Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Ahmad Ali Adhim

Verify Penulis
Di Portal Berita
Pewarta Nusantara

Portal info lowongan kerja lokal Yogyakarta. Informasi yang ada di Akun Loker Jogja sudah melalui verifikasi Super Tim Jobnas.

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara - Badan Intelijen Australia (Office of National Intelligence/ONI) mengalokasikan dana sebesar AUD 600.000 (sekitar Rp 6 miliar) untuk sebuah proyek penelitian yang mengeksplorasi penggabungan antara Otak Manusia dan Teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI).

Kolaborasi tersebut melibatkan startup Cortical Lab yang berbasis di Melbourne. Pada tahap awal, tim peneliti telah berhasil menyuntikkan 800.000 sel otak manusia ke dalam cawan percobaan yang disebut sebagai 'BrainDish'.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok sel otak manusia tersebut mampu bermain game 'Pong', sebuah pencapaian yang menarik dan menjadi landasan untuk pengembangan teknologi otomatisasi yang lebih canggih.

Potensi aplikasinya sangat luas, mencakup berbagai sektor, mulai dari mobil tanpa awak (self-driving car), drone otomatis, hingga robot untuk kebutuhan logistik.

Associate Professor di Monash University, Adeel Razi, yang merupakan kepala tim peneliti proyek ini, menyatakan bahwa teknologi baru ini memiliki dampak yang signifikan bagi masa depan.

Dengan kemampuannya yang diharapkan dapat mengungguli teknologi saat ini, ia optimis bahwa proyek ini akan membuka potensi baru bagi dunia teknologi.

Baca Juga; SpaceX Mengalami Penundaan Peluncuran Roket Falcon 9 yang Membawa Satelit Starlink Mini

Mesin cerdas yang melibatkan komponen organ manusia di dalamnya menjadi semacam 'superhuman' yang akan terus belajar dan beradaptasi seperti otak manusia.

Razi dan timnya bertekad untuk menyelidiki dan memahami perkembangan sel otak melalui 'BrainDish', dan eksperimen ini dianggap sebagai proyek paling ambisius di industri teknologi saat ini.

Dengan dukungan pendanaan dari ONI, mereka berharap dapat mengembangkan mesin AI yang unggul, dengan kemampuan belajar dan beradaptasi layaknya jaringan otak manusia.

Seiring berjalannya waktu, proses penggabungan otak manusia dan AI diharapkan dapat menciptakan mesin cerdas yang semakin mumpuni dan canggih, membawa teknologi ke tingkat baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Proyek ambisius ini juga menimbulkan sejumlah pertanyaan etis dan moral tentang bagaimana penggabungan otak manusia dengan teknologi AI dapat mempengaruhi privasi, kebebasan, dan hak asasi manusia.

Meskipun tujuan utama proyek ini adalah untuk mengembangkan teknologi otomatisasi yang lebih maju, tantangan etika seperti kontrol atas teknologi ini dan potensi penyalahgunaannya perlu ditangani dengan serius.

Baca Juga; Elon Musk Akan Mengganti Logo Twitter dan Mengeksplorasi Rebranding

Beberapa ahli di bidang etika teknologi telah mengajukan keprihatinan tentang bagaimana teknologi semacam ini dapat mengancam hak privasi dan mendukung pengawasan yang tidak diinginkan.

Selain itu, masalah keamanan siber dan potensi manipulasi pikiran juga menjadi keprihatinan. Dengan gabungan otak manusia dan AI yang mampu belajar dan beradaptasi, kemungkinan risiko terhadap sistem keamanan menjadi hal yang harus dipertimbangkan dengan cermat.

Pemerintah Australia dan para peneliti harus memastikan bahwa proyek ini berada dalam koridor regulasi yang ketat dan transparan untuk melindungi kepentingan dan hak-hak warga negaranya.

Dibutuhkan kerangka kerja etika yang kuat untuk mengatur eksperimen dan penggunaan teknologi yang melibatkan intervensi pada organ manusia dan otak.

Selain itu, partisipasi masyarakat dan dialog terbuka tentang proyek ini penting agar informasi tentang perkembangan dan risiko yang terlibat dapat diakses oleh semua pihak yang terpengaruh.

Keterlibatan masyarakat juga harus menjadi bagian integral dari proses pengambilan keputusan terkait penggunaan teknologi ini, sehingga masyarakat memiliki kesempatan untuk berbicara dan berkontribusi dalam keputusan yang mempengaruhi masa depan teknologi dan dampaknya pada masyarakat luas.

Di tengah berbagai potensi manfaat yang bisa diraih dari penggabungan otak manusia dengan AI, harus diingat bahwa keberhasilan teknologi ini tidak boleh mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Proyek ini menjadi tantangan dan peluang bagi Australia untuk memimpin dalam mengembangkan teknologi AI yang beretika dan bermanfaat bagi kemanusiaan secara keseluruhan. (*Ibs)

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
1 tahun yang lalu

Pewartanusantara.com, Bantul - Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Imin) didampingi Ketua DPW PKB Agus Sulis, Sekjen PKB Umarudin Masdar, dan Ketua Fraksi PKB DPRD DIY Aslam Ridho beserta rombongan, silaturrahmi ke Pengasuh Pesantren Kreatif Baitul Kilmah dan Mensuport Kesiapan Acara Halaqah Pendidikan Politik Santri yang akan dilaksanakan hari Sabtu, 15 Juli 2023 di Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Bantul D.I. Yogyakarta. Selasa (11/7).

Dalam silaturrahim tersebut Gus Imin menyampaikan perlunya berpolitik dengan jujur dan santun. Kenapa ber PKB? Karena ini warisan ulama NU, berdirinya di PBNU. Itu yang membedakan dengan partai lainnya. Posisi politik PKB dengan warisan politik ahlussunah waljamaah wal jamaah (Aswaja) bisa menjadi kekuatan yang solutif bagi berbagai tantangan bangsa. Menurut Cak Imin, Politik Aswaja selama ini menjadi energi bangsa, tidak dalam hanya mengatasi krisis yang sedang terjadi tetapi juga membawa kemajuan yang lebih cepat.

“Politik Islam Aswaja merupakan modal besar bagi Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, termasuk ancaman Krisis global.” Kata Gus Imin di hadapan para panitia Halaqah Pendidikan Politik Santri dan santri Baitul Kilmah, Selasa (11/7)

Gus Imin meyakini ideologi dan nilai Islam Aswaja serta komitmen kuat perjuangan para kader PKB. Mengingatkan tensi politik Indonesia saat ini mulai menghangat. Aroma kompetisi menjelang Pemilu 2024 begitu terasa. Kendati demikian, dia meminta agar para kader PKB tidak hanya bekerja untuk sekadar memenangkan Pemilu, tetapi harus menjadi solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi bangsa sehari-hari.

Dalam postingan Instagram Pribadinya, Gus Imin menyebut beberapa Ulama yang mewarnai hidupnya, yang mengarahkan, menyemangati dan membimbingnya. Tokoh Ulama itu menurut Gus Imin sebagai sumber ilmu yang kedalamanya bak dasar samudra; Kyai Ahmad Shidiq: Pancasila Azas Tunggal l, Kyai Sahal Mahfudz: Fiqih Sosial, Jalan Baru Pengabdian Kepada Tuhan, dan  Gus Dur : Demokrasi, Pilihan Terbaik untuk Memuliakan Kemanusiaan.

Pengasuh Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Dr. KH. Aguk Irawan, Lc,. MA juga menyampaikan prihatin atas santi yang terjun ke politik tidak berbekal Ideologi dari Fiqih Siyasah-Turots. Dalam doktrin Aswaja, merebut kekuasaan hukumnya fardu kifayah, karena dengan kekuasaan itulah maslahah ammah dan maqosidhu syariah akan efektif terealisasi.

Yai Aguk Irawan MN mengutip dawuh Imam Ghazali; terpuruk dan bangkitnya sebuah bangsa tergantung pada pundak penguasa. “Karena itu santri harus  menyadari sepenuhnya betapa pentingnya kekuasaan. Kitab-kitab Turots Fiqih Siyasah amat berlimpah untuk dijadikan pijakan ideologi.” Kata yai Aguk.

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
4 tahun yang lalu

Ini kisah tentang Desa Sugiharto. Ada apa dengan desa Sugiharto? Desa Sugiharto adalah sebuah perkampungan yang letaknya kurang lebih 2 kilo meter sebelah timur dari desa kami. Desa itu termasuk perkampungan yang bisa disebut Gemah Ripah Loh Jinawe. Setiap hari ramai didatangi wisatawan dari luar daerah bahkan luar negeri.

Maka tidak heran bila desa Sugiharto ini menjadi desa yang produktif, masyarakatnya tidak perlu menjadi tenaga kerja di luar daerah, cukup bekerja kreatif di rumah sendiri, mereka akan menjadi kaya raya, meraup rupiah dari para wisatawan.

Belum lagi bila mengingat desa Sugiharto ini mempunyai makanan khas bernama onde-onde, konon onde-onde ini merupakan sumber perekonomian desa Sugiharto paling penting selain sektor wisata yang ada.

Barangkali karena kondisi desa Sugiharto yang subur dan basah untuk mengais rejeki, maka desa Sugiharto menjadi buah bibir banyak desa di luar daerah, banyak pendatang baru di desa itu, banyak juga desa yang diam-diam menaruh dendam, sebab desa Sugiharto selalu unggul di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif dengan produk unggulan onde-onde.

Dulu, sebelum desa Sugiharto ini berkembang dan maju, desa itu sempat menjadi desa yang miskin, tidak ada satupun bangunan megah yang berdiri di sana, yang ada hanya gubuk reot dan kumuh. Namun seiring berjalannya waktu, desa itu mengalami perubahan, terhitung semenjak kang Kafi pulang dari perantauan pada tahun 2007.

Konon, kang Kafi itulah yang pertama kali menggagas konsep desa wisata dan mengajak masyarakat untuk berjualan onde-onde. Pada awalnya, tak ada satupun orang yang percaya dengan kang Kafi, bahkan tidak jarang usahanya untuk mengajak masyarakat malah menuai hinaan dan cibiran, bahkan sempat juga kang Kafi dikatakan sesat oleh orang tuanya sendiri.

Pemikiran kang Kafi, tidak begitu saja diterima oleh masyarakat desa Sugiharto, mengingat kang Kafi bukan murid lulusan sekolah ekonomi kreatif dan tata kelola desa. Tapi kang Kafi tak pernah menyerah, ia masih saja menekuni membuat  dibarengi mempromosikan onde-onde dan memulai membangun tempat wisata dengan beberapa sahabat dekat semasa kecilnya.

Hasil tak pernah menghianati proses, onde-onde yang dibuat oleh kang Kafi itu kian gemilang, brand nya dikenal oleh banyak orang, desa wisata yang dimunculkan pun menjadi ramai pengunjung, maka kang Kafi menjadi terhormat, banyak masayarakat desa Sugiharto yang meniru bisnis onde-onde dan membuka kios di sepanjang jalan menuju tempat wisata yang digagas oleh kang Kafi.

Desa Sugiharto berjaya, barangkali itulah yang menjadi sebab hancurnya desa itu secara singkat, karena tidak mempunyai penjagaan dan kewaspadaan terhadap serangan dari desa pesaing yang diam-diam mendendam tadi. Kemegahan mempunyai jarak yang sangat tipis dengan kelemahan, itulah yang terjadi di desa Sugiharto. Tiba-tiba desa itu sepi pengunjung, onde-onde yang diproduksi oleh masyarakat desa Sugiharto pun tidak lagi diterima oleh pelanggan setianya.

Kemarin, kang Kafi datang ke rumah saya, saya sudah mengira pasti dia mau bicara mengenai desanya yang mendadak lumpuh, perekonomian macet, aktivitas beku dan parahnya korban jiwa semakin banyak.

Itulah sebagian keistimewaan kang Kafi, meski dia seorang tokoh terpandang, tapi dia punya waktu untuk bersilaturrahmi dengan banyak orang, termasuk datang ke rumah saya yang kebetulan menjadi penasehat desa wisata Sugiharto.

Kang Kafi biasanya datang ke rumah dengan membawa amplop, amplop itu biasa dia berikan kepada orang-orang desa saya yang dianggap kurang mampu. Untuk pengusaha sukses seperti kang Kafi, mengeluarkan uang 10 Juta tiap bulan untuk bantuan sosial bukanlah hal yang sulit dan hal yang patut dibangga-banggakan, dia selalu menyembunyikan aktivitas ibadah sosilanya itu.

Kang Kafi biasa duduk berhadapan dan wajahnya berseri-seri bila datang ke rumah saya, namun kali ini berbeda, wajahnya berantakan dan kacau.

“Pak, saya sudah mentok, tidak punya solusi lagi untuk mengatasi wabah penyakit yang menyebar di desa saya,” kata kang Kafi dengan suara lirihnya

“Jangan menyerah dulu, Kang. Sudah kami konsultasikan dengan ahli medis dari luar Negeri.”

“Korban jiwa semakin banyak, Pak. Sepertinya ini ahir dari kehidupan desa kami.”

“Tenang dan sabar, Kang. Sembari tetap mengamalkan doa-doa dari Kiai”

“Doa untuk menyembuhkan Virus apa itu sebanding, Pak?”

“Ah, kang Kafi ini terlalu panik hingga mengabaikan kekuasaan Allah, kita sudah mengupayakan dengan tim medis sebagai bentuk ikhtiar dhohir, selanjutkan kita perkuat dengan ikhtiar bathin yaitu berdoa.”

Kang Kafi tidak segera merespon, wajahnya menunduk sembari menghela nafas panjang

“Saya merasa bersalah, Pak. Karena ketidak bijaksanaan saya, jadilah virus ini menyebar dan merenggut nyawa orang-orang yang tidak bersalah.”

Saya kaget, apa maksud dari ucapan kang Kafi itu? Saya hanya diam, sementara kang Kafi masih saja mengulang kata penyesalannya berkali-kali, mungkin karena saya belum juga merespon, kang Kafi makin dalam menghela nafas.

“Ah, kang Kafi ini terlalu berlebihan. Virus Anoroc ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kang Kafi.”

“Ini kesalahan saya, Pak.”

“Bagaimana bisa, Kang?”

“Sekitar dua bulan yang lalu, saya menolak tawaran kerja sama oleh seorang pengusaha dari kota, Pak. Tapi saya menolaknya, sebab kerja sama yang dia tawarkan itu didasari dengan perjodohan, dia bermaksud menjodohkan anaknya yang cacat dengan putri saya.”

“Serius, Kang. Lalu apa hubungannya dengan wabah penyakit ini?” tanya saya penasaran

“Setelah saya menolak tawaran kerja sama dan perjodohan itu, dia mengancam saya, katanya desa Sugiharto akan dibuat miskin, tempat wisata akan sepi, distribusi onde-onde akan macet, lalu setelah itu dia akan berjualan obat, dan menurutnya, hanya obat itu yang bisa menolong keluarga saya dan warga desa Sugiharto.”

“Apa hubungan ancaman dengan obat, Kang?”

“Waktu itu saya juga tidak gentar, Pak. Saya pikir tidak logis dan ancaman itu hanya sekedar kata-kata belaka, tapi setelah melihat kondisi desa kami yang sepi dan lumpuh secara ekonomi, barulah saya sadar jika ancaman itu ternyata dijalankan dengan menyebar virus melalui tim khusus, mereka sengaja membuat virus dan menaruhnya di kolam renang yang ada di desa Sugiharto.”

Saya mengehla nafas panjang, kang Kafi melanjutkan ceritanya

“Bapak tau sendiri kan? Wisatawan yang mendadak meninggal setelah berenang di kolam Sugiharto minggu lalu? Setelah dianalisis oleh Dokter, penyebabnya adalah karena terkena Virus Anoroc yang berasal dari kolam renang.”

Belum sempat saya merespon cerita kang Kafi, tiba-tiba saja handphone kang Kafi berdering, ada telfon masuk dari istrinya, saya tidak tahu mereka berbicara apa, saya mengalihkan fokus ke handphone saya, saat kang Kafi pamit dengan buru-buru, saya baru tahu ternyata anak perempuan kang Kafi yang katanya dilamar itu baru saja meninggal dunia, sudah dua hari masuk rumah sakit.

Wajah kang Kafi semakin tak karuan, matanya meneteskan air mata, lalu meminta diri, dan dengan langkah-langkah tergesa-gesa Kang Kafi bergegas pergi.

Setelah kang Kafi pamit, saya termangu sendiri

“Kenapa hidup ini begitu mudah dikendalikan oleh segelintir orang yang memiliki uang dan kekuasaan, mengapa orang baik dan dermawan seperti kang Kafi menjadi musuh konglomerat dari kota itu hanya karena perjodohannya tidak diterima?”

“Kenapa desa Sugiharto yang menjadi lahan mencari rizki banyak orang itu dilumpuhkan? Apa hanya dengan cara itu pengusaha kaya dari kota itu bisa lebih unggul dan lebih kaya dari kang Kafi, lalu semua orang akan berterimakasih dan menaruh hormat pada dia, karena dialah satu-satunya orang yang mempunyai obat yang bisa menyembuhkan Virus Anoroc.”

Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena biasanya orang baik dan dermawan itu disukai oleh siapapun, tapi ternyata tidak bagi seseorang yang merasa iri dan ingin menguasai segala hal, terutama di bidang perdagangan, cara apapun akan ditempuh, merenggut banyak nyawa manusia bahkan menjadi jalan untuk mencapainya.

Soal perjodohan itu mungkin saja hanya sebagian kecil cara untuk menyulutkan api peperangan, dan liciknya peperangan itu dilakukan dengan jalan senyap, bukan lagi baku hantam dengan nuklir, yaitu dengan menyebarkan virus mematikan. Setelah virus itu menyebar barulah dia akan menjual obat penyembuhnya, tentu saja dia akan kaya dari keuntungan penjualan obat, sementara pengusaha kompetitornya sudah KO, dan desa Wisata yang selama ini menjadi saingan terberat bisnisnya telah lumpuh.

Dia berkuasa, dia kaya raya, dan semua orang di penjuru dunia akan ketakutan, barangkali inilah bio-terorisme itu, teror jenis baru yang sangat berbahaya, sangat menakutkan. Kang Kafi bukan penyebabnya, anak perempuannya telah meninggal.

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
5 tahun yang lalu

Ini bukan khutbah Jum’at, tapi maaf, simaklah dengan penuh hidmat : “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” Terjemah QS. Al-Hujurat :12

Kira-kira terjemah ayat itulah yang ahir-ahir ini sering diucapkan atau diforward melalui media daring oleh kawan-kawan yang tak setuju dengan siapa saja yang turut aktif menyebarkan berita “Dosen Predator masih Berkeliaran” di beberapa kampus kenamaan di Indonesia, terutama di Malang.

Alasannya pun variatif, ada yang “Para mahasiswaku mohon jangan ikutan berdosa menyebar aib orang tentang predator yang kalian sendiri belum tau kebenarannya. Ketimbang mikirin itu, masih banyak tugas yang mending kalian kerjakan, kalau tugasnya sudah habis, ngaji aja, Allah melarang kita menyebar aib yang Allah sudah tutupi.”

Ada juga yang seperti ini “tolong jangan disebar luaskan, cukup di sampeyan aja, save internal aja.” Untuk alasan yang kedua ini cukup humanis tanpa membawa-bawa Agama.

Pada alasan yang ke tiga ini, lebih sip lagi “Ini bulan Ramadhan, jangan kurangi pahala puasamu dengan ghibah dan menyebar aib orang lain.”

Untuk menyikapi beberapa Khutbah di atas, Dr. Mohammed Dajani seorang Funder and Chairman Wasatia Movement, Jerusalem pernah berkata seperti ini; agama seharusnya tak dijadikan kendaraan politik, jika agama dijadikan alat politik, hasilnya justru perpecahan".

Kita tahu, bahwa orang Palestina adalah mayoritas muslim. Ada tiga puluh partai politik sekuler yang tidak punya aspirasi nilai luhur agama. Tetapi aspirasi juga tidak dipenuhi oleh sepuluh organisasi Islam yang ada di Palestina, hal itu karena mereka tidak menyebarkan inti nilai Islam itu sendiri.

Hizbut Tahrir di Palestina dan di mana saja menafsirkan tiga ayat terakhir di surat Al Fatihah yang menjadi sasaran kemarahan Tuhan adalah orang Yahudi. Sedangkan yang sesat adalah orang Nasrani. Padahal Tuhan marah terhadap orang yang menolak kebenaran dan orang munafik. Hizbut Tahrir menafsirkan makna ummatan wasatan itu dengan menyatakan Islam ada di tengah antara Yahudi dan Nasrani. Yahudi yang membunuh para nabi dan Nasrani yang menjadikan nabi sebagai Tuhan.

Hal serupa juga dikatakan oleh Zainab al-Suwaij, Executive Director American Islamic Congress dari Irak “negara saya hancur karena menjadikan agama sebagai alat politik. Orang yang mempunyai kepentingan politik menghancurkan sesama manusia menggunakan agama. Yang terjadi di negara saya (Irak) banyak orang mati dibunuh dan keluarga mereka hilang. Peradaban hancur karena mereka mengatasnamakan agama untuk menghabisi sesama manusia,”

Dua pengakuan dan fakta di atas cukup jelas menggambarkan bagaimana ketika Agama dijadikan sebagai alat politik. Dampaknya adalah perpecahan dan kehancuran. Lalu bagaimana jika Agama dijadikan sebagai obat bius untuk kasus dosen predator yang masih berkeliaran di kampus-kampus? Wallau a’lam

Ada beberapa kalimat di paragraf awal telah saya kutip dengan berbagai macam alasan nya, entah pemberi alasan itu karena merasa sebagai sesama dosen, mahasiswa kesayangan atau orang biasa yang turut prihatin dengan karier si dosen predator jika dipecat akan seperti apa nasibnya. Kiranya cukup menghawatirkan kalau-kalau ada upaya membawa-bawa Agama sebagai obat bius untuk menidurkan dan membungkam siapa yang turut aktif menyebarkan berita kasus dosen predator baik melalui story whatsApp maupun instagram.

Memang setelah berita tentang dosen predator yang ditulis oleh Wan Ulfa Nur Zuhra itu menyebar di jagad maya, semua pada kepo, terutama kawan-kawan yang merasa pernah kuliah di kampus tempat dosen predator itu beraksi. Tapi apakah kita semua akan tetap diam dan bungkam? Menyimpan rahasia umum ini dalam-dalam sembari membiarkan dosen predator itu makin merajalela dan melahap para mahasiswa nya? Na’udzubillah min dzalik

Mengetahui dari berbagai sumber bahwa dosen predator di Malang ini termasuk orang penting dan punya jasa besar terhadap kampus, tiba-tiba saya jadi teringat kisah ketegasan Rasulullah, seandainya Fatimah Putri Rasulullah Mencuri, Rasulullah sendiri yang akan memotong tangannya, bukan membelanya, walaupun Fathimah adalah putri yang sangat dicintainya.

Alangkah indahnya jika siapa saja yang mempunyai kebijakan memecat dosen predator itu bisa meniru Rasulullah, walaupun katakanlah jasa dosen predator itu sebesar gunung, kalau memang sudah terbukti bersalah ya segera dipecat.

Dosen predator ini tidak hanya di berkeliaran di Malang, beberapa diantaranya ada di Jember dan Semarang, tentu hal ini sangat mencemaskan, kalau yang berkuasa di Kampus tidak bisa bertindak tegas, adil, dan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya mbok ya minimal jangan bius dan bungkam suara mahasiswa dengan kedok Agama.

Agama kok digunakan untuk menidurkan aktivis. Gak mashok!

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
5 tahun yang lalu

Menjadi kiai yang berpengaruh dan mempunyai banyak santri tentu masuk dalam daftar nama-nama yang ‘harus’ dikunjungi calon presiden hingga calon anggota legislatif tingkat daerah. Hal ini sudah menjadi lazim, sebab para calon itu pasti membutuhkan nasehat, doa restu, dan yang tak kalah penting adalah mendapat dukungan dari seorang kiai beserta santri dan jamaahnya.

Pada Pemilu tahun 1971-1977, Mbah Mahrus Ali Lirboyo pernah berusaha membebaskan beberapa kiai NU dan Muhammadiyah yang ditahan, dalam kisah yang ditulis oleh KH. An’im Falahuddin Mahrus (Putra Mbah Mahrus Ali) berjudul Pelajaran Berharga dari Mbah Mahrus itu tidak disebutkan mengapa beberapa kiai itu ditahan. Bukan hanya berusaha membebaskan, bahkan Mbah Mahrus Ali mengancam jika tahanan tersebut tidak dikeluarkan maka beliau akan mengembalikan mobil yang diberikan oleh pejabat.

Menurut Gus An’im Falahuddin Mahrus, memang pada waktu itu Mbah Mahrus Ali pernah diberi hadiah sebuah mobil oleh seorang pejabat, yaitu Pak Domo. Tapi bagi Mbah Mahrus pemberian dari pejabat bukanlah suatu kebanggan dan bukan pancingan untuk menundukkan beliau, melainkan suatu strategi untuk membantu orang lain. Masih menurut Gus An’im, hal itu dilakukan oleh Mbah Mahrus Ali sekedar untuk menunjukkan bahwa beliau dekat dengan atasan orang-orang yang telah menahan beberapa kiai yang ditahan tadi.

Lalu bagaimana kelanjutannya? Pada perkembangannya, listrik masuk ke pesantren Lirboyo, pada momentum yang sama, ada peresmian Alam Sejahtera. Ketika hari H peresmian tersebut, tiba-tiba bendera Golkar dipasang di pinggir jalan dari Lirboyo sampai Kota.

Mengetahui hal itu, Mbah Mahrus Ali tidak hanya diam, beliau langsung mendatangi Kamtib serta menjelaskan kemudian berkata, “Pemasangan Listrik adalah sumbangan sedekah, maka dari itu bendera Golkar harus dicopot!. Kalau ternyata memang tidak sanggup mencabut, biar santri-santri yang akan mencabut. Lagipula kalau memang listriknya tidak jadi disumbangkan, pesantren Lirboyo gak patheken, tapi tolong pohon-pohon yang telah ditebang karena pemasangan listrik silahkan dikembalikan seperti semula.”

Pohon yang sudah ditebang apakah mungkin bisa dihidupkan kembali? Mbah Mahrus Ali memang luar biasa, selain mempunyai karomah beliau juga seorang diplomat ulung. Di Ahir cerita, Gus In’am menegaskan, “Seperti itulah salah satu keteguhan beliau dalam menjalankan prinsip.”

Di sisi yang lain, Mbah Mahrus Ali memang mempunyai komitmen yang kuat, beliau memposisikan diri sebagai kiai yang tidak mudah menerima pemberian dari pejabat-pejabat jika tanpa tujuan yang jelas untuk kemaslahatan umat, hal itu tercermin dari kata-kata beliau, “Diharamkan menyimpan uang di Almari.”

Sesuatu yang jarang dimiliki oleh kebanyakan orang, Mbah Mahrus Ali sangat tawakal terhadap rizqi yang diberikan Allah, seakan-akan beliau ingin mengajarkan kepada kita semua, bahwa seseorang yang punya keyakinan terhadap Allah dan pernah belajar tidak sepatutnya khawatir terhadap rizqi, pasti rizqi tersebut akan datang dari mana saja, dari arah yang tak terduga, dari sesuatu yang tidak kita ketahui, min haitsu laa yahtasib, min haitsu laa ya’lamun.

Mendekati pemilu 17 April 2019 ini, semoga kita semua bisa meneladani Mbah Mahrus Ali, baik dalam hal ketegasan sikap maupun dalam keteguhan prinsip, minimal kita dapat kembali meneladani dalam hal kepercayaan terhadap rizqi Allah, tanpa mendapat ‘sesuatu’ dari calon pejabat negara ketika menjelang pemilu digelar pun, kita tetep bisa hidup!
Wallahu a’lam.

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
5 tahun yang lalu

Bagi umat Islam, sholat jumat adalah sebuah kewajiban yang perintahnya datang langsung dari Allah SWT melalui firmanNya, “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allâh dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". [al-Jumu’ah/62:9].

Semua Muslim New Zealand; dari anak-anak kecil, anak muda maupun orang tua, mereka riang gembira untuk mereguk oase kebahagiaan dalam ibadah Jumah di dua masjid kebanggan mereka : Christchurch yang berjarak lima kilo meter dari Masjid al-Noor, Linwood ketika seorang teroris (Brenton Tarrant) dengan menggunakan senjata otomatis menyiarkan secara langsung melalui Facebook dengan perangkat kamera yang dipasang di kepalanya penemabakan brutal di dua masjid itu. Brenton Tarrant membabi buta menembaki anak-anak, laki-laki dan perempuan dimulai dari kawasan indutri di Leslie Hills Drive, sebelah barat Masjid al-Noor.

Kejadian biadab dan tak berperikemanusiaan yang menyisahkan traumatik dan ketakutan pada umat Islam ini menurut pengamat terorisme sekaligus direktur The Islah Centre, Mujahidin Nur terjadi di New Zealand karena beberapa; pertama, menguatnya gelombang Islamofobia atau Islamophobia di negara-negara barat. Islamophobia adalah istilah yang menunjukkan sikap takut sekaligus benci terhadap Islam dan umat Islam. Istilah ini mengemuka pada pertengahan 90-an abad lalu setelah muncul dalam tulisan yang dirilis sebuah lembaga sipil Inggris yang dipimpin seorang Muslim yang juga wakil rektor  Universitas Sussex, Inggris. Dalam tulisan itu, Islamophobia dijelaskan sebagai prasangka, rasa takut, dan kebencian terhadap Islam dan umat Islam.” Masih menurut Mujahidin Nur,” Penyebab kedua, pembunuhan massal terhadap umat Islam di dua Masjid itu adalah menguatnya ideologi nasionalisme kulit putih (ideology of white nationalism) yang berkembang dan mengglobal ke berbagai Negara Barat, karenanya, tentu saja agar teror terhadap umat Islam di Barat ini tidak terjadi lagi negara-negara Barat para pemimpin di negara-negara Barat harus menangani masalah ini dari sumbernya,” ujarnya.

Mujahidin Nur menambahkan, sumbernya bisa kita dapatkan dari pernayataan Brenton Tarrant, sebelum melakukan pembunuhan massal terhadap umat Islam, Brentton Tarrant, memposting di media sosial pribadinya apa yang disebut manifesto sebagai Ideology of White Nationalism (ideologi nasionalisme kulit putih) itu berarti Brentton Tarrant dan pelaku pembunuhan terhadap umat Islam lainnya di New Zealand meyakini bahwa Islam dan umat Islam adalah ancaman yang bisa menghancurkan Peradaban Barat (western civilization) dari invasi asing (agama Islam). Para pemimpin negara Barat juga hendaknya ingat peristiwa teror yang dilakukan oleh Anders Breivik yang membunuh 77 orang di Nor Wegia pada tahun 2011 juga terjadi karena ia terinspirasi manifesto setebal 1500 halaman ini. Dalam pengakuannya, Breivik ingin menghukum Eropa karena multikulturalismenya dan karena penerimaan Eropa terhadap imigran Muslim.

Manifesto ini juga yang menginspirasi Christhoper Hasson yang baru-baru ini ditangkap karena menimbun senjata untuk melakukan pembunuhan massal utamanya pada umat Islam. Manifeto ini pun menguat dan diperparah dengan kebijakan Presiden Amerika terpilih Donald Trump (2017) yang melarang imigran Muslim dari Iran, Libya, Suriah, Somalia, Sudan dan Yaman, sehingga Islamophobia makin populer dan menguat dibarengi dengan sentiman dan kebencian terhadap imigran Muslim. Bahkan,  Donald Trump dalam banyak kesempatan juga mempromosikan kebijakan anti Islamnya ke berbagai negara termasuk ketika ia melakukan kunjungan musim panas ke Inggris.

Donald Trump mengatakan, “Inggris telah kehilangan budaya aslinya, para imigran telah mengubah kebudayaan Inggris dan negara-negara Eropa. Anda tidak akan kehilangan kebudayaan Anda kalau Anda bertindak dengan cepat," jelas Mujahidin Nur mengutip pernyataan Donald Trump. Karenanya, tidaklah heran, Menurut Mujahidin Nur, apabila pelaku pembunuhan massal terhadap Umat Islam dalam pengakuannya ia memuji Presiden Donald Trump sebagai simbol identitas kulit putih. Kelak di pengadilan, Brentton Tarrant tidak akan menyesal dengan tindakannya yang merenggut 49 nyawa muslim New Zealand bahkan mungkin ia akan merasa bangga dan bahagia, karena ia memiliki tujuan yang sama dengan Donald Trump yakni mengurangi jumlah imigran muslim di New Zealand.

Menurut Mujahidin Nur, “Apabila negara-negara barat tidak secepatnya mengambil tindakan untuk meredam Islamaphobia dan meredam Ideology of White Nationalism", maka Mujahidin meyakini bahwa kedepan berbagai peristiwa teror dan pembunuhan terhadap imigran akan banyak terjadi baik itu di Eropa, Amerika ataupun Australia, dan itu sangat memungkinkan karena banyaknya politisi dan media-media anti Islam yang menyuarakan kebencian terhadap umat Islam di Barat sampai saat ini.

Mujahidin Nur mencontohkan di tengah kepedihan atas tragedi kemanusiaan pada umat Islam, senator Australia; Frasser Anning malah menyalahkan program migrasi yang memungkinkan umat Islam memasuki New Zealand dan menempatkan mereka sebagai bagian dari masyarakat New Zealand.

Menurut Mujahidin, sudah waktunya para politis dan media-media barat untuk menyelesaikan ideologi yang akan menjelma menjadi terorisme global di negara-negara Barat (Islamophobia dan ideology of white nationalism) ini sebelum ideologi ini makin menguat dan akan menjadi masalah sosial dan keamanan di negara-negara barat.

Untuk meredam ideologi itu, Mujahidin Nur juga menekankan, perlunya negara-negara Barat untuk melakukan sinergi maksimal dengan media dibantu dengan organisasi-organisasi Islam, dan lembaga-lembaga pendidikan untuk menekan gelombang Islamaphobia. Pelibatan media, menurut Mujahidin Nur mutlak diperlukan karena medialah yang mempunyai peran vital dalam mentransformasikan informasi kepada masyarakat tanpa batas ruang dan waktu. "Kecepatan media dalam melakukan reportase mampu memberikan pengaruh yang cepat pada pembentukan pola pikir masyarakat kita,” imbuhnya.

Disamping, media juga mempunyai peran yang sangat dominan dalam penyebaran Islamophobia, ideologi nasionalisme kulit putih dan supermasi kulit putih di negara-negara Barat. Karenanya, pada sisi yang sama, media bisa digunakan untuk menjadi instrument yang strategis dalam menyelesaikan masalah ini dengan tidak mengaitkan berbagai kejadian terror dan pemboman dengan agama tertentu. Karena terorisme, dimana pun dan siapa pun pelakunya, tidak ada kaitannya dengan agama yang mereka anut dan para pemimpin dan media di Negara Barat disamping para pemimpin negara Barat harus meyakinkan masyarakatnya bahwa Islam dan Barat bisa hidup berdampingan dalam harmoni dan perdamaian, sebagai buktinya  para pemimpin Negara Barat hendaklah ingat betapa besar kontribusi umat Islam dalam kemajuan peradaban mereka, itu adalah bukti yang tidak dapat dinafikan bahwa Islam dan peradaban Barat bisa bersinergi dan tidak saling menghilangkan identitas satu sama lain,” pungkasnya. *

*Wawancara Ahmad Ali Adhim, (Pengamat Terorisme) bersama Mujahidin Nur (direktur The Islah Center)

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
5 tahun yang lalu

Serangan milisi Kurdi ke basis terakhir pertahanan ISIS di kota kecil Baghouz al-Fawaqani di tepi Sungai Euphrate  menjadi pertanda akan hancurnya Kekhilafahan ala kelompok radikal yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi. Tanah yang dikuasai organisasi ekstrimis itu kini tinggal secuil dari peta besar wilayah Irak dan Suriah yang dahulu menjadi basis kekuasaan mereka.

Menyikapi keruntuhan Kekhilafahan Abu Bakar al-Baghdadi, The Islah Centre, sebagai organisasi yang konsen dalam masalah terorisme merasa perlu untuk menguraikan beberapa hal sebagai konsekwensi dari kehancuran kekhilafahan kelompok radikal bentukan mantan pemimpin Jamaat Jaysh Ahl al-Sunnah wa-l-Jamaah (JJASJ), sebagai berikut:

  1. Kehancuran Kekhilafahan Abu Bakar al-Baghdadi akan menyisakan banyak masalah besar bagi dunia khususnya dunia Islam. Sejumlah 110 negara di dunia yang masyarakatnya terlibat menjadi anggota dari kelompok teror ISIS atau biasa disebut FTF (foreign fighters) dengan jumlah 41.490 Foreign Fighters ; 32.809 laki-laki, 4.761 perempuan dan 4.640 anak-anak.
  2. Dari jumlah 41.490 FTF, 18.852 datang dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, 7.252 dari Eropa Timur, 5965 dari negara-negara Asia Tengah, 5904 dari Eropa Barat, 1010 dari Asia Timur, Asia Tenggara 1063, dari Amerika 753 Ausia dan New Zealand, 447 souther Asia, 244 sub-saharan Africa.
  3. Gelombang pertama FTF datang ke Irak pada tahun 2003 sebelum perang sipil di Suriah, paska tumbangnya rezim Saddam Hussein. FTF yang datang ke Irak kala itu karena ingin bergabung bersama AQI (al-Qaeda in Irak) pimpinan Abu Musab al-Jarqawi teman dekat Abu Bakar al-Baghdadi, mereka berusaha melakukan perlawanan dan mengusir pendudukan Amerika di Irak. Kombatan-kombatan AQI inilah yang kemudian memproklamirkan berdirinya ISIS di kemudian hari.
  4. Gelombang kedua, merupakan gelobang paling massif kedatangan FTF terjadi ketika terjadi Arab Spring, musim semi di Arab yang melanda Suriah. Perang saudara terjadi ketika masyarakat Syuriah yang mayoritas muslim ingin menumbangkan rezim Bashar al-Asad yang merupakan penganut Syiah Alawiyah.
  5. Permasalahan pertama, yang dihadapi negara-negara di dunia paska kehancuran Kekhilafahan sepihak besutan Abu Bakar al-Baghdadi adalah perdebatan sekitar FTF yang saat ini menjadi tawanan dan ingin kembali ke negara masing-masing. Hampir semua negara-negara di dunia termasuk Indonesia kebingungan bagaimana memperlakukan warga mereka yang sudah bergabung bersama ISIS dan saat ini menjadi tawanan di Suriah. Hal itu dikarenakan beberapa hal; Pertama bahaya laten terorisme yang akan mengancam negara bersangkutan apabila memperbolehkan pengikut ISIS ini pulang atau mengekstradisi mereka, Kedua, di hampir semua negara belum adanya payung hukum (UU Terorisme) untuk menjerat mereka yang bergabung dengan kelompok teror internasional seperti ISIS.
  6. Permasalahan kedua, bagi dunia Islam, FTF yang masih tersisa di medan perang menurut pengamatan The Islah Centre mereka akan mencari jalan keluar untuk menyelamatkan diri mereka; pertama, mereka akan bergabung dengan al-Qaeda, kedua, mereka akan berusaha untuk menyeberang ke sel ISIS yang masih hidup utamanya di negara-negara yang dilanda konflik baik itu di Yaman IS-AP (IS-Aden Province) dan IS-HP (IS-Hadramaut Province), Libya IS-FP (IS-Fezan Province), Afghanistan IS-KP (IS-Khurasan Province) atau ke semenanjung Sinai Mesir IS-SP (IS- Sinai Province). Artinya, negara-negara tersebut akan mendapatkan ancaman terorisme dengan migrasinya FTF ke negara-negara mereka.*

Jakarta, 10 Maret 2019

Mujahidin Nur (Direktur The Islah Centre)

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
1 tahun yang lalu

Cara Membalas Penolakan Cewek

Oleh : Ahmad Ali Adhim

“Cinta diterima itu hadiah, cinta Ditolak itu musibah,” setuju dengan penggalan kata-kata tersebut? Tulisan ini tentu tidak berlaku bagi cowok yang mendapat hadiah atau cintanya terbalas, tapi setidaknya akan berguna bagi cintanya yang terkena musibah alias ditolak.

Penolakan pun beragam-macam, lihat-lihat siapa yang menolak, ada yang halus ada yang kasar, tapi inilah kalimat penolakan yang sering digunakan cewek. Dan ketika cewek menolakmu dengan kalimat ini, setidaknya kamu masih bisa membalas, biar kelihatan berjuang, bukan hanya menerima nasib hingga badan adem panas dan lemas. Meskipun pada akhirnya tetep aja ditolak. Wkwk
1. Kamu Terlalu Baik Buat Aku
Ini adalah alasan paling klise yang harus kamu terima, lantaran sidoi tidak ingin melukai hatimu, akhirnya untuk mencari aman, sidoi mengangkat derajatmu dengan mengatakan kalau kamu terlalu baik. Dan inilah Balasan buat cewek yang menolakmu dengan kalimat indah di atas.
a. Kalau Aku Baik, Tentu Kamu Terima Dong?
Mana mungkin pria baik akan ditolak? Ya, gak sih? Perusahaan kecil aja nyari karyawan yang baik, diseleksi seketat mungkin, mulai dari penampilan hingga kepribadian. Apalagi perusahaan besar? Tapi, stop. Ini soal cinta, bukan soal kerja, jadi wajar gak jawaban itu? Perlu dicatat ya, meski jomblo, tak ada mahkluk yang diciptakan tuhan untuk diseleksi ya! Kalau mau nolak, udah terus terang aja, gak usah bilang kalau aku terlalu baik.

Membalas penolakan dengan pertanyaan seperti itu, dijamin akan bikin cewek yang menolakmu semakin kehilangan selera sastra dan bikin kamu makin sakit hati, bayangin aja kalau dia menolak dengan bahasa yang jujur. “Maaf, kamu jelek, gak cocok buat aku.” Piye perasaanmu jal? Ndlongop-
b. Bisa Gak Buktiin Kalau Aku Baik?
Udah tau kalau sidoi gak suka sama kamu, masih aja nguber-nguber. Dasar jomblo pemalas, kayak gak bisa cari yang lain aja wkwkw

Jadi, meskipun kamu mencoba minta penjelasan ke dia tentang kadar kebaikanmu, kagak bakal dijawab, yang ada pertanyaanmu gak akan dibalas, cuman diread doang! Nasib-nasib, sabar ya mblo-
2. Aku Mau Fokus Kerja Atau Studi Dulu
Dua jawaban andalan itu gak bakalan kamu dapetin dari cewek yang sudah lulus sekolah atau kuliah yang masih nganggur. Jadi kalau kamu ditolak karena alesan kerja dan studi, itu artinya kamu mencintai orang yang rajian dan pekerja keras. Inilah balasan yang bisa kamu coba ketika menghadapi dua tipe cewek yang menolakmu itu.
a. Aku Siap Bantu Ngerjain Tugas Sekolah/Kuliahmu
Jangan dikira penolakan itu karena kamu bakalan menyita waktu dia untuk mengerjakan tugas sekolah atau kuliahnya, sadar woy. Dia nolak kamu itu karena dia gak punya waktu buat kamu, jadi kamu harus paham kalau dia punya waktu untuk yang lain, untuk itu mundur sajalah. wkwkwkw
b. Aku Siap Menemanimu Bekerja
Kalau kamu pengen tetep berjuang, kalimat di atas akan sedikit membuat gadis incaranmu berpikir dua kali, dia akan mempertimbangkan apakah kamu bisa dimanfaatin atau enggak? Jadi siap-siap aja diterima, tapi kamu akan jadi korban ketika beban kerjaan cewekmu banyak, dan kamu yang akan menanggungnya. Siap? Kalau gak siap, mending terima aja penolakannya wkwkw

3. Aku Cuma Menganggapmu Teman

Penolakan seperti ini biasanya terjadi ketika kalian udah lama saling kenal, tapi sayangnya dia tak mempunyai perasaan yang sama dengan perasaanmu. Baru saja kamu mencoba menyatakan cinta, dia udah bilang, kita berteman sudah lama loh, masak akan kita kotori dengan cinta? Dengan berteman kita tak akan pernah putus, kalau kita pacaran, kita punya potensi untuk putus. Iya gak? Kita berteman aja ya? Kalau kamu ditolak karena alasan tersebut, cobalah balas dengan kalimat ini.
a. Teman Hidup Untuk Selamanya ya?
Cobalah bertanya seperti itu, mungkin dia akan menolakmu sekali lagi, “Iya teman yang jadi saksi aku nikah.” Jadi tak ada gunanya kamu membalas penolakan orang yang sudah manteb menolakmu, mending kamu belajar mencintai yang lain, move on Mblo.!
b. Aku Mau Jadi Temanmu, Asal dengan Satu Syarat
Hahahaha ini balasan penolakan cinta yang paling berani, udah tau kalau ditolak, malah ngasih syarat segala. Kagak mungkin diterima nih, dia makin sebel sama kamu, jadi jangan membalas dengan kalimat itu yah Mblo!
4. Kamu Datang di Saat yang Tidak Tepat
Ini adalah kalimat penolakan dari cewek yang sebenarnya dia juga cinta sama kamu, tapi dia udah terlanjut jadian sama orang lain. Jadi bersabarlah, separuh hatinya sudah berhasil kamu goncangkan, tinggal kamu aja, berani jadi pelakor apa enggak? Wkwkw
Kalau dia menolakmu dengan jawaban di atas, cobalah balas dengan kalimat ini.
a. Meskipun Tidak Tepat Waktu, Cinta Selalu Tepat Sasaran, dan Kamulah Sasaran Cintaku
Logika cinta kalau sudah dikait-kaitkan dengan waktu ini yang susah, jadi waktu yang disalahin, selain itu cintamu terpaksa harus kandas. Balasan penolakan yang satu ini sebenarnya percuma, tapi tak ada salahnya untuk dicoba, itung-itung sebagai kata-kata bijak, hmmm
b. Berarti aku gak beruntung
Balasan penolakan degan kalimat ini akan membuatmu tenang dan dia akan merasa bebas, sebab dia gak akan kamu ganggu lagi. Maka dari itu, kalau suka sama cewek jangan diem aja, segeralah ungkapkan, sedetik saja kamu telat, kamu bakalan ditolak karena “datang di saat yang tak tepat.” Kasian deh lu wkwk

Selamat berjuang Mblooooo...

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
5 tahun yang lalu

Kekuatan Cinta Adam dan Hawa

Oleh :Ahmad Ali Adhim

***

Di suatu malam, ketika aku hendak pulang ke Lamongan bersama kawanku anak Grobogan; Niamul Qohar. Kami sepakat berangkat Malam hari, melangkahlah kaki kami menuju parkiran motor, kami menaiki sepeda—hanya sekitar tiga puluh menit dan sampailah kami di terminal Giwangan Yogyakarta.

Kebetulan bis yang kami tumpangi sama, yaitu bis menuju Surabaya. Kami duduk dengan nyaman dan sempat beberapa menit tertidur, rupanya tidur yang singkat itu terhitung cukup lama, mungkin yang kami rasakan itu beda tipis dengan apa yang dirasakan oleh tujuh pemuda yang melarikan diri dari kekejaman Raja Dikyanus, mereka tidur terlelap di dalam gua[1] selama 309 tahun. Tidur kami itu membuat kami tak sadar bahwa perjalanan kami telah sampai di terminal Tirtonadi-Solo.

Kami turun dari bus, meski ngantuk dan keadaan itu tak menyulitkan mata kami jelalatan lirik sana-sini. Apa yang kami cari? alhamdulillah ternyata masih ada warung kopi yang buka. Sampailah kami di warung kopi itu, kami memesan kopi dan memakan gorengan ala kadarnya, di tengah penantian kami yang lumayan panjang, tak sadar bahwa kawanku Niam yang hendak menuju ke Grobogan itu kehabisan kuota internet, ya tentu sebagai kawan yang kebetulan punya kuota internet, saya menawarkan thetering gratisan—meski kecepatan koneksi agak lemot, kami menikmatinya, masing-masing dari kami mulai khusyuk berselancar di media sosial, tak lama kemudian kopi yang kami pesan akhirnya datang jua.

Tentu keadaan ini semakin nikmat. Bukankah kenikmatan di masa revolusi Industri 4.0  ini terkadang amat sederhana? "Seumpama, khusyuk menghadap smartphone, ditemani secangkir kopi?" Kopi yang sedari tadi tabah menunggu kami cumbu, nampaknya mulai lelah, warna nya semakin lekat dan sedikit pucat.

"Ayo kang, disruput." Ucapku

"Monggo Cak." Jawab Niam.

Setelah beberapa kecupan kami berlabuh di bibir gelas, ku lihat mata Niam sedikit segar, lalu diikuti wajahnya yang mulai memancarkan cahaya. Selang beberapa detik, wajah yang tadinya sumringah itu meleleh dan lesu. Berkatalah Niam kepadaku.

"Waduh, pulsaku habis Cak."

"Memangnya kamu tak bisa hidup tanpa pulsa?" Tanyaku menghibur

“Bukan begitu, bagimana nanti ketika aku sampai di terminal Grobogan? Itulah yang dikhawatirkan Niam. “Bagaimana orang tuaku tau kalau aku sudah sampai di Terminal?"

"Kamu tidur di Terminal aja,” jawabku sambil ketawa “lagipula apa mungkin ada bencong yang tergoda dengan ketampananmu? Belum lagi kalau bencong itu tau betapa dampetmu terlalu tipis untuk dicintai? Kupastikan bencong itu akan jijik." Tukasku

Kami tertawa cekakakan, "hahahaha"

Selepas tawa itu mengembang dari mulut kami yang berbau kopi, kamipun pamit undur diri dari medan warung kopi yang telah menunda perjalanan kami untuk menebus kerinduan kepada kampung halaman.

"Berapa buk?" Tanya kami kompak. Disusul jawaban Ibu yang ramah itu "Sepuluh Ribu Mas." Kami membayarnya dengan uang receh, ibu itu tersenyum, kami pun tersenyum.

"Makasih ya Buk. Kopinya enak."

"Ah, mas bisa aja."

Kamipun terbebas dari jeratan warung kopi, tentu keadaan setelah ini adalah kami akan bertemu dengan jeratan yang lebih berat untuk dilawan, yaa.. sebentar lagi kami akan dijerat sunyi dan sepi. Aku naik bus Solo-Surabaya, sementara Niam akan naik bus Solo-Purwodadi. Kuantar Niam ke bis yang dituju, di sanalah kami mulai berpisah, otomatis koneksi internet Niam akan segera mati.

"Kang, nanti berkabar ya kalau sudah sampai di Rumah." Pintaku pada Niam.

"Beres Cak, fii amanilah."

"Oke."

Aku dan Niam berpisah. Niam menjadi sunyi di kedalaman bis itu, dan akupun menjadi sepi di permukaan kursi bis. Ahirnya kami terjerat kesunyian yang lumayan abadi. Sunyi dalam perjalanan, rawan terombang-ambing kenangan masa lalu.

***

Pagi hari saat aku sampai di terminal Kepuhsari Jombang, aku melihat ada plang bertuliskan tujuan kota ini dan itu. Diantaranya adalah plang (petunjuk arah) ke Lamongan. Berjalanlah aku ke arah itu, meski sebenarnya sudah hafal. Tapi rupanya fungsi dari sebuah pertanda memang salah satunya adalah sebagai pengingat. Baik bagi penumpang pemula maupun bagi perantau yang sudah tau kemana ia harus pulang.

Di tengah kebisingan Terminal Jombang, tiba-tiba aku teringat sebuah keyakinan lama yang sering disadur oleh banyak penyair dan direpost admin-admin sosmed "sejauh apapun engkau berjalan, engkau akan pulang pada apa yang engkau rindukan."

Sambil berjalan menuju bis yang hendak berangkat ke Tuban, aku bermaksud cuci muka di toilet, sayang sekali toilet nya rusak, akhirnya aku menuju Mushola. Setelah mengambil air wudhu, aku menyempatkan diri untuk menghadap kepada-Nya, eh setelah itu malah tertidur.

Di sanalah, perjalanan yang tak terduga itu terjadi...

di hadapanku muncul wujud Nabi Adam...

Lalu kami ngobrol ke sana-sini...

Dan aku bertanya begini...

"Eh, sampeyan kan pernah tersesat saat diturunkan tuhan dari Surga?"

Nabi Adam pun tersipu malu, "Ah, itu masa lalu. Lupakan saja."

"Lho, jangan begitu dong kanjeng Nabi."

"Memangnya kenapa le.?"

"Begini loh njeng Nabi. Sampeyan dan Siti Hawa waktu itu kan belum pakai smartphone, tentu gak saling ‘share lokasi’ kan? Kok bisa-bisanya ketemu di bukit berbatu di bagian timur Padang Arafah?"

"Maksudmu?" Nabi Adam bertanya.

"Aku heran, waktu itu kan masih primitif dan belum berkemajuan, tentu waktu itu belum ada penunjuk arah (plang jalan) seperti sekarang. Eh sampeyan bisa berpelukan mesrah dengan istri tercinta di Jabal Rahmah begitu saja.?"

"Begitu saja gundulmu.!"

"Hahaha, ampun Njeng Nabi. Ampun, Just Kidding"

Nabi Adam pun tertawa terbahak-bahak.

Aku dan Nabi Adam berjalan kompak, sang Nabi rupanya mengantar aku ke Lamongan.

"Ini toh bis jurusan Lamongan?" Tanya Nabi Adam.

""Sampeyan kok tau?" Jawabku menggoda

Nabi adam menunjuk ke arah kaca Bis yang bertuliskan tujuan perjalanan Tuban. "Itu kan ada tulisan."

"Nggih kanjeng Nabi. Kukira sampeyan gak perlu petunjuk arah macam begitu"

"Ayo naik." Ahirnya, aku dan Nabi Adam naik bis menuju Lamongan.

Setelah melewati beberapa lagu dangdut ala pengamen, Nabi Adam mengeluarkan Smartphone nya. Dan menunjukkan sesuatu kepadaku.

"Baca ini le."

"Apa itu njeng Nabi?"

"Sudah, baca dulu aja."

Kubaca tulisan yang ditunjukkan Nabi Adam itu. Rupanya dalam tulisan itu Nabi Adam beropini bahwa penemu Aplikasi Google Maps hasil temuan dua bersaudara asal Denmark; Lars dan Jens Eilstrup yang telah tesinkronasi dengan kecerdasan GPS (Global Positioning System) temuan tiga pemuda cerdas; Roger Lee Easton, Bradford Parkinson, dan Ivan A. Getting itu meniru kecerdasan spiritual manusia. Akupun kaget.

"Sudah hatam?" Tanya nabi Adam.

"Sudah kanjeng."

"Bagus. Itu tulisanku yang kusimpan di memory internal telepon, sengaja tidak kukirim ke media manapun"

"Kenapa begitu kanjeng, wah aku jadi tersanjung"

"Inilah salah satu kebodohanmu, kamu terlalu PD, aku ngasih tau tulisan itu karena kamu ini terlalu bergantung sama samrtphone.” Lanjut Nabi Adam “Bukan karena kamu manusia spesial yang berkesempatan ngobrol dan duduk berdekatan di bis bersamaku."

Aku hanya menunduk, lalu nabi Adam meneruskan pembicaraannya.

"Tadi malam, aku juga menemani perjalanan temanmu yang polos itu."

Aku kaget, kemudian bertanya "Loh, Serius?"

Nabi Adam dengan segera menjawabnya. "Iya, aku bilang ke dia, tirulah perjalananku saat mencari Siti Hawa. Kamu hanya butuh ‘yakin’ dan ‘mantab’, tak usah risau jika kuota Internetmu habis, kamu masih punya koneksi kepada Tuhan."

Aku hanya membisu seribu kata. Nabi Adam masih saja berbicara. "Sayangnya, dia keburu bangun, sebelum aku mengajarkan sesutu yang lebih penting dari keduanya itu."

"Apa itu?"

Belum tertutup mulutku setelah mengucapkan pertanyaan itu, Nabi Adam tiba-tiba menghilang. Dalam lamunan yang panjang aku terhanyut.

***

Di Lamongan, ada satu kecamatan yang bernama Babat, sampailah aku di sana. Itu artinya sebentar lagi perjalananku akan sampai di Sumelaran. Kulihat batrai HP ku semakin menipis, sementara waktu itu aku belum punya power bank. Kacau sudah suasana hatiku. "Bagiaman caranya aku berkabar untuk minta jemput orang rumah? Masak mau pinjem HP orang? Atau ke wartel, tapi bukankah wartel sudah gulung tikar?" Pertanyaan-pertanyaan itulah yang muncul.

Bis terus melaju, datanglah penumpang perempuan yang cantik dan anggun. Terlihat dari wajahnya sih sudah ibu-ibu. Ia semakin dekat, kemudian duduk di dekatku.

"Permisi mas. Boleh saya duduk?" tanya ibu itu.

"Silahkan Bu." Aku menggeser sedikit posisi dudukku, “dengan senang hati.”

“terimaksih mas.”

Beberapa menit kemudian, kami hanya diam. Ibu itu kemudian mengeluarkan makanan ringan dari tasnya dan menawarkan nya kepadaku.

"Monggo mas.” Tangan kanan nya menjulur ke hadapan ku. “Ini namnya buah Quldi. Enak, dicoba mas."

Aku kaget dong, “hari gini masih ada buah Quldi? Bukankah buah itu hanya ada di Surga?” Cuman dalam hati saja sih.

Diikuti senyumnya yang ramah. "Serius mas, inilah buah yang membuat saya dan suami saya dibuang dari Surga, kami sangat menyesal dan kamipun bertaubat.[2]"

"Suami Ibu?" tanyaku

"Iya mas. Tadi suami saya menemani Mas bukan?"

"Allahu akbar, drama macam apa lagi ini?" Sekonyong-konyong hati kecilku berkata.

Wanita itu melanjutkan pembicaraannya. "Suami saya tadi berpesan begini Mas. Bilang sama anak Lamongan yang sedang perjalanan mudik itu, yang lebih penting dari keyakinan dan kemantapan hati adalah jangan mudah tergiur dengan kenikmatan belaka."

"Jadi.... sampeyan ini Siti Hawa?" posisi duduk ku menjadi serius dan panik.

"Tidak penting siapa saya, saya hanya ingin menyampaikan pesan suami saya itu.” Sembari menunjukkan buah Quldi yang tadi ditawarkan.  “Lihatlah buah ini Mas."

Aku melihatnya, "Boleh saya pegang?"

"Jangan, kamu gak akan kuat, biar kami saja."

Dalam diam hatiku berkata “Hmmmm rupanya Siti Hawa ini gaul juga, bisa niru gombalan anak cucunya.”

"Buah ini yang membawa kami turun ke Bumi Mas. Waktu itu kami tergiur, dan besryukur sekali setelah itu kami mendapat pelajaran penting dari Allah."

"Pelajaran penting Bu?" “Pelajaran Menahan Rindu ya?” hahaha

"Bukan mas, tapi pelajaran kekuatan cinta. Ya. Kekuatan cinta lah yang mempertemukan kami di Jabal Rahmah."

"So sweet sekali Bu." Aku berseloroh.

"Ya begutilah mas, kerinduan kami begitu besar, Allah memisahkan kami begutu lama, kami nyaris menyerah, lelah dan gelisah sering kali membuat kami limbung. Saat dalam keadaan pasrah itu, Allah ‘mengaktifkan intuisi[3] kami, hati kami tergerak dan sepontan kaki kami melangkah menuju Jabal Rahmah. Di sanalah kami bertemu dan menangis. Betapa dahsyat ciptaan Allah yang terbuat dari tanah seperti kita ini Mas."

"Boleh saya rekam Bu."?

"Wah Jangan. Dengarkan saja! Saya lanjutkan ya?"

"Nggeh Bu." Akupun semakin fokus mendengarkan.

"Mas,..... saya tau, mas seorang penulis. Jangan bertanya saya tau dari mana. Itu tidak penting. Apa yang saya sampaikan ini apakah akan sampeyan kirimkan ke media agar dimuat?"

"Enggak Bu." Jawabku singkat

"Lho kenapa begitu?"

"Gapapa Bu. Kebetulan kemaren ada kawan saya yang minta tulisan, katanya mau buat sovenir untuk acara pernikahannya."

"Wah bagus itu."

"Bagus apanya, lhawong dia belum punya calon tapi sudah minta saya untuk nulis dalam rangka hal yang konyol itu."

"Hehee, mas, mas, itu bukan konyol, itulah sikap mukmin sejati. Kamu harus berguru kepada kawanmu itu, sebab seperti itulah keyakinan kami sebelum bertemu di Jabal Rahmah, saya dan Nabi adam sama-sama yakin suatu hari pasti bertemu. Ndilalah Allah mempertemukan Juga toh :)"

"Tapi sampeyan sama Nabi Adam kan memang sudah menikah? Beda dong dengan kasus teman saya yang jadi asisten nya Sujiwo Tejo itu?"

Aku melanjutkan “Dia hanya menyadur prinsip yang diajarkan Sujiwo Tejo, bahwa menghina tuhan tak harus membakar kitab sucinya, khawatir gak dapet jodoh aja itu sudah termasuk menghina Tuhan.”

"Sama aja mas. Yang ada di dalam dadamu itu—, sapalah ia, ajaklah ia bekerja sama. Kalau kamu dan hatimu sudah kompak, rasakan sendiri betapa Allah Maha kuasa, banyak sekali kejutan-keajutan dari Allah, Mas."

Aku menghela nafas panjang.........."Baiklah Bu. Terimakasih."

"Saya pamit ya Mas. Nitip salam buat kawanmu yang mau menikah itu, bilang sama dia, wanita itu lembut, dan segala sesuatu yang lembut hanya ingin disentuh oleh kelembutan pula."

"Baik Bu, pasti saya sampaikan." Kulihat Siti Hawa memasukkan buah Quldinya ke dalam tas. “Gak nitip Kado bu?”

“Huss..Oh iya ada lagi, suamiku juga nitip salam ke istrinya. Beruntung dan bersyukurlah, karena telah mendapatkan suami yang rasa percaya kepada tuhan nya begitu besar. Jika kelak dianugerahi anak, jangan biarkan mereka bertarung dan berebut bahkan saling membunuh karena kekuatan cinta yang disalah artikan seperti anak kami Habil dan Qobil".[4]

“Siap Bu.”

“Saya Pamit Mas.” Seketika, Perempuan itu lenyap dari penglihatan ku.

Bis berhenti di pertigaan Kampus Unisda Lamongan. Sementara aku masih mencari-cari kemanakah sosok yang barusan pamit dan menyampaikan pesan Nabi Adam itu? Percakapanku dengan Kedua manusia yang menurutku Nabi Adam dan Siti Hawa itu ternyata hanya dalam Mimpi. Aku baru sadar ketika ada seseorang yang membangunkanku "Mas, bangun Mas!. Sudah Adzan Dhuhur."

“Astaghfirullah, Makasih Pak.”

Barulah aku sadar, ternyata aku tertidur begitu nyenyak di Mushola Terminal Kepuhsari Jombang. Wallahu A’lam...

 

Gubuk Baca Baitu Kilmah

Yogyakarta, 15 Oktober 2018

[1] Baca Qur’an Surat Al Kahfi ayat 11-12

[2] Baca Qur’an Surat Al-A’raaf Ayat 23.

[3] Daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari. Bisa diartikan bisikan hati atau gerak hati.

[4] Baca Qur’an Surat Al Ma’idah ayat 30

Ahmad Ali Adhim Ahmad Ali Adhim
1 tahun yang lalu

Aguk Irawan Mn, seorang novelis kelahiran Lamongan pernah mengutip kebijaksanaan Thomas Bartholin “Literasi tak cuma menafsirkan kenyataan, tapi juga mengubahnya.” Kemudian ia melanjutkan “4 abad yang lampau. Tanpa literasi, Tuhan diam, keadilan terbenam, sains macet, sastra bisu, dan seluruhnya dirundung kegelapan. Karena dengan literasi, kepribadian seseorang, juga sosial bisa terbentuk, dan lantaran literasi pula, peradaban suatu bangsa akan tercipta. Kata-kata itu pula yang sering ia sampaikan saat berhadapan dengan santri-santrinya dalam suatu majlis Ilmu di pesantren yang ia dirikan.

Baitul Kilmah, itulah nama pesantren yang ia dirikan. Jauh sebelum pesantren itu berdiri dan menjadi markas besar para penyair dan sastrawan Yogyakarta yang belajar kepadanya. Juga sesekali terkadang banyak tamu berdatangan dari berbagai daerah, tak luput tamu itu berasal dari daerah Lamongan. Diantara tamu-tamu yang datang itu ada juga dosen-dosen Unisda maupun Unisla yang bersilaturrahim ke Baitul Kilmah untuk bertukar pengalaman dalam dunia literasi.

Pada Mulanya Pesantren yang didirikan Aguk Irawan itu hanyalah sebuah komunitas kecil, segerombolan mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga yang serius dan komitmen belajar menerjemah naskah-naskah Arab ke bahasa Indonesia. Lambat laun komunitas kecil yang dikomandani oleh Aguk Irawan itu semakin besar lantaran banyak karya-karya Novelnya yang best seller bahkan diadopsi ke layar lebar.
Lihatlah, Film Haji Backpaker, Air Mata Surga, dan Film sang Kiai. Semua film itu diadopsi dari novel best seller pemuda kelahiran Lamongan. Mungkin, banyaknya tamu yang berdatangan ke rumah Aguk, termasuk dosen-dosen Lamongan itu musababnya adalah karena ingin mencari sesutau yang baru; entah itu proses kreatif pembuatan novel atau sekedar proses kreatif penyusunan diksi yang baik, tentu lebih jauh dari itu adalah untuk mengetahui rahasia besar apa sehingga PH Film melirik novelnya untuk disuguhkan kepada masyarakat dalam bentuk audio-visual.

Aguk Irawan MN Sendiri, bagi saya adalah sebuah laboratoruim besar yang mengandung banyak pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah kesabaran dalam menjalankan roda kehidupan santri di Baitul Kilmah. Tanpa itu, saya rasa mustahil Baitul Kilmah bisa berdiri sampai hari ini.
Suatu ketika, datanglah tamu dari Lamongan, beberapa dosen kelahiran Lamongan yang domisili di Yogyakarta pun turut datang, termasuk Pak Hery Lamong, seorang penyair senior yang aktif dalam Dewan Kesenian Lamongan.

Tiap kali ada tamu yang datang ke Baitul Kilmah. Mas Aguk, sapaan kami kepada pengasuh Baitul Kilmah itu, selalu mengajak kami santri-santrinya untuk dialog dan kongkow dengan mereka. Kebetulan tamu yang datang pada saat itu dari Lamongan sendiri.
“Pumpung Dewan Kesenian Lamongan ada di sini, ayo silahkan bertanya.” Penawaran Mas Aguk itu dilontarkan. Singkat cerita, sayapun akhirnya bertanya.
“Pak Hery, saya ini kan lahir di Lamongan, kebetulan sekarang ikut bergelut dalam dunia sastra di Baitul Kilmah. begini Pak, Pertanyaan saya hanya satu, bagaimana masa depan kesusastraan Lamongan pak.? Kalau melihat realitas masyarakat Lamongan hari-hari ini kan sangat mengabaikan sastra.”
“Waduh mas, saya disuruh jadi paranormal ini.?”
“Ya sedikit menerawang masa depan gapapa Pak.”
“Mmmmm. Begini mas. Sebenarnya miris melihat realitas kesusastran Lamongan, sebab banyak sekali faktor yang mempengaruhi. Di antara faktor itu adalah kurangnya minat masyarakat secara umum terhadap sastra. Lamongan kan kota Kuliner, ada Soto, Wingko, Tahu Tek dan lain-lain. Jadi kalau ada segerombolan manusia yang mendiskusikan puisi, cerpen bahkan terjemah naskah klasik itu menjadi hal yang lucu. Tapi tidak semua daerah seperti itu.”
“Ohya.?”
“Alhamdulillah, di sekolah dan pesantren Sungilebak geliat sastra masih terus berjalan, banyak siswa-siswa yang ikut lomba baca puisi di beberapa kampus kenamaan Indonesia, dan alhamdulillah mereka menang.”
“Alhamdulillah kalau begitu.”
“Kita di Lamongan ini kekurangan tenaga pendidik, dan malaikat yang benar-benar mengabdikan dirinya untuk sastra seperti Aguk Irawan MN ini mas. Lamongan gak punya Aguk Irawan, gak punya sastrawan lain yang benar-benar totalitas mendermakan fikiran dan tenaganya untuk kemajuan literasi di Lamongan.”

Mas Aguk pun tertawa.......
Disusul tawa kami....
Dari percakapan kami yang singkat itu, tidak menutup kemungkinan juga menjadi perbincangan hangat di antara pemuda-pemuda Lamongan lain yang sedang menempuh pendidikan di luar kota, bahkan Luar Negeri. Bagaimanakah masa depan kesusastraan Lamongan? Apakah kita hanya diam?
Bukankah di Lamongan pada masa itu ada seorang wali yang mendapat julukan Sunan Drajat? Syahdan, Sunan Drajat mampu membuat penjahat kelas kakap tobat hanya dengan suara gamelan, beliau memang pandai memainkan alat musik tradisional, salah satunya adalah memainkan gamelan. Melalui kesenian (musik) tradisional pula beliau mendekati masyarakat). Dan salah satu tembang yang sering beliau bawakan adalah tembang Pungkur.

Pangkur sendiri, menurut beberapa Sejarawan, Agus Sunyoto menyebut Pungkur itu singkatan dari Pangudi Isine Quran. Tembang tersebut biasa dinyanyikan bersama alunan gamelan Singo Mengkok miliknya. Banyak yang menyebut gamelan tersebut mengandung kekuatan magis. Apalagi jika disatukan dengan bacaan tembang Pangkur.

Dikisahkan dalam Kisah Ajaib Wali Songo yang ditulis oleh Rohimudin Nawawi Al Bantani, pada suatu hari ada seorang penjahat sakti bernama Duratmoko. Tingkah lakunya sering merugikan dan meresahkan masyarakat. Akhirnya Sunan Drajat berniat memberi pelajaran pada berandal tersebut. Apalagi Duratmoko selama ini tidak mau mengakui perbuatan buruk yang dia lakukan pada masyarakat.
Sunan Drajat mengutus para pengawalnya untuk menangkap Duratmoko. Dengan susah payah akhirnya mereka berhasil membawa Duratmoko ke hadapan Kanjeng Sunan. Bukannya menasihati atau memberi wejangan, kepada Duratmoko, Sunan Drajat justru menyanyikan tembang Pangkur diiringi lantunan suara gamelan Singo Mengkoknya.

Kanjeng Sunan menyampaikan pitutur melalui tembang Pangkur. Sederhana memang saran beliau sampaikan melalui lirik dan diiringi alat musik. Namun, Duratmoko masih membisu, tidak mau mengakui kesalahannya. Akhirnya tembang Pangkur dinyanyikan lebih keras. Temponya dibuat lebih cepat.

Rohimudin Nawawi mengatakan, isi tembang tersebut kurang lebih mengenai saran untuk jadi penolong bagi sesama. Hidup tidak boleh menyakiti dan memeras orang lain. Kita harus saling berdampingan tolong-menolong.Setelah beberapa saat, akhirnya tembang Pangkur dan gamelan Singo Mengkok membuat penjahat tersebut menyerah. Duratmoko seperti kesurupan. Karomah Kanjeng Sunan Drajat menembus sukmanya. Tidak lama kemudian, dia pun jera dan mengakui semua kesalahan yang pernah dilakukan, dan meminta maaf kepada Kanjeng Sunan dan masyarakat.

Berandal yang gagah perkasa itu takluk. Dia meminta ampun dan meminta dijadikan pemeluk Islam. Akhirnya Duratmo menjadi murid Sunan Drajat. Duratmo kemudian diberi Sunan Drajat nama menjadi Ki Sulaiman. Begitulah kisahnya. Hanya dengan sebuah Syair, Kanjeng Sunan mampu meluluhkan hati seorang penjahat kelas kakap.

Dan lihatlah fenomena sekarang! Betapa banyak syair-syair yang bertebaran di dunia maya? Dalam dekade terakhir, bangsa besar ini hanya mengalami kebudayaan lisan, lalu melompat ke kebudayaan audio-visual, dan sekarang begitu kaget dengan kebudayaan cyber (gadget). Kebudayaan literasi (baca-tulis) terlewati, dan sedihnya, terlupakan. Karena itu hampir dimana-mana, bahkan di gang-gang kecil, seluruh pelosok di negeri ini orang hanya sibuk menenteng gad-getnya dan nyaris tak ada yang peduli dengan literasi. Itulah kegelisahan yang diungkapkan Aguk Irawan MN dan apakah juga menjadia kegelisahan kita bersama?

Marilah kita mengingat kembali sebuah perumusan yang dideklarasikan oleh Naeyc (National Association for the Education of Young Children); ada empat cara yang harus dilakukan dalam pembangunan literasi secara universal yaitu meningkatkan kemampuan bahasa sejak dini di rumah dan dalam pendidikan non formal, lebih mengefektifkan pembelajaran yang dapat menumbuhkan ketrampilan membaca dan menulis di sekolah. Kemudian ia melanjutkan, Seperti adanya akses untuk membaca dan pogram yang membuat anak merasa senang melakukan kegiatan literasi, menciptakan kerjasama antara sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan kerja untuk dapat mendukung budaya literasi.

 

Baca juga : Jejak Prabu Airlangga di Lamongan

Dari sebuah perumusan di atas itu, setidaknya kita masih punya harapan banyak terhadap generasi milenial Lamongan. Asal, mereka tak terjerumus dan tersesat ke dunia jeprat-jepret. Di mana ada spot foto baru, ke sanalah mereka berkumpul. Kecuali kalau dinas pariwisata dan kebudayaan Lamongan bertekad membangun tempat pariwisata baru juga sekaligus menyediakan buku-buku bacaan di sana. Kalaupun bukunya tak terbaca, minimal buku itu akan dilihat dan diajak foto. Jepret-jepret.!
Wallahu A’lam.

Blandongan Cafe Yogyakarta
Jum’at 26 Oktober 2018

Ahmad Ali Adhim