Pewarta Nusantara Menu

News

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA.COM – Diakuinya Yerussalem sebagai ibukota Israel bukan saja menolak kebenaran sejarah, namun dapat memicu sikap ekstremis di berbagai wilayah.

“Saya protes keras pernyataan Presiden Donald Trump. PBB harus segera bertindak,” menurut Ketua Pengurus Tanfidziyah PBNU, Robikin Emhas dalam keterangan persnya.

Emhas memaparkan bahwa pengakuan Yerussalem sebagai ibukota Israel dapat menimbulkan pelanggaran terhadap Prinsip Hukum Humaniter sebagaimana diatur dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 Pasal 53 tentang penentuan perlindungan bagi tempat pemujaan dan objek budaya.

Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB terhadap Yerussalem No. 252 tanggal 21 Mei 1968 hingga Resolusi DK PBB No. 2334 tanggal 23 Desember 2016 menegaskan bahwa DK tidak akan mengakui perubahan apapun atas garis batas yang ditetapkan sebelum perang 1967.

Seperti halnya, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2253 tanggal 4 Juli 1967 hingga Resolusi No. 71 tanggal 23 Desember 2016, lanjut Emhas, yang pada intinya menegaskan tentang perlindungan Yerussalem terhadap pendudukan/okupasi Israel.

Melalui Resolusi No. 150 tanggal 27 November 1996, UNESCO menyebut “Kota Tua Yerussalem” sebagai warisan dunia yang terancam musnah. Serta penyerangan keagamaan dengan dibangunnya terowongan dekat Masjid Al Aqsa oleh Israel.

Emhas melanjutkan, walaupun demikian, protes masyarakat dunia terhadap sikap Trump tidak boleh menggunakan kekerasan. Sebab, kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah dan hanya menghasilkan permasalahan lainnya.

Jika demikian, bagaimana pendekatan PBNU dalam menyikapi kebijakan Presiden AS tersebut? Terkait Palestina, dalam Muktamar ke-33 di Jombang tahun 2015, dirinya menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama telah merekomendasikan hal-hal berikut.

Pertama, PBNU mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan bagi kemerdekaan rakyat dan negara Palestina tidak bisa ditangguhkan. Oleh sebab itu, PBNU mendesak supaya PBB segera memberikan dan mengesahkan keanggotaan Negara Palestina menjadi anggota resmi PBB serta memberikan hak yang setara dengan rakyat dan negara yang merdeka.

PBNU juga menghimbau bagi bangsa dan Negara yang cinta kepada perdamaian, tanpa penindasan dan diskriminasi, agar mendukung diakuinya Negara Pelestina sebagai anggota PBB yang sah dan resmi memperoleh hak-hak yang setara dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya.

Kedua, PBNU mendesak PBB, untuk memberikan sanksi, baik politik maupun ekonomi kepada Israel, jika tidak bersedia mengakhiri okupasi terhadap tanah Palestina.

Ketiga, menyerukan agar negara-negara di Timur Tengah khususnya yang mayoritas Islam untuk bersatu mendukung kemerdekaan Palestina.

Keempat, Mendesak agar OKI (Organisasi Kerjasama Islam) untuk secara intensif mengorganisir anggotanya untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA.COM – Metro TV sempat ramai diperbincangkan publik media sosial, lantaran ceramah Ustadzah Nani Handayani, Selasa (5/12) dalam acara Syiar Kemuliaan.

Kabarnya, Ustadzah tersebut melakukan kesalahan yang memprihatinkan dalam penulisan ayat Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 21 dan Surat Al-Ankabut Ayat 45 . Bukan hanya salah dalam penulisan, namun arti yang muncul sangat jauh dari kaedah arabiyah.

Fauzan Amin, Ketua Umum Ikatan Sarjana Quran Hadis Indonesia (ISQHI), menilai persoalan kesalahan penulisan ayat yang dilakukan ustadzah adalah hal yang manusiawi dan lumrah.

Ajan tetapi sebagai seorang da’i, salah dalam penulisan ayat secara berulang-ulang bukan sesuatu yang wajar. Oleh sebab itu, akan menunjukkan kredibilitas yang rendah.

“Turut menyesali kejadian tersebut, apalagi di lakukan oleh profesional yang di tonton jutaan pemirsa,” ungkap Ketua Umum ISQHI tersebut.

Dengan terjadinya kasus tersebut, Fauzan menyarankan kepada media agar lebih selektif dalam memilih penceramah. “Tidak hanya berdasarkan popularitas, artis, lucu, atau terkenal. Akan tetapi pemahaman agama, latar belakang pendidikan dan kompetensi harus didahulukan,” lanjutnya.

Ia (Fauzan Amin) juga berharap kepada semua media televisi dan lembaga-lembaga dakwah lainnya, agar sikap kehati-hatian wajib dilakukan demi meminimalisir kejadian yang serupa atau bahkan lebih parah dari ini.

“Sangat perlu mencari da’i atau peceramah yang mumpuni dengan kualitas terbaik,” tegasnya.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA.COM – Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA telah meluncurkan perangkat internet yang bisa memperkirakan kota-kota dunia yang terkena dampak mencairnya lapisan es.

Dengan peralatan itu bisa terlihat bagaimana perkiraan air yang mencair dari es itu terdistribusi secara global.

“Peralatan itu memberikan—untuk setiap kota—gambaran tentang gunung es, lapisan es, ataupun puncak es yang mana yang amat penting,” tutur para peneliti.

Jadi, jangan menganggap karena Indonesia jauh dari kawasan gunung es, maka tidak akan terkena dampak dari mencairnya lapisan es di Kutub Utara atau Kutub Selatan.

Pasalnya, menurut para ilmuwan, perputaran Bumi dan efek gravitasi akan membuat air dari gunung dan lapisan es menyebar ke seluruh dunia.

Jakarta, misalnya, berdasarkan perkiraan para ilmuwan, akan terkena dampak peningkatan permukaan laut setinggi 1.713 milimeter.

Selain Jakarta, empat kota dan satu kawasan lain yang masuk dalam peralatan internet yang dikembangkan Laboratorium Propulsi Jet NASA di California itu adalah:

Banda Aceh: peningkatan permukaan air laut 1,713 mm
Jawa Timur: 1.766 mm
Makassar: 1.764 mm
Manado: 1.780 mm
Jayapura : 1.747 mm

Laporan tentang predikisi peningkatan permukaan laut tersebut sudah diterbitkan di Science Advances.

“Sejalan dengan kota-kota dan negara-negara yang berupaya membangun rencana untuk mengurangi banjir, mereka harus berpikir 100 tahun ke depan jika ingin mengkaji
risikonya dengan cara yang sama dilakukan perusahaan asuransi,” kata Dr Erik Ivins.

“Peralatan baru ini memberikan cara bagi mereka untuk melihat lapisan es yang seharusnya paling mereka khawatirkan.”

Dengan peralatan itu, terlihat juga peningkatan permukaan air laut yang signifikan akibat dari perubahan di lapisan es di sebelah bagian barat laut Greenland.

Seorang ilmuwan lain, Dr Eric Larour, mengatakan, ada tiga proses utama yang mempengaruhi “jejak permukaan laut” atau istilah untuk pola perubahan permukaan laut di seluruh dunia.

Proses yang pertama adalah grafiti.

“Hal itu (lapisan-lapisan es) ini adalah massa besar yang mengerahkan daya tarik ke laut,” kata Dr Larour.

“Ketika es menyusut, daya tarik tersebut berkurang dan laut akan menjauh dari massa itu.”

“Sejalan dengan daya ‘tarik-dorong’ itu, daratan di bawah lapisan es yang mencair akan mengembang secara vertikal, karena sebelumnya ditekan lapisan es yang berat,” tambah dia.

Faktor terakhir yang mempengaruhi adalah planet yang berputar.

“Anda bisa memikirkan Bumi yang berputar,” kata Dr Larour. “Pada saat berputar, dia bergoyang dan pada saat massa di permukaan berubah, maka goyangannya juga berubah.”

“Hal itu, pada gilirannya meredistribusi air ke seluruh Bumi.”

Dengan memperkirakan semua faktor tersebut ke dalam kalkulasi, para peneliti mampu membangun sebuah peralatan prakiraan untuk kota-kota dunia tersebut.

“Kami bisa menghitung kepekaan yang tepat, untuk kota tertentu, tentang permukaan laut untuk setiap massa es di dunia,” ujar Dr Larour kepada BBC.

Artikel sudah pernah dipublikasikan di kompas.com dengan judu: “NASA: Es di Kutub Mencair, Empat Kota di Indonesia Terancam

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA – Tindakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dituding oleh Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Lukmanul Khakim, bahwasanya hal tersebut dapat berpotensi memicu terjadinya perang besar.

“Tindakan tersebut akan menimbulkan ketegangan di kawasan Timur Tengah, bahkan di seluruh belahan dunia,” Ungkap Sekretaris LPTNU tersebut.

Dia juga menambahkan, langkah Donald Trump tersebut telah mencederai proses perdamaian antara Palestina dengan Israel.

“Dengan mengakui Yerussalem sebagai ibukota Israel, maka Amerika telah merobek perjanjian damai antara Palestina dan Israel. Dan ini saya rasa sebuah sikap yang fatal,” tuturnya.

Berbagai kecaman dan kritik dari berbagai penjuru dunia juga membidas Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel tersebut.

Negara pertama di dunia yang secara resmi menjadikan serta mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah Amerika.

Langkah tersebut tentunya berpotensi menimbulkan kekerasan bahkan pertumpahan darah. Para pemimpin dari dunia Muslim dan masyarakat internasional lain melontarkan kemarahan dan mengecam keputusan Trump.

Bukan hanya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, namun Trump juga mengumumkan rencana pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Kapasitas Yerusalem merupakan jantung konflik panjang antara Israel dan Palestina, sebab Israel mencaplok Yerusalem Timur dimana bagi Palestina wilayah tersebut nantinya akan menjadi ibu kota negara mereka.

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Maruarar Sirait (Politisi PDIP), mengatakan tentang kontestasi politik bahwa, tidak ada partai politik yang menang secara berturut-turut saat Pemilu pasca reformasi 1998 lalu.

“Ada data yang menarik pasca reformasi 98 berarti pemilu pertama yang adalah PDI Perjuangan. Tahun 2004 yang menang adalah partai Golkar, 2009 yang menang Demokrat, 2014 yang menang PDIP,” ungkap Maruarar, Jakarta, 3/12/2017.

Menurut Maruarar, fenomena demikian memberikan gambaran merebut kekuasaan lebih mudah daripada mempertahankannya. “Artinya memelihara kepercayaan itu jauh lebih sulit dari pada merebut kemenangan,” jelasnya.

Menimbang elektabilitas dan popularitas PDIP yang semakain meningkat dirinya menyatakan saatnya PDIP mencetak sejarah baru pasca reformasi dalam kontestasi politik.

“Ini waktunya PDI Perjuangan membuat sejarah. Dalam pemilu yang kurang lebih 2 tahun lagi sekarang PDI Perjuangan 30 persen jauh di atas partai lain dan jauh diatas perolehan tahun 2014,” tegasnya.

Lanjutnya, hal yang saat ini akan dilakukan oleh PDIP adalah konsisten dengan mendukung Jokowi pada Pilpres 2019 nanti. “Nah, posisi ini yang harus dijaga oleh PDI Perjuangan konsisten memdukung Jokowi mendukung Pancasila mendukung kemudian jauh dari korupsi kader-kadernya. Saya kira kita akan membuat sejarah 2 kali menang secara berturut-turut,” tegasnya.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan Indo Barometer tentang elektabiltas partai, PDIP menempati urutan pertama sebagai partai yang dipilih oleh masyarakat umumnya.

Hasil survey tersebut yakni:
Partai yang paling banyak dipilih PDI-P 30,2%, Golkar 12,5%, Gerindra 10,8%, Demokrat 7,7% dan PKB 6%, PKS 5,0%, Nasdem 3,8%, PPP 3,3%, PAN 2,0%, Hanura 2,0%, Perindo 1,5%, PSI 0,2%.

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA.COM – Pertemuan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dengan Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi, Senin,( 4/11/2017), kabarnya akan membahas sejumlah persoalan transportasi di Ibu Kota ini.

Ketika hendak berangkat ke Kantor Budi yang terletak di Jalan Merdeka Barat Nomor 8, Jakarta Pusat, Sandi mengatakan dalam pertemuan tersebut;

“Yang akan kita angkat adalah masalah transportasi di DKI, di mana kita ingin ada peningkatan pelayanan publik transportasi di DKI untuk transportasi umum,” ungkap Wakil Gubernur di Balai Kota.

Dalam 5 tahun ke depan Sandi akan fokus untuk membuat masyarakat beralih dari transportasi pribadi ke transportasi umum. Merealisasikan hal tersebut, menurutnya dibutuhkan stasiun kereta api seperti tempat transit yang terintegrasi dengan kendaraan lainnya, sehingga memudahkan bagi masyarakat.

“Kami ingin ada kemitraan dengan Kemenhub seperti stasiun kereta api, kami jadiin transit oriented development (TOD),” tuturnya.

Wakil Gubernur tersebut juga menjelaskan, pihaknya pun bakal lebih banyak menghadirkan pembangunan jalur lingkar layang. Sehingga, pelintasan kereta api tak akan mengganggu lalu lintas kendaraan mobil dan motor.

“Banyak sekali persimpangan kereta yang ganggu lancarnya lalu lintas. Kalau itu bisa diangkat seperti di Gondangdia sampai Gambir akan sangat bantu,” jelasnya.

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA.COM – Hasil survei Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) tentang Joko Widodo sebagai calon presiden 2019 kurang begitu baik elektabilitas yang muncul di radar. Hasil dari Orkestra ini tak seperti lembaga-lembaga survei lainnya yang menunjukkan perbedaan mencolok antara elektabilitas Joko Widodo dengan Prabowo Subianto.

Ditunjukan oleh survei Orkestra yakni elektabilitas Joko Widodo hanya sebesar 24,38% sementara Prabowo 21,9%. Walaupun seperti survei-survei lain yang mendudukan Joko Widodo di posisi teratas, namun Orkestra mengatakan Prabowo masih menjadi lawan kuat dan tangguh untuk melawan pada Pilpres mendatang.

Oleh karena itu, dengan dukungan elektabilitas 24,38%, Orkestra mengingatkan Joko Widodo bahwa angka tersebut mengkhawatirkan. “Ini warning bagi Jokowi,” ungkap Ketua Umum Orkestra Poempida Hidayatulloh, Minggu, 3-12-2017.

Data hasil survei Orkestra terkait elektabilitas Capres 2019, sebagai berikut; Jokowi (24,38%), Prabowo (21,9%), Gatot Nurmantyo (2,80%), Agus Harimurti Yudhoyono (2,31%), Anies Baswedan (2,14%), SBY (1,81%), Jusuf Kalla (1,48%), Ridwan Kamil (1,32%), Tri Rismaharini (1,24%), Mahfud MD (1,07%) dan nama-nama lainnya sebesar 5,93%.

Tentang hasil survei Orkestra tersebut, pengamat politik NSEAS Muchtar Effendi Harahap mengatakan elektabilitas Jokowi ternyata tak cukup baik.

“Angka elektabilitas Jokowi 24,38 % di atas menunjukkan angka terjun bebas. Padahal 3 tahun lalu elektabilitas Jokowi sekitar 54%, setahun kemudian sekitar 50%, terus terjun rata-rata di bawah 40 %. Kini versi Lembaga Survei ini jauh di bawah yakni hanya 24,38%. Dari pengalaman pemilihan langsung di Indonesia, incumbent bisa menang lagi jika elektabilitas terakhir di atas 60%. Jika angka elektabilitas Jokowi tetap dan tidak bisa di atas 60 % menjelang Pilpres 2019, dipastikan akan gagal,” tutur pengamat politik asal UGM, Jakarta, 4-12-2017).

Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan rezim Jokowi supaya elektabilitasnya tak bikin malu sebagai bekal menghadapi Pilpres 2019 nanti?

“Kita harus jawab dulu pertanyaan: Mengapa elektabilitas Jokowi terjun bebas, padahal posisinya penguasa tertinggi negara dan dicitrakan populis alias merakyat? Lebih ironis lagi, ada 7 parpol mendukung Jokowi sebagai Calon Presiden pada Pilpres 2019, toh elektabilitas Jokowi tak bertahan, bahkan terjun terus bebas, tak terbendung. Mengapa elaektabilitas Jokowi tetap terjun bebas padahal sudah didukung parpol seperti Golkar, PPP, Hanura, Nasdem dan lain-lain? Aneh memang!,” cetusnya.

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Salah satu perumpamaan untuk memahami perbedaan antara Sosial-Demokrasi (Sosdem), Sosialisme, dan Komunisme, paling mudah diambil dari ilmu tasawuf.

Tasawuf memperkenalkan Syari’at – Thariqat – Haqiqat.

Sosdem itu ibarat “Syari’at”. Sosialisme ibarat “Thariqat”. Komunisme itu ibarat “Haqiqat”.

Sosdem itu kondisi ketika kehidupan sosial secara lahiriah tampak baik, karena demokrasinya berjalan. Tapi demokrasi itu masih borjuistik, kelas-kelas elite masih berkuasa, dan rakyat belum menguasai alat-alat produksi.

Ini analogis dengan level “Syari’at”. Orang shalat, tapi masih riya’ (pamer, “aleman”), masih digandoli “penyakit-penyakit hati”. Luarnya bagus, tapi dalamnya masih bermasalah.

Sosialisme itu kondisi-kondisi ketika demokrasi lebih maju, rakyat mulai memegang kontrol atas alat-alat produksi, tapi kelas-kelas sosial juga masih kuat. Tapi sarana untuk mencapai demokrasi sejati pada segala bidang, mulai dicapai rakyat melalui penguasaan parlemen, melalui partai-partai politik milik rakyat (bukan partai-partai para pemodal), dan melalui mayoritas perangkat politik negara. Tapi, perang yang dilancarkan kaum elite borjuis yang tak menerima kondisi ini masih cukup sengit, sehingga rakyat masih harus mawas diri dalam menjaga kekuatannya.

Ini persis “Thariqat”. Thariqat adalah sarana untuk mencapai kesadaran tertinggi akan Ilahi. Sarananya sudah ada, lengkap dengan metodenya, langkah-langkahnya, tinggal konsisten mengamalkan atau tidak. Di “Thariqat” ini paling banyak godaan, karena nafsu-nafsu yang buruk dan sifat-sifat tercela sisa-sisa kebiasaan buruk lama (feodalisme, kapitalisme) masih bercokol, tapi kabar baiknya, sifat-sifat yang baik dan terpuji (akhlak mahmudah yang bernuansa sosialistik) mulai mengisi relung kesadaran. Meningkatkan kesadaran menjadi wajib pada situasi ini, karena Setan masih suka mengganggu. Perjuangan pada Thariqat ini sama beratnya seperti perjuangan fisik pada Sosialisme.

Komunisme itu kondisi puncak ketika Sosialisme berhasil mengatasi kondisi-kondisi objektif dan subjektifnya, ketika antagonisme sosial menyusut, dan kemakmuran merata secara kolektif. Charles Fourier, seorang tokoh sosialisme utopis, menyebutnya “Tatanan Harmoni”; Marx-Engels menyebutnya “masyarakat tanpa kelas”, dan berbagai sebutan lain. Komunisme itu dapat menjadi utopia atau kondisi riil, berbeda-beda menurut versi para pemikir kiri ini, tapi yang jelas, kondisi ini sulit dicapai, sama sulitnya seperti seorang sufi meraih Haqiqat (tentu jika melalui usahanya semata).

Haqiqat adalah kondisi kedekatan (taqarrub) tertinggi manusia dengan sang Ilahi, ketika sifat-sifat baik dan indah telah seluruhnya melingkupi kedirian hamba. Para sufi yang “nyentrik” dan kontroversial seperti Abu Mansur Al-Hallaj menyebutnya “al-ittihad”, yaitu penyatuan absolut ketika diri telah melebur dalam keilahian. Para sufi yang lebih moderat tidak seberani Al-Hallaj dan lebih memilih menyebutnya dengan Cinta (Mahabbah) atau Kearifan (Ma’rifah), dan banyak sekali rujukan dan sebutan untuk menamai kondisi ini. Beberapa sufi sungkan menyebutnya secara vulgar, karena mudahnya kondisi ini disalahpahami.

Analog dengan Haqiqat, Komunisme adalah kondisi di mana hal-hal positif dari perjuangan rakyat yang demokratis mulai membuahkan hasil, secara nyata dan meyakinkan. Inilah kondisi di mana negara dan rakyat telah bersatu dalam menghambat tumbuhnya borjuasi, suatu situasi yang revolusioner, tapi dengan catatan, revolusi itu telah memberikan hasil nyata bagi rakyat yang memperjuangkannya.
Dari 1001 eksperimentasi komunisme, mungkin hanya 1 yang berhasil. Bahkan di negara-negara yang mengaku komunis, belum tentu berhasil mewujudkan komunisme, bahkan banyak di antaranya yang mundur kembali menjadi negara kapitalis. Dari 1001 penempuh jalan sufi, mungkin hanya 1 yang mencapai Haqiqat.

Jadi, kalau ada orang yang teriak-teriak anti-komunisme, kita bisa curiga, kondisi orang itu jangan-jangan masih Syari’at, atau satu level di bawahnya, level Maksiat. Orang yang suka maksiat diajak berbicara Haqiqat, tentu kagetnya tak ketulungan. Bisanya memfitnah, sama seperti kaum sufi yang difitnah sesat pada zamannya.
Atau jangan-jangan juga — ini yang lebih penting — memang karena kondisi objektif saat ini juga belum sampai pada perwujudan Sosdem itu sendiri. Reformasi 1998 adalah khas revolusi ala Sosdem, dan kita makin mundur dari cita-cita Reformasi.

Jika diibaratkan dengan ketiga hal itu, Pancasila ibarat “mursyid” atau guru sang sufi yang membantunya untuk melewati terjalnya Sosdem-Sosialisme-Komunisme itu. Pancasila diniatkan oleh para pejuang bangsa untuk menjadi pandu bagi perwujudan kemakmuran dan keadilan sosial kolektif tertinggi.

Tapi “quo vadis” Pancasila? Menuju sosialisme? Atau menuju komunisme? Atau menuju “maksiat-isme” kapitalisme neoliberal?
Bung Karno suatu saat mengatakan, “Pancasila itu Kiri”. Pertanyaannya, masihkah kita ber-mursyid pada Pancasila yang Kiri ini, atau pada Pancasila Jadi-jadian, yang tak membawa bangsa ini maju kecuali terus berputar-putar di lubang yang sama?

Silakan dijawab sendiri.

Sumber: Muhammad al-Fayyadl (Gus Fayyadl)

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA.COM – Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla (JK) mengawali pembukaan Festival Sail Sabang 2017. Pembukaan digelar di di Terminal pelabuhan CT-3, Sabang. Acara yang digelar sejak 28 November telah memasuki acara puncak pada Sabtu (2/12/2017).

Acara pembukaan dimulai 09.30 WIB. JK tiba sekitar 09.00 WIB.

Sejak Jumat (1/12), kota Sabang diguyur hujan tanpa berhenti. Namun JK tetap hadir untuk meresmikan Festival Sail Sabang 2017.

“Walaupun dalam cuaca seperti ini, kita tetap optimis,” ujar JK.

Dalam sambutannya, JK mengingatkan bahwa dulu banyak kapal dari Eropa datang ke Sabang untuk mengisi logistik. Namun hal itu tidak lagi diperlukan, seiring perkembangan teknologi.

“Dulu banyak kapal Eropa ke sini, sekarang kapal besar sudah jarang hanya cruise,” kata JK.

JK teringat pertama kali datang ke Sabang pada tahun 2000. Saat itu JK menjabat sebagai Menteri Perdagangan di zaman Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur).

“Saya bergembira sekali setelah 17 tahun lalu saya datang ke Sabang lagi,” ujar JK.

Sejak tahun 2000, Sabang menjadi kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ). Namun saat ini Sabang bertransformasi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“Pada tahun 2000 kita resmikan Free Trade Zone, pada zaman Presiden Gusdur saya sebagai Menteri Perdagangan,” ungkap JK.

JK menambahkan, Pemerintah ke depannya ingin fokus menjalankan FTZ di Sabang, sekaligus sebagai KEK. Tujuannya untuk mendorong perekonomian dan menarik investasi sebanyak mungkin di Sabang.

“Apa yang kita rencanakan jadi bagian ekonomi Sabang, butuh kerjasama lebih keras baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” kata JK.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
1 tahun yang lalu

PEWARTANUSANTARA.COM – Menjelang Akhir tahun, Seperti biasa Forbes merilis daftar orang terkaya di berbagai penjuru dunia.

Dalam daftar 50 Orang Terkaya Indonesia 2017 versi Forbes pada 29 November lalu, mayoritas di dominasi oleh kaum Adam. Namun, beberapa diantaranya, ada juga sosok wanita.

Dialah Arini Saraswaty Subianto (46), orang Indonesia terkaya nomor 37 versi majalah ekonomi Forbes.

Urutan itu membuatnya menduduki posisi wanita terkaya di Indonesia 2017.

Dia juga dikenal sangat mencintai buku dan suvenir.

Tak heran, jika dia menggabungkan konsep suvenir dan buku dalam toko buku Aksara di Jakarta pada 2003 lalu.

Jumlah kekayaan Arini ditaksir mencapai $AS 820 juta atau sekitar 11 triliun rupiah.

Bisnis utama Arini bergerak di sektor pertambangan dan kelapa sawit.

Ia sendiri merupakan putri pengusaha terkemuka, yakni Benny Subianto yang meninggal pada Januari 2017 lalu.

Arini meneruskan usaha yang dirintis ayahnya.

Mendiang Benny juga merupakan salah satu pemilik saham PT Adaro. Tahun lalu, Ayah Arini masuk dalam peringkat ke-33 orang terkaya di Indonesia.