Op-ed  

Anjing dan Babi

Google News

Sore di pertengahan bulan Desember, tampak dua binatang yang terlihat lelah karna seharian memainkan perananya.

Tepatnya di tepi danau di lereng perbukitan. Anginnya yang menyejukan, begitu tenang dan mesra.. Binatang itu tak lain adalah Anjing dan Babi hutan yang berteman.

kala itu, saya duduk diatas sampan menatap danau sambil merangkai diksi yang presisi untuk puisi tentang Putri binti Kasturi, jelitaku yang masih liar.

Lagi-lagi, gonggongan mereka mengacaukan konsentrasi saya. Entah kenapa tiba-tiba obrolan mereka bisa saya pahami. Seketika saya mengintip dibalik semak-semak.

Mereka berdua terlihat bersantai sambil merebahkan tubuh, dengan posisi terentang dan siku dari kaki mereka masing-masing menjadi alas kepala yang menengadah ke langit. Sesekali mereka menyilangkan kakinya dan menggoyangnya kekanan dan kekiri.. Mereka terlihat akrab dengan obrolannya yang keras dan menggangu. Dasar binatang.

A : Bi, pernahkah kamu merenung dan berfikir, “kenapa saya tidak di lahirkan sebagai Anjing saja?” kamu tau, ada banyak kebahagiaan yang bisa kamu peroleh jika kamu menjadi Anjing. baik dengan sesama Anjing, binatang lain, maupun dengan manusia.

B : Hmmm.. Binatang lain! Biatang apa yang kamu maksud Njing!
Jawab babi sinis sembari mengerutkan dahi.

A : Ya.. Menurut sepengetahuanku yang kurang lebih cukuplah, untuk mengetahui dan membedakan mana spesiesku dan mana binatang lain. Ya kamu itu termasuk binatang lain yang saya maksud Bi.

B : Hmm.. Jadi pengetahuanku lebih kurang dan tidak cukup untuk tau kalau kamu itu memang Anjing!
Bentak Babi dengan nada emosi.

A : Hahaha… Tidak Bi, saya tidak bermaksud begitu, tapi kamu lihatlah, manusia selalu berusaha membahagiakanku, karena apa? Karena aku adalah Anjing.

B : Hmmm… Terus, manusia seperti apa yang mau membahagiakanmu!

A : Bi, kebanyakan dari kami, makan dari pemberian mereka. Apakah itu sebuah kejahatan?

B : Hmmm.. Tulang-tulang itu sampah Njing! Mereka memakan bagian yang lebih baik!

A : Hahah… Hahah.. Sepertinya kamu mulai iri.
Anjing hanya tertawa lebar, menanggapi pandangan Babi tenteng manusia. Namun dibalik tertawanya, Anjing mulai berpikir dan merenungkan perkataan Babi yang dia rasa ada benarnya juga..

B : Hmmmm.. Terserah saja..
Gumam Babi di sela tawaan Anjing..

A : Menurutku, bahagia bukan tentang bagian mana yang kita dapat. Jika kita menikmatinya, lalu menerimanya dengan hati yang lapang dan tanpa ada kecemburuan. Maka kebahagiaan itu akan terasa percayalah..

B : Hmm.. Ya aku tau itu, tapi Kalau kamu pikir mereka baik! Kenapa mereka menyebut spesiesmu ketika mereka mengekspresikan kemarahan dan umpatan! Jelas itu penghinaan Njing!

A : Bi, sadar atau tidak, kami adalah kekuatan untuk kesetabilan mereka. Contoh, ketika mereka menginginkan keadilan atau melakukan revolusi atau apalah yang memerlukan keberanian ekstra, tentu tidak sedikit semangat yang terbakar ketika manusia menyuarakan spesies kami dengan lantang. Terkadang, kami juga menjadi pembenah prilaku manusia yang di anggap amoral oleh manusia lain. Jadi, sejauh ini saya tidak menganggap itu penghinaan Bi.

B : Hmmm.. Semoga kamu tidak membohongi dirimu sendiri, karna itu terlihat lebih baik. Tapi memangnya menurutmu Babi tidak lebih baik dari Anjing, dan kami tidak memiliki kebahagiaan!

A : Hahah.. Tidak juga bi, tapi kmu selalu terlihat murung dan nada bicaramu selalu penuh emosi. Jadi, saya pikir kamu sedikit kesulitan untuk sekedar merasa bahagia.

B : Njing, kami adalah jiwa-jiwa petarung, kehidupan kami keras. Kami berkubang di lumpur, berlari, berkeringat dan berdarah. Itulah kami, kebahagiaan kami, yang tentu tidak pernah kamu miliki bukan. Kami lebih memilih bertarung dan berjuang dari pada sekedar menunggu makanan datang, itulah kebahagiaan kami. Kebahagian tidak selalu yang kita lihat nyaman. Rasa lelah setelah kita melakukan sesuatu juga kebahagiaan yang saya kira jauh lebih terasa membanggakan, dibanding sekedar berdiam diri dalam kenyamanan.
Tercengang si anjing mendengar itu dari mulut Babi hutan yang berusaha mengucapkannya dengan ekspresi bahagia. Namun matanya tetap terbelalak dan raut muka yang jauh dari kata ramah. Anjingpun menoleh kekanan dan menatap sibabi dengan senyum kecil karna merasa senang dan bangga akan jawaban temannya, sambil berkata lirih. “Dasar Babi!”..

Setelah mereka cukup puas mengetahui kebahagiaan “aneh” masing-masing, mereka mulai beranjak dan berlahan berdiri, karna senja mulai pudar terhapus langit malam dari timur.

Dalam perjalanan pulang, Anjing tampak terus memikirkan perkataan Babi tentang buruknya sifat manusia terhadap binatang, khususnya Anjing. Dengan kepala yang terus merunduk, layaknya orang yang sedang prustasi begitu dalam. Iya tetap berjalan di bawah sisa-sisa mega senja menyisiri danau.

Tiba-tiba saya terbangun dan ternyata itu cuma mimpi.

Pewarta: Kholid al AfghaniEditor: Nurul
Kholid al Afghani
Mau tulisan kamu dimuat di Pewarta Nusantara seperti ? Kirim Tulisan Kamu