu Bakar beliau mendapati Aisyah menangis pilu, lalu Rasul pun berkata kepada Aisyah; “Wahai Aisyah, apabila engkau tidak berzina maka tentulah Allah SWT akan memberi kemudahan, namun jika engkau memang melakukan hal tersebut maka bertaubatlah”. Mendengar perkataan dari Rasul, Aisyah pun berhenti menangis lalu berkata “Aku ini wanita muda, aku ini juga belum hafal Al-Qur’an. Demi Allah, jika aku memang mengatahakan tidak terkait hal tersebut engkau tentu tetap tidak akan mempercayainya wahai Rasul karena berita tersebut memang sudah seakan menjadi kebenaran. Namun apabila aku mengatakan ucapan Ya terkait kejadian tersebut tentulah aku membohongi Allah SWT”.

Setelah kejadian itu maka turunlah wahyu Allah kepada Nabi sampai Nabi Muhammad mengeluarkan keringat walau saat itu suasana Madinah sangat dingin. Nabi pun tersenyum dan berkata “ Wahai Aisyah, engkau telah dibebaskan dari kebohongan oleh Allah SWT”. Mendengar perkataan Nabi maka Ibu Aisyah pun berkata “Aisyah bersyukur dan berterima kasihlah kepada Nabi”. Sontak Aisyah pun berkata “Aku tidak akan bersyukur kepada Nabi tetapi aku akan bersyukur kepada Allah SWT”

Disisi lain Abu Bakar pun marah setelah mengetahui kebenaran dari peristiwa tersebut, “Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah lagi pada Mistah (Mistah adalah orang yang bersama Abdullah Bin Ubaid memfitnah Aisyah)”. Tiba-tiba kembali turun wahyu kepada Nabi yang berisi larangan mengucapkan sumpah atas nama Allah dalam hal keduniawian. Mendengar penjelasan Nabi maka Abu Bakar pun mencabut sumpahnya dan berkata “Demi Allah Aku menyukai Allah SWT yang Maha Pemaaf”. Semenjak kejadian tersebut Siti Aisyah pun senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Dalam waktu lain Nabi Muhammad SAW bertanya kepada isteri beliau Zainab “Wahai Zainab, bagaimana pandanganmu tentang Aisyah ?”. Zainab menjawab “Aku tidak melihat apa-apa dan aku tidak mendengar apa-apa, Aisyah adalah wanita yang selalu terjaga kesuciannya”.

Rizal Nanda Maghfiroh

Sumber:
Dikutip dari dawuh KH. Mohammad Djamaluddin Ahmad (Majlis Pengasuh Ponpes Bahrul ‘Ulum Tambakberas) dalam pengajian Al Hikam 4 Januari 2010.

Kholid al Afghani Kholid al Afghani
1 tahun yang lalu 07/05/23

"Welcome To The Machine"

Welcome my son, welcome to the machine.
Where have you been?
It's alright we know where you've been.
You've been in the pipeline, filling in time
Provided with toys and Scouting for Boys.
You bought a guitar to punish your ma.
And you didn't like school,
and you know you're nobody's fool.
So welcome to the machine.

Welcome my son, welcome to the machine.
What did you dream?
It's alright we told you what to dream.
You dreamed of a big star,
He played a mean guitar,
He always ate in the Steak Bar.
He loved to drive in his Jaguar.
So welcome to the machine.

Akhir-akhir ini saya sering memutar lagu-lagu 70-an 'progressive rock' (atau yang bernuansa psikedelik) setelah sekian lama mabuk dengan petikan gitar berat Jimmy Page dari Led Zeppelin, terlebih saat sedang menulis tugas -yang numpuk- kemarin. Genre progresif ini akhirnya berhasil menjatuhkan saya dan saya mulai merasa nyaman saat mendengarkannya, ketukannya slow, banyak nada-nada eksperimental yang sulit ditebak, terkadang bercampur dengan harmonisnya Jazz yang hangat, dan terutama sekali pada lirik-liriknya yang filosofis dan kritis.

Pink Floyd adalah salah satu band prog-rock juga psychedelic rock asal Inggris yang dibentuk pada tahun 1965. Dalam album "Wish You Were Here" (1975) lagu yang berjudul "Welcome to The Machine", mengkritik sistem pendidikan di sekolah-sekolah bagaikan sebuah mesin. Namun mesin disini dalam arti tidak menjadikan anak itu sebagai suatu suku cadang atau hardware yang menjadikan mesin semakin canggih, tapi anak dijadikan sebagai bahan bakar. Makanya dalam bagian liriknya digambarkan "sesuatu yang keluar dari pipa".

.....
You've been in the pipeline, filling in time
Provided with toys and Scouting for Boys
.....
So welcome to the machine

Menurut subyektif penulis, yang dimaksud dalam lirik ini juga tentang realitas anak yang seharusnya berada di bangku sekolah namun tidak mau (mampu) untuk sekolah, entah karena relativitas kemampuan anak ataupun yang lainnya. Sehingga, anak hanya menjadi penerima pelajaran dengan buta dan mimpi-mimpi dari 'orang tua' (kiranya yang dimaksud 'orang tua' di lirik ini mengacu kepada status quo, atau dalam istilah film The School of Rock adalah “The Man”. Atau juga karena tekanan sosial yg membuat seragam dengan orang lain). Hal yang demikian akan menghilangkan sikap kritis dan kreativitas. Pada akhirnya hal itu akan membuat si anak datang ke dalam 'mesin' bukan sebagai suku cadang, tetapi sebagai bahan bakar. Oleh karenanya si anak digambarkan datang dari 'pipeline' atau pipa saluran bahan bakar.

Sepertinya 'sekolah' yang diinginkan oleh-persona atau penulis-lirik dalam lagu ini adalah sekolah yang menjadikan seseorang menjadi pemikir kritis dan mempunyai kreativitas yang bebas, sehingga tidak hanya mendamba bintang-bintang besar yang hidup berkubang di steak bar dan menunggang Jaguar. Jadi, kalau diulur lebih jauh lagi, lagu ini juga mengandung asumsi bahwa tidak sekolah formal pun tidak masalah asal bisa berpikir kritis.

Menurut Emha Ainun Nadjib, pendidikan adalah menemani anak didik untuk mengetahui kehendak Tuhan terhadap dirinya tersebut. Cara pertama yang harus ditempuh untuk mengetahui kehendak Tuhan adalah mengenal jati dirinya. Sesungguhnya Tuhan sudah memberikan seperangkat pengetahuan, begitu lahir ke dunia - ia sengaja dilupakan oleh Tuhan. Hikmahnya, agar manusia tersebut senantiasa mencari, meneliti dirinya sendiri sampai menemukan (keagungan) Tuhan. Paradigma pembelajaran yang ada hingga saat ini masih cenderung 'mengimpor' pengetahuan dari luar dirinya. Akibatnya pengembangan potensi kemampuan nalar akal dan kreativitas mengalami kemandegan. Oleh karena itu, menurut Cak Nun pendidikan harus mengenal sangkan paran, yaitu dimana tempat berpijak dan kemana harus melangkah ke tujuan sejati.

Dari kecil kita sudah menjadi budak yang sangat terdidik dengan jerat sistem pendidikan (sekolah) yang sedemikian rapi dan cita-cita bak raja dengan segala kemuliaannya. Semua yang diajarkan di sana kompleks, sempurna dan brilian. Bahkan, budak tersebut harus mampu mendaki tebing yang tinggi, yakni tujuan dengan peraturan yang sombong itu. Demi mimpi yang paling mulia kelak. Tak peduli relativitas kemampuan mereka, bagaimana mereka melangkah tertatih-tatih kesulitan atau mungkin seperti merasa tenggelam dalam laut yang begitu dalam. Pada akhirnya mau tidak mau mereka harus menurut pada sistem itu dengan hasil apapun. Hingga akhirnya mereka terlepas dari sistem yang mengekang, dan dihadapkan dengan medan pertempuran yang baru, yakni realitas kehidupan.

Paradigma tentang seorang (pelajar) yang cerdas pun kiranya telah benar-benar sempit dan terbatasi oleh bagian-bagian kecil dari kehidupannya di lingkungan sekolah saja. Dalam arti bahwa seorang akan dianggap cerdas jika ia hebat dalam (pelajaran) matematika, fisika, ekonomi dan lain sebagainya. Yang (kebanyakan) hanya bersifat teori saja. Padahal, proses pendidikan bukan hanya dalam lingkup sekolah saja. Namun, ada keluarga dan lingkungan yang merupakan agen sosialisasi juga.

Kesadaran menampar mereka, nyatanya apa yang sudah dipelajari kala itu tidak bersahabat dengan relativitas dan kondisi realitas yang dihadapinya. Sisi kreatifitas mereka lumpuh dan membusuk. Meskipun beberapa dari mereka, akhirnya dapat berjumpa dengan mimpi yang selalu dimpikannya. Sebagian yang lain akan menjadi pupuk penyubur tanaman kapital yang seakan tak mungkin mati.

Dan sebagian yang terakhir akan dihadapkan dengan kebingungan, seakan apa yang dirasakannya bagaikan bayi yang baru lahir atau seperti anak kecil yang diharuskan turun dalam medan pertempuran tanpa adanya mukjizat dari Tuhan. Bagaimanapun mereka harus bereksplorasi di saat itu juga, menemukan passion dan mulai membangkitkan kreativitas yang lumpuh itu. Lalu sejauhmana pendidikan yang sudah ia teguk selama bertahun-tahun itu berdampak??

Kesadaran harusnya ditumbuhkan sedini mungkin, di mana tempat berpijak dan kemana harus melangkah ke tujuan sejati. Sekolah harus melahirkan para pemikir yang kritis dan menjadi pribadi yang kreatif agar mereka dapat bereksplorasi ria, karena mereka adalah tonggak bangsa bukanlah bahan bakar. Menemukan apa yang harus dihadapi dengan relativitas kemampuannya juga medan realitas yang mengharuskannya hidup hingga dapat tumbuh berbunga dan berbuah.

Tulisan ini hanya bunga liar dari pekatnya kopi dan asap-asap yang menemani saya di malam hari.

sri wahyuni sri wahyuni
1 tahun yang lalu 07/05/23

Menurut saya Setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan hak dan kewajiban yang sama. Yang terpenting setiap orang haruslah terjamin  haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan. Indonesia adalah negara yang besar. Kaya akan suku, budaya, agama, bahasa,  kekayaan yang melimpah, dan memiliki ribuan pulau yang terbentang luas dan diiringi jumlah penduduk yang selalu bertambah.  Seiring perjalanan waktu,  wawasan kebangsaan semakin memudar.

Menurut kalian apa itu Kebangsaan? Apakah dengan mengakui bahwa “ Saya berKEBANGSAAN Indonesia “ itu sudah bisa di katakan KEBANGSAAN? “ itu namanya hanya pengakuan saja. Negara kita saat ini sedang mengalami krisis kebangsaan. Kebangsaan negara kita setiap harinya terancam. Ancam-ancaman dari luar yang ingin menghancurkan negara kita dengan cara-cara yang tidak pantas dan merusak moral. Misalnya, Narkoba adalah salah satu cara warga asing untuk mengintervensi generasi muda di Indonesia. Untuk itu, Marilah kita para generasi muda tidak terjerat kepada barang haram itu serta membantu penegak hukum untuk memberantasnya. Kalian pasti sudah sering mendengar barang haram itu. Di Negara kita ini, Narkoba bukanlah hal yang tabu lagi untuk di bicarakan. Jangan menyepelekan Narkoba. Barang tersebut bisa merusak diri kita dalam persekian detiknya setelah mengkonsumsi obat tersebut. Dengan menggunakan Narkoba, Kita bisa kehilangan akal sehat. Selalu melakukan hal-hal buruk yang tentu saja berdampak pada kebangsaan kita.

Dengan susah payah para pahlawan memerdekakan negara kita. Bertumpah darah bahkan mati untuk negara kita. Kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak membawa hasil, karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi lain kaum colonial terus menggunakan politik “devide et impera”. Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah padam dalam usaha mengusir penjajah dari Nusantara. Sekali lagi para generasi Muda, Mari banggakan bangsa kita ini. Dengan menjunjung nilai tinggi pancasila dan membuktikan bahwa Kebangsaan Indonesia adalah Bangsa yang kuat dan cerdas.

Pada tanggal 10 November di peringati sebagai hari Pahlawan. Yang melatarbelakangi tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan adalah peristiwa pertempuran hebat yang terjadi di Surabaya antara arek-arek Suroboyo dengan serdadu NICA yang diboncengi Belanda. Mantan pimpinan tertinggi gerakan Pemuda Republik Indonesia (PRI) Sumarsono yang juga ikut ambil bagian dalam peperangan pada saat itu mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Momentum peperangan di Surabaya tersebut menjadi legitimasi peran militer dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sehingga nilai kepahlawanan tersemat dalam sebuah perjuangan melawan agresi militer. Dan untuk memobilisasi kepahlawanan secara militeristik. Sekali lagi dan lagi, Saya sebagai Generasi muda penerus bangsa mengajak kalian semua untuk menjadi generasi menghargai perjuangan para pahlawan-pahlawan kita.

Hari jadi Pewarta Nusantara yang bertepatan dengan hari pahlawan juga yaitu  pada tanggal 10 November mengusung tema “Merajut Kebinekaan untuk Persatuan dan Kesatuan”. Tema ini disusung guna menyikapi era yang serba teknologi dan termediakan. Bagaimana tidak, Pengetahuan masyarakat jawa terhadap keadaan dan berbagai informasi tentang Papua, Sulawesi, Sumatera, tentusaja berasal dari teknologi media elektronik. Begitu juga sebaliknya, masyarakat papua yang kemudian bisa mengenal Sumatera, Kalimantan Jawa baik kebudayaan maupun kegiatan adatnya tentu berasal dari sumber yang sama. Untuk itu, perlu kiranya Pewarta Nusantara menjembatani satu ungkapan perasaan yang sama kepada seluruh masyarakat Indonesia tentang bagai mana sesungguhnya kita tidak sekedar saling tau, melainkan saling cinta dan saling menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Apa itu Pewarta Nusantara? Pewarta Nusantara adalah media online yang memfasilitasi generasi kreatif Indonesia di bidang literasi. Kalian adalah generasi muda yang mengaku kreatif tapi belum mengunjungi website resmi mereka? Ayo kunjung website resmi mereka di https://www.pewartanusantara.com/ Kalian bisa mendapatkan hal-hal yang bermanfaat di website mereka.